Komisi Yudisial (KY) menggelar acara peluncuran dan bedah buku berjudul Lorong Gelap Keadilan (Kisah Hidup, Perjuangan, dan Pemikiran).
Buku ini merupakan biografi Komisioner KY Imam Anshori Saleh yang
mengisahkan perjalanan hidup seorang Imam Anshori Saleh dan awal
berkarier sebagai jurnalis, anggota DPR hingga komisioner Komisi
Yudisial.
“Buku ini berkisah tentang kehidupan saya, sedikit gambaran dunia peradilan, hingga beberapa pengalaman saya ketika menjadi komisioner KY saya ceritakan dalam buku ini,” ujar Imam Anshori dalam sambutan peluncuran buku di auditorium gedung KY Jakarta, Senin (08/6).
Acara peluncuran buku itu dilakukan dihadiri beberapa pimpinan KY, hakim agung, dan akademisi hukum antara lain hakim agung Topane Gayus Lumbuun, Takdir Rahmadi, Andi Samsan Nganro, Wakil Ketua KY Abbas Said dan pakar hukum tata negara Saldi Isra. Saldi dan mantan Ketua BIN Hendropriyono menjadi narasumber dalam diskusi buku itu.
Dalam bukunya, pria kelahiran Jombang, 8 Juni 1955 itu mengisahkan masa-masa sekolah, mahasiswa Fakultas Hukum di UGM hingga mengawali kariernya sebagai jurnalis di surat kabar Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Yogya Post, dan Media Indonesia. Pengalaman menjadi jurnalis dilakoni Imam di era tahun 1990-an hingga awal 2000-an.
Setelah hijrah ke Jakarta, Imam menguraikan kisah kedekatannya dengan (alm) Gus Dur dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hingga terpilih sebagai anggota DPR periode 2004-2009 dari Fraksi PKB. Buku setebal 298 halaman ini pun mengisahkan pengalaman Imam selama menjadi Komisioner KY. Dalam beberapa kesempatan Imam mengaku sering turun ke lapangan mengawasi bagai kinerja hakim. “Hal ini turut dituangkan ke buku ini,” kata peraih doktor dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini.
Dalam sesi bedah buku, Prof Saldi memberikan beberapa catatan dan masukan dalam buku otobiografi Imam ini. Buku ini dinilai belum menguraikan persoalan hubungan antara MA dan KY yang seringkali memanas. “Ini penting dimasukkan dalam buku ini, sehingga masyarakat bisa tahu masalahnya. Sebab, pola hubungan MA dan KY mesti terus diperbaiki,” kata Saldi saat berbicara dalam sesi bedah buku ini.
Dia mengatakan sepanjang karier Imam sebagai jurnalis, anggota DPR, dan Komisioner KY belum diuraikan secara runut dan rinci. Karena itu, dia menyarankan setidaknya ke depan bisa membuat buku secara terpisah yang menggambarkan kariernya sebagai wartawan, anggota DPR dan Komisioner KY yang diurai secara mendalam.
“Tetapi, Pak Imam cukup lama menjadi wartawan Media Indonesia, tetapi karya-karya tuliasnnya tidak muncul dalam buku ini. Apakah selama menjadi wartawan tulisannya jarang dimuat di Media Indonesia,” seloroh Saldi dengan nada canda.
Imam mengakui kisah hidupnya dan awal kariernya sebagai jurnalis, anggota DPR (politisi), dan Komisioner KY periode 2010-2015 belum tereksplorasi semuanya karena hanya rangkuman kisah hidupnya. Selain itu, buku ini memang agak ‘miskin’ data dan tidak ada riset. “Buku ini lebih banyak menguraikan kariernya di KY, di DPR belum banyak dituangkan dalam buku ini. Kalau hubungan MA dan KY karena repotnya kita masih berhubungan langsung, kecuali kalau saya tidak di KY lagi,” kata Imam usai acara peluncuran.
Ia berharap buku ini bisa mengispirasikan semua pihak dari pengalaman hidupnya dan kariernya sebagai jurnalis, anggota DPR, dan Komisioner KY. “Saya kira kita bisa susun tiga buku lagi khusus sebagai jurnalis, anggota DPR, dan Komisioner KY, biar tidak campur baur dan bahasannya lebih fokus,” katanya.
“Buku ini berkisah tentang kehidupan saya, sedikit gambaran dunia peradilan, hingga beberapa pengalaman saya ketika menjadi komisioner KY saya ceritakan dalam buku ini,” ujar Imam Anshori dalam sambutan peluncuran buku di auditorium gedung KY Jakarta, Senin (08/6).
Acara peluncuran buku itu dilakukan dihadiri beberapa pimpinan KY, hakim agung, dan akademisi hukum antara lain hakim agung Topane Gayus Lumbuun, Takdir Rahmadi, Andi Samsan Nganro, Wakil Ketua KY Abbas Said dan pakar hukum tata negara Saldi Isra. Saldi dan mantan Ketua BIN Hendropriyono menjadi narasumber dalam diskusi buku itu.
Dalam bukunya, pria kelahiran Jombang, 8 Juni 1955 itu mengisahkan masa-masa sekolah, mahasiswa Fakultas Hukum di UGM hingga mengawali kariernya sebagai jurnalis di surat kabar Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Yogya Post, dan Media Indonesia. Pengalaman menjadi jurnalis dilakoni Imam di era tahun 1990-an hingga awal 2000-an.
Setelah hijrah ke Jakarta, Imam menguraikan kisah kedekatannya dengan (alm) Gus Dur dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hingga terpilih sebagai anggota DPR periode 2004-2009 dari Fraksi PKB. Buku setebal 298 halaman ini pun mengisahkan pengalaman Imam selama menjadi Komisioner KY. Dalam beberapa kesempatan Imam mengaku sering turun ke lapangan mengawasi bagai kinerja hakim. “Hal ini turut dituangkan ke buku ini,” kata peraih doktor dari Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini.
Dalam sesi bedah buku, Prof Saldi memberikan beberapa catatan dan masukan dalam buku otobiografi Imam ini. Buku ini dinilai belum menguraikan persoalan hubungan antara MA dan KY yang seringkali memanas. “Ini penting dimasukkan dalam buku ini, sehingga masyarakat bisa tahu masalahnya. Sebab, pola hubungan MA dan KY mesti terus diperbaiki,” kata Saldi saat berbicara dalam sesi bedah buku ini.
Dia mengatakan sepanjang karier Imam sebagai jurnalis, anggota DPR, dan Komisioner KY belum diuraikan secara runut dan rinci. Karena itu, dia menyarankan setidaknya ke depan bisa membuat buku secara terpisah yang menggambarkan kariernya sebagai wartawan, anggota DPR dan Komisioner KY yang diurai secara mendalam.
“Tetapi, Pak Imam cukup lama menjadi wartawan Media Indonesia, tetapi karya-karya tuliasnnya tidak muncul dalam buku ini. Apakah selama menjadi wartawan tulisannya jarang dimuat di Media Indonesia,” seloroh Saldi dengan nada canda.
Imam mengakui kisah hidupnya dan awal kariernya sebagai jurnalis, anggota DPR (politisi), dan Komisioner KY periode 2010-2015 belum tereksplorasi semuanya karena hanya rangkuman kisah hidupnya. Selain itu, buku ini memang agak ‘miskin’ data dan tidak ada riset. “Buku ini lebih banyak menguraikan kariernya di KY, di DPR belum banyak dituangkan dalam buku ini. Kalau hubungan MA dan KY karena repotnya kita masih berhubungan langsung, kecuali kalau saya tidak di KY lagi,” kata Imam usai acara peluncuran.
Ia berharap buku ini bisa mengispirasikan semua pihak dari pengalaman hidupnya dan kariernya sebagai jurnalis, anggota DPR, dan Komisioner KY. “Saya kira kita bisa susun tiga buku lagi khusus sebagai jurnalis, anggota DPR, dan Komisioner KY, biar tidak campur baur dan bahasannya lebih fokus,” katanya.
(sumber : www.hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar