Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Kamis, 16 Januari 2014

MK Hapus Frasa 'Perbuatan Tidak Menyenangkan' di Pasal 335 KUHP

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menghilangkan frasa 'Perbuatan Tidak Menyenangkan" dalam pasal 335 KUHP. Dengan demikian pasal 335 KUHP yang sering dianggap pasal karet kini lebih jelas dan mengikat hukum.

"Menyatakan frasa, 'Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan' dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan UUD 1945," putus Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang PUU, di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (16/1/2014).

Dengan demikian bunyi pasal 335 KUHP berubah menjadi: 'Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.'

Majelis berpendapat frasa 'perbuatan tidak menyenangkan' dalam pasal 335 KUHP sangatlah tidak mengikat hukum. Menurutnya, perbuatan tidak menyenangkan tidak dapat diukur.

"Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, tidak dapat diukur secara objektif. Seandainya pun dapat diukur maka ukuran tersebut sangatlah subjektif dan hanya berdasarkan atas penilaian korban, para penyidik, dan penuntut umum semata," ucap Hamdan.

Judicial review ini diajukan oleh Oei Alimin Sukamto Wijaya. Pengajuan ini dilakukan karena Oei sempat ditahan kepolisian karena dituduh melakukan penganiayaan kepada seseorang. Dia langsung ditahan oleh Polsek Genteng Surbaya pada 2012 karena dilaporkan melakukan perbuatan tidak menyenangkan.

"Ini karena klien saya dilaporkan melakukan penganiayaan. Jadi dia dilaporkan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan juncto pasal 335 KUHP. Nah dia ditahan polisi karena pasal 335 itu. Makanya bagi saya putusan ini bukan untuk kemenangan saya saja tapi untuk rakyat," ujar kuasa hukum Oei, M Soleh.


(sumber : detik.com)

UU ASN Diundangkan per 15 Januari



20140116 asn1
 
 
JAKARTA – Belum genap 30 hari setelah UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disahkan DPR pada 19 Desember 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani UU tersebut pada tanggal 15 Januari 2014, dengan nomor 4. UU ini menggantikan Undang-Undang nomor 8 tahun 1974 juncto Undang-Undang nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Perjalanan panjang Undang-Undang Aparatur Sipil Negara selama hampir tiga tahun akhirnya berbuah manis. Dengan berlakunya Undang-Undang nomor 4 tahun 2014 tentang ASN ini, pegawai negeri sipil (PNS) yang pensiun per Februari 2014 otomatis diperpanjang dua tahun.
 
UU ASN telah melalui 84 rapat, antara lain rapat para menteri yang dipimpin Wakil Presiden, rapat pejabat senior Kementerian terkait, dan tiga rapat terbatas kabinet yang dipimpin oleh Presiden. Pemerintah membutuhkan 2,5 tahun untuk menyiapkan RUU ASN sebelum akhirnya sampai di meja DPR-RI, yang akhirnya menjadi RUU inisiatif DPR.
 
Dalam pembangunan Sumber Daya Manusia Aparatur Negara di tahun 2012, ASN memiliki kekuatan dan kemampuan terbatas, karena asas merit tidak dilaksanakan secara efektif dalam manajemen SDM ASN. Hal itu ditunjukkan dengan rendahnya integritas, pengembangan kapasitas tidak dilaksanakan, kesejahteraan rendah, dan tidak berkeadilan.
Menuju tahun 2025, apalagi setelah disahkannya UU ASN, aparatur negara memiliki kekuatan dan kemampuan profesional kelas dunia, berintegritas tinggi, non parsial dalam melaksanakan tugas, berbudaya kerja tinggi, dan kesejahteraan tinggi. Serta dipercaya publik dengan dukungan SDM unggulan di bawah kepemimpinan presiden. (bby/HUMAS MENPANRB)
Kilas balik UU No. 4/2014 tentang ASN 
 
1.
23 November 2010
DPR menetapkan RUU ASN sebagai Inisiatif DPR.
2.
 25 Juli 2011
RUU ASN disampaikan oleh DPR kepada Pemerintah
3.
9 Agustus 2011
Presiden menugaskan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menhukham), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
4.
22 September 2011 - 12 Oktober 2011
Pemerintah mengadakan Rapat kerja dengan komisi II DPR.
5.
23 November 2011
Pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU ASN ke DPR.
6.
11 Januari 2012 s/d 14 Maret 2012
DPR dan Pemerintah mengadakan rapat panja. Pemerintah diberi waktu untuk penyelarasan internal mulai tanggal 14 Maret 2012 sampai dengan 15 Mei 2012
7.
6 November 2012
Tiga menteri mengajukan usulan tentang RUU ASN yang disampaikan kepada Wakil Presiden, dan Komisi II DPR setuju atas perpanjangan pembahasan RUU ASN sampai tahun 2013.
8.
14 Mei 2013
Presiden memimpin rapat terbatas 1 dan 2 dengan kabinet tentang RUU ASN.
9.
14 Juli 2013
Berdasarkan rapat terbatas ke-3, Kabinet akhirnya menyetujui RUU ASN
10.
19 Desember 2013
Sidang Paripurna DPR mengesahkan RUU ASN menjadi Undang-Undang

PTA Medan dan PA se Sumut Beri Bantuan Korban Gunung Sinabung




Medan | pta-medan.go.id
Aktivitas Gunung Sinabung terus meningkat. Dikabarkan melalui detik.com status gunung tersebut masih “Awas” di radius kurang dari 5 km. Dengan kondisi tersebut Gunung Sinabung berpotensi untuk erupsi dan korban pengungsi pun bertambah.
Bapak Drs. Abd. Khalik, SH (Plt. Panitera/Sekretaris PTA Medan) atas nama PTA Medan dan Bapak Drs. Khoiruddin Harahap (Ketua Pengadilan Agama Kabanjahe) atas nama Pengadilan Agama se Sumut, memberikan bantuan kepada korban pengungsi korban Gunung Sinabung. Bantuan berupa beras tersebut diserahkan kepada Pengurus Posko Berastagi yang selanjutnya diberikan kepada korban pengungsi.
“Semoga bantuan ini dapat bermanfaat. Bencana ini adalah penderitaan kita semua. Semoga Allah swt memberi kekuatan kepada hambanya yang beriman.” Do’a Pak Plt. Pansek.

(sumber : badilag.net)

Doktor Wanita Pertama Hukum Islam Dilantik Menjadi Wakil PTA Pontianak




Pontianak | www.pta-pontianak.go.id
Pada Kamis (12/12/2013) pagi, tepatnya pukul 09.30 WIB di Aula Pengadilan Tinggi Agama Pontianak berlangsung pengambilan sumpah dan pelantikan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pontianak. Dr. Hj. Djazimah Muqoddas, SH.,M.Hum, seorang Doktor wanita pertama Hukum Islam yang sebelum ini menjabat sebagai Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta. Beliau menggantikan Drs. H. Abdul Halim Syahran, SH.,MH yang pada 3 Desember 2013 lalu resmi dilantik sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Agama Palangkaraya.
Pengambilan sumpah dan pelantikan ini dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pontianak Drs. H. Hasan Bisri, SH.,M.Hum dan disaksikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta, Ketua Pengadilan Tinggi Pontianak, Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Barat, Ketua dan Panitera/Sekretaris Pengadilan Agama se Kalimantan Barat dan para tamu undangan lainnya.
Dalam perkenalannya, wanita kelahiran Yogyakarta ini memohon bimbingan, nasehat dan diingatkan apabila nantinya ada hal-hal yang memang salah. Ibarat sepeda atau jari tangan, kemajuan sebuah institusi tidak akan terlepas dari adanya sebuah kebersamaan, kerjasama dan kekompakan antar bagian agar bisa mewujudkan visi dan misi peradilan. Dengan didampingi suami dr. H. Muhammad Rifai, SpS. SpKP, ibu 2 anak ini berdoa agar datang dengan baik-baik dan mudah-mudahan pulangnya juga dengan baik (khusnul khotimah).
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Pontianak sendiri dalam sambutannya mengungkapkan rasa bahagia karena turut meloloskan 2 (dua) orang sahabat kerja untuk dipromosikan. Mudah-mudahan dengan kehadiran ibu Wakil ini bisa membawa kelembutan dan keindahan dalam membangun PTA Pontianak menjadi lebih baik. Kenali lingkungan kerja agar dalam membantu Ketua dibidang manajerial dan pengawasannya serta mengkoordinator penataan SDM berjalan lancar.
Pengadilan Tinggi Agama Pontianak sedang menggiatkan IT, kalau PTA Yogyakarta berada diatas berbanding terbalik dengan PTA Pontianak, walaupun sudah ada perbaikan namun hal itu belum bisa menyangingi PTA Yogyakarta. untuk itu beliau berharap kepada ibu Wakil agar mengakrabkan diri dengan IT. Masih ada beberapa ide yang menurut Ketua perlu dipikirkan bersama, diantaranya Registrasi Online, Tabayyun Online dan SMS Center.
(sumber : badilag.net)