Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Selasa, 23 Desember 2014

KETUA MA MENGAMBIL SUMPAH DAN MELANTIK KETUA KAMAR AGAMA DAN KAMAR PEMBINAAN PADA MAHKAMAH AGUNG



JAKARTA  Ketua MA, DR.H.M Hatta Ali, SH., MH melantik Ketua Kamar Agama, Prof.Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP, M.Hum dan Ketua Kamar Pembinaan Prof. Dr. Takdir Rahmadi, SH., LLM pada Selasa, 23 Desember 2014 bertempat di Auditorium Gedung Sekretariat MA, Jalan A.Yani No.58 Jakarta Pusat.

DR. H. Andi Syamsu Alam, SH., MH mengakhiri masa jabatannya sebagai Ketua Kamar Agama tahun 2014 ini dimana beliau akan memasuki masa purnabakti pada Januari 2015 mendatang. Sementara Jabatan Ketua Kamar Pembinaan sempat kosong selama enam bulan sejak Widayatno Sastro Hardjono, SH., MH purnabakti pada Juli 2014 lalu.

Prof.Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP, M.Hum, lahir di Pantonlabu, Aceh Utara, 1 Januari 1947. Meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari PPs Universitas Sumatera Utara dengan predikat Cumlaude pada tahun 2004, ini pada tanggal 26 Oktober 2007 dikukuhkan sebagai Guru Besar (Profesor) di bidang hukum. Riwayat pendidikannya dimulai dengan menempuh pendidikan di Sekolah Islam Negeri (SRIN) Pantonlabu Aceh Utara dan lulus pada tahun 1960. Dilanjutkan dengan Sekolah Menengah Pertama Pontonlabu Aceh Utara samapi tahun 1963. Jenjang SMA ditempuhnya di Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Purwokerto Jawa tengah hingga 1967.

Pada tingkat kuliah, Abdul Manan mengambil tiga jurusan yang berbeda, yakni Fakultas Syariah Jurusan Fiqih IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1974. Fakultas Hukum Jurusan Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan lulus tahun 1992. Serta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Jurusan Administrasi Negara Universitas Terbuka Jakarta yang berhasil ditamatkannya tahun 1995.

Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H. LL.M lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Ia menyelesaikan studi S1 (S.H.) pada Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang pada tahun 1979. Setelah menyelesaikan studi S1, Takdir menjadi dosen pada Fakultas Hukum Universitas Andalas yaitu sejak 1 April 1980 hingga 30 Desember 2008. Pada tahun 1987 Ia meraih gelar Master of Laws (LL.M) dalam bidang hukum lingkungan pada Fakultas Hukum Universitas Dalhousie, Halifax Canada dan kemudian memperoleh gelar Doktor ilmu hukum lingkungan dari Universitas Airlangga, Surabaya tahun 1997.

Sejak 30 Desember 2008 diangkat menjadi hakim agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Takdir juga aktif pada tim pembaruan Peradilan pada Mahkamah Agung sejak tahun 2009, Jabatan Wakil Ketua Tim Pemabruan peradilanpun dijabatnya sejak tahun 2009 – sekarang . Dengan dilantiknya dua Ketua Kamar ini, Formasi pimpinan MA kembali lengkap yakni 10 pimpinan meliputi Ketua MA, Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Ketua Kamar Pidana, Ketua Kamar Perdata, Ketua Kamar Agama, Ketua Kamar Tata Usaha Negara, Ketua Kamar Militer, Ketua Kamar Pengawasan, dan Ketua Kamar Pembinaan.

Acara ini akan dihadiri oleh Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial, Para Ketua Muda, Para Hakim Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Komisi Yudisial, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Pertahanan, Jaksa Agung, Kapolri, Ketua Komisi III, dan sejumlah undangan lainnya.


(sumber : https://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?bid=4220)

Senin, 22 Desember 2014

Mahkamah Agung Memperingati Hari Ibu Yang Ke-86




JAKARTA (22/12/14) Semboyan pada lambang hari ibu “Merdeka melaksanakan dharma”, mengandung arti bahwa tercapainya persamaan kedudukan, hak, kewajiban dan kesempatan antara kaum perempuan dan kaum laki-laki merupakan kemitrasejajaran yang perlu diwujudkan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara demi keutuhan dan kedamaian bagi bangsa Indonesia. Itulah isi dari sebagian Sejarah singkat Hari Ibu yang dibacakan oleh Sinta petugas pembaca naskah.

Senin, 22 Desember 2014. Mahkamah Agung memperingati Upacara hari Ibu di halaman depan Gedung Mahkamah Agung RI. Upacara yang dihadiri oleh semua pegawai Mahkamah Agung ini dipimpin oleh Hakim Agung Sri Murwahyuni, SH., MH sebagai Pembina upacara. Hadir juga dalam upacara ini, para Pimpinan, Hakim Agung, Pejabat eselon I, pejabat eselon II, pejabat eselon III dan IV, serta Hakim Tinggi, Hakim Yustisial.

Pada tahun 1929 perikatan perkoempoelan Perempuan Indonesia (PPPI) berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Isteri Indonesia (PPII). Pada tahun 1935 diadakan kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta. Kongres tersebut di samping berhasil membentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia, juga menetapkan fungsi utama Perempuan Indoneisa sebagai IBU BANGSA, yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih menyadari dan lebih tebal rasa kebangsaannya.

Pada tahun 1938 Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung menyatakan bahwa tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu. Selanjutnya dikukuhkan oleh Pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang bukan hari libur tertanggal 16 Desember 1959 yang menetapkan bahwa hari Ibu tanggal 22 Desember merupakan Hari Nasional dan bukan hari Libur. Tahun 1946 badan ini menjadi Kongres wanita Indonesia disingkat KOWANI, yang sampai saat ini terus berkiprah sesuai aspirasi dan tuntunan zaman.

Peringatan Hari ibu dimaksudkan untuk senantiasa mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda, akan makna hari Ibu sebagai hari kebangkitan, serta persatuan dan kesatuan perjuangan kaum perempuan yang tidak terpisahkan dari kebangkitan dan perjuangan bangsa.


(sumber : https://www.mahkamahagung.go.id/rnews.asp?bid=4218)

Minggu, 21 Desember 2014

KY Minta Hakim Kasus JIS Profesional


KY Minta Hakim Kasus JIS Profesional
Persidangan kasus JIS dengan terdakwa petugas kebersihan. Foto: RES
Persidangan kasus dugaan kekerasaan seksual di Jakarta Internastional School (JIS) akan memasuki tahap akhir. Rencananya, Senin (22/12), majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan membacakan vonis terhadap lima petugas kebersihan yang menjadi terdakwa.
Terkait hal ini, Komisi Yudisial (KY) dan Komnas HAM meminta majelis hakim yang menangani kasus bertindak independen dan profesional sesuai fakta-fakta persidangan.

"KY melakukan pemantauan sejak awal hingga hari ini. Persidangan harus berlangsung dengan 'fair'. Hakim harus bekerja profesional dan mampu mengungkap kasus yang sesungguhnya terjadi," kata Komisioner KY Imam Anshori Saleh kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.

Imam menambahkan, dirinya sempat bertemu dengan Wakil Ketua PN Jakarta Selatan dan ketua majelis hakim yang menangani perkara tersebut untuk memastikan persidangan berlangsung adil dan profesional.

Anggota Komnas HAM, Nurcholis mengatakan, vonis yang akan dibacakan majelis hakim harus berdasarkan fakta di persidangan. "Kita harapkan majelis hakim kasus JIS tetap independen sesuai proses persidangan," kata Nurcholis.

Nurcholis mengakui sesuai investigasi yang telah dilakukan Komnas, tiadanya bukti yang kuat saat proses persidangan telah menciptakan perdebatan alot di internal Komnas. Hal itu terungkap dari keterangan saksi ahli yang diundang dalam persidangan seperti ahli forensik dan psikologi anak.

"Untuk itu, sangat diperlukan independensi majelis hakim supaya vonis sesuai fakta walaupun tuntutan JPU begitu," paparnya.

Komnas HAM menegaskan hasil investigasi yang dilakukan akan selesai sebelum putusan majelis hakim. Hal ini untuk memberikan masukan penting terhadap kasus JIS tersebut.

"Kita usahakan hasilnya bisa selesai sebelum putusan majelis hakim, supaya bermanfaat. Kita akan berikan hasilnya ke majelis hakim, kejaksaan, kepolisian, JIS, kedutaan-kedutaan besar," tegasnya.

Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen mengatakan, pihaknya intensif memantau perkembangan kasus tersebut. "Putusan harus didasarkan pada fakta dan bukti hukum," kata Halius.
Koordinator Riset The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) Ghufron Mabruri mengatakan, diduga kuat telah terjadi kriminalisasi terhadap para petugas kebersihan yang dituduh melakukan sodomi terhadap murid JIS tersebut.

Dia menambahkan, Imparsial akan menindaklanjuti juga pengaduan tentang dugaan adanya serangkaian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh penyidik kepada tersangka dalam proses penyidikan.

"Berdasarkan pengaduan dan bukti-bukti visual, dugaan awal telah terjadi kekerasan dan kriminalisasi terhadap mereka (petugas kebersihan)," kata Ghufron.
(Sumber : www.hukumonline.com)

Hakim Harus Percaya Diri dan Rendah Hati


 
Yogyakarta  - Sebagai wakil Tuhan di muka bumi, seorang hakim mutlak harus berintegritas dan berkualitas. Selain kedua syarat tersebut seorang hakim juga harus percaya diri dan berani memutus suatu perkara.  Demikian disampaikan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial saat menjadi pembicara dalam Sarasehan "Menjadi Hakim Siapa Takut" berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Minggu (13/12). 

Pembicara lain dalam sarasehan dosen Fakultas Hukum UGM Eddy Hiarej, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palembang Albertina Hoo, dan Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun. Acara sarasehan dihadiri ratusan mahasiswa dan sejumlah hakim yang datang dari berbagai daerah. 

Imam menekankan bahwa hakim memang harus rendah hati sebagaimana diatur dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kendati demikian dia meminta agar para hakim jangan rendah diri dalam mengadili perkara di pengadilan. "Rendah hati harus, tapi jangan rendah diri," kata Imam. 

Sebab menurut dia kalau hakim rendah diri, akan mengalami kesulitan menghadapi pengacara-pengacara yang lebih percaya diri dan meyakinkan. Akibat lebih jauh masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap lembaga peradilan. Agar tampil percaya diri hakim harus memiliki bekal ilmu yag cukup dengan terus belajar agar benar-benar menguasai materi hukum materiil maupun formil atau hukum acaranya. 

"Kalo ilmunya cukup tentu akan membuat hakim lebih percaya diri," lanjut Imam. 

Sementara itu Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palembang Albertina Hoo menjelaskan bahwa kepuasan seorang hakim adalah jika putusannya dapat memberikan keadilan kepada masyarakat pencari keadilan. Tetapi menurutnya keadilan itu sifatnya relatif. Dianggap adil oleh satu pihak belum tentu pihak lain menganggap putusan itu adil. Karena itu hakim harus mempelajari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat tertentu, sehingga dapat menggali nilai-nilai keadilannya.

Sedangkan pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun  banyak berbicara seputar status hakim sebagai pejabat negara. Sementara Dosen Fakultas Hukum UGM Eddy Hiarej banyak menyinggung tentang hakim yang tidak memahami masalah. Dia mengaku pernah diminta menjadi ahli dalam suatu perkara. Namun ditangkap salah oleh majelis hakim sehingga membuat putusan yang salah

(sumber : http://komisiyudisial.go.id/berita-5418-hakim-harus-percaya-diri-dan-rendah-hati.html)

Komisi Yudisial RI Panggil Nikita Mirzani


 
Jakarta - Komisi Yudisial (KY) hari ini memanggil artis cantik Nikita Mirzani guna klarifikasi seputar bajunya yang seksi dan robek-robek saat menghadiri sidang perceraiannya di Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan pada awal bulan lalu. Panggilan lembaga penjaga martabat dan marwah hakim tersebut dipenuhi oleh Nikita Mirzani. Niki datang mengenakan baju putih terusan sebetis lengan pendek didampingi manajer dan kuasa hukumnya. Menurut pengakuan Nikita dia diminta mengklarifikasi lima hal saja. Setelah menjelaskan panjang lebar Nikita mengaku bersyukur jika penjelasannya diterima oleh Komisioner KY. 

"Saya ke sini memenuhi undangan karena dipanggil, mengklarifikasi soal yang di PA kemarin yang pakai celana robek-robek. Sudah dijelasin kenapa Niki pakai pakaian itu dan alhamdulillah sudah diterima maafnya," kata Nikita di Gedung KY, Jakarta, Kamis (18/12/2014).

Nikita menambahkan insiden pakaiannya yang dinilai tidak sopan tersebut merupakan kejadian di luar rencana. Dia mengaku dirinya baru pulang sesi pemotretan untuk film barunya sehingga tidak sempat ganti baju. Dia juga mengaku majelis hakim sudah menegur dirinya agar tidak memakai pakaian yang tidak sopan. 

"Waktu di dalam sudah ditegur (majelis hakim), dibilangin nggak boleh pakai baju gitu. Tapi karena Niki emang nggak sengaja mau dateng ke pengadilan," katanya berkilah.

Kendati di luar rencana, Niki mengakui perbuatannya adalah salah. Karena itu dia meminta maaf jika dianggap tidak menghormati pengadilan. Dia menegaskan hal itu akan menjadi pelajaran bagi dirinya kedepan. Apalagi saat memberikan klarifikasi kepada Pimpinan KY dirinya dinasehati. 

"Tadi dikasih tahu, nggak boleh pakai sandal, nggak boleh pakai celana robek-robek. Dinasihatin, diperingatin untuk menghormati pengadilan. KY juga bertanya seputar latar belakang mengapa ia memakai baju tersebut serta apakah sudah ditegur oleh majelis hakim atau tidak," tutupnya 

Sementara itu Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Imam Anshori Saleh membenarkan pihaknya meminta klarifikasi kepada Nikita Mirzani. Menurut Imam KY mengajukan lima pertanyaan kepada Nikita. 

"Salah satu pertanyaannya tadi adalah apakah benar dia berpakaian kurang sopan? Apakah waktu masuk sidang sempat mengingatkan Nikita apa nggak?," kata Imam dihubungi terpisah

Lebih lanjut dia menambahkan pihaknya memberikan nasehat kepada Nikita agar ketika datang ke Pengadilan agar berpakaian sopan. Dia menjelaskan pemanggilan artis yang mempunyai dua anak tersebut merupakan temuan KY dari pemberitaan yang muncul di media massa. 

"Kita nasihati juga agar ke depan kalau ke pengadilan harus sopan dan sebagainya. (Pemanggilan) itu temuan dari pemberitaan media massa. Jadi bukan dari laporan, terus kita investigasi. Baru kemudian dilakukan pendalaman. Nikita bukan menjadi kewenangan KY untuk menjatuhkan sanksi. Tapi hakimnya, kalau terbukti melanggar ya kita beri sanksi, kalau tidak ya tidak ada sanksi," pungkasnya 
 
(sumber : http://komisiyudisial.go.id/berita-5421-ky-panggil-nikita-mirzani-.html)

Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan Matangkan Rencana Kerjasama Dengan Fakultas Syari’ah IAIN Padangsidimpuan



Setelah kedatangan Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Padangsidimpuan beberapa waktu yang lalu ke Kantor Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan tepatnya pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014,  kini (Kamis, tanggal 18 Desember 2014) giliran Ketua Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan yang mendatangi Fakultas Syari’ah IAIN Padangsidimpuan. Dengan didampingi oleh Panitera/Sekretaris (Bapak H. Sugeng Heriono, SH),  Bapak Drs. Mahmud Dongoran, MH disambut dengan hangat oleh Dekan Fak. Syari’ah Bapak Sumper Mulia Harahap dan beberapa Wakil Dekan diantaranya Wakil Dekan I yakni Bapak Ahmad Nizar Nasution dan yang lainnya.
Dalam pertemuan tersebut nampak dengan jelas betapa akrabnya kedua belah pihak,  acara yang dibalut dengan istilah Pak Ketua P.A. Kota Padangsidimpuan dengan “holos mangalap holos” tersebut sangat cair. Terkadang kedua belah pihak nampak sangat serius dalam berbicara namun sering juga terdengar canda tawa.
Apa yang dibicarakan oleh Ketua dan Pansek P.A. Kota Padangsidimpuan dengan pihak Fakultas Syari’ah IAIN Padangsidimpuan adalah merupakan lanjutan pertemuan yang telah terlaksana pada hari Rabu, tanggal 3 Desember 2014 yang lalu yang tujuannya adalah dalam rangka menjalin kerjasama antara kedua belah pihak dalam rangka memajukan kedua lembaga.
Pembicaraan antara kedua belah pihak begitu cair,  sehingga tidak terasa pertemuan telah berlangsung sekitar satu setengah jam, tujuan kedatanganpun rasanya sudah tercapai (holos mangalap holos), maka tepat pada pukul 10.30 WIB Pak Ketua dan Pansek akhirnya mohon pamit kepada Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Padangsidimpuan dan yang lainnya  untuk kembali lagi ke Kantor Pengadilan Agama Kota Padangsidimpuan.
 
sumber: www.pa-kotapadangsidempuan.net

Pengadilan Tinggi Agama Medan Kehilangan “Opung” / Seorang Hakim Tinggi


Lama kami tak melihat canda tawa Opung. Sudah beberapa minggu meja kerja nya kosong. Ternyata Opung memang tak ditempat, dikarenakan beliau sakit dan harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Syafira, Pekanbaru.
Opung yang menjadi panggilan dekat kami tersebut tak lain adalah Bapak. Drs. H. Lumban Hutabarat, SH, MH yaitu salah seorang Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Agama Medan. Opung dalam bahasa Medan adalah orang tua atau orang yang dituakan. Beliau adalah orang yang ramah dan bersahaja, mudah dekat kepada siapa saja yang menyapanya, tidak ada rasa takut dan segan yang berlebihan jika berada di dekatnya, bahkan sampai dengan pegawai honor pun beliau mudah bercanda ria. Oleh karena itu pulalah kami memanggilnya dengan sebutan “Opung”.
Bapak Lumban kelahiran 8 Agustus 1950 di Sibuluan, Sumatera Utara. Beliau mengawali karirnya di peradilan agama pada tahun 1981 sebagai Kaur Umum di Pengadilan Agama Kotobaru. Kemudian beliau tes calon hakim dan lulus sebagai hakim pada tahun 1983 sampai dengan tahun 2006 beliau mutasi dan promosi menjadi hakim tinggi di PTA Padang, kemudian tahun 2010 di PTA Pekanbaru, dan terakhir dilantik menjadi Hakim Tinggi PTA Medan pada tanggal 26 Agustus 2013.
Setelah dirawat di Rumah Sakit Syafira Pekanbaru namun atas kehendak Illahi Rabbi beliau wafat pada hari Minggu, 14 Desember 2014 pukul 03.00 WIB dini hari di Pekanbaru di usia ke 64. Masa kerjanya di Pengadilan Tinggi Agama Medan masih 1 tahun lebih 3 bulan, oleh karenanya kami masih merasa sangat kehilangan sosok beliau. Beliau wafat meniggalkan seorang istri bernama Ibu Dra. Zuraida Nurdin dan 6 orang anak kandung, 4 orang putera dan 2 orang puteri.
Selamat jalan Opung.. Kami keluarga besar Pengadilan Tinggi Agama Medan turut berduka cita yang mendalam. Semoga arwah beliau, amal ibadah beliau diterima Allah SWT dan segala kekhilafan beliau juga diampuni oelh Allah SWT, serta keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan. Amin...

(Sumber : www.pta-medan.go.id)

Ketua MA Mengubah Komposisi Tim Pembaruan Peradilan


Jakarta 
Ketua Mahkamah Agung Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H. mengubah komposisi Tim Pembaruan Peradilan melalui Keputusan Nomor 194/KMA/SK/XI/2014.
“Dipandang perlu revitalisasi terhadap komposisi Tim Pembaruan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja Tim Pembaruan dalam rangka melaksanakan program prioritas,” kata Ketua MA, dalam SK yang ditetapkan pada 28 November 2014 itu.
Perubahan komposisi yang paling vital ialah mengenai siapa yang menjadi Koordinator Tim Pembaruan Peradilan.
Sebelumnya, berdasarkan Keputusan Ketua MA Nomor 084/KMA/SK/V/2013, yang menjadi Koordinator Tim Pembaruan Peradilan adalah Dr. H. Widayatno Sastrohardjono, S.H., M.H. yang saat itu menjabat Ketua Kamar Pembinaan.
Kini, setelah Widayatno Sastrohardjono purnabhakti dan belum ada Ketua Kamar Pembinaan yang definitif, yang ditunjuk menjadi Koordinator Tim Pembaruan Peradilan adalah Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial H. Suwardi, S.H., M.H.
Secara garis besar, berdasarkan SK tersebut, tugas Tim Pembaruan Peradilan adalah merumuskan inisiatif pembaruan dalam suatu program prioritas, baik dari segi perencanaan maupun implementasi kegiatan.
Tim Pembaruan Peradilan terdiri dari Tim Pengarah, Tim Penasehat, Koordinator, Kelompok Kerja, dan Tim Asistensi.
Ada lima Kelompok Kerja (Pokja) dalam Tim ini, yaitu Pokja Manajemen Perkara; Pokja Manajemen Sumber Daya Manusia, Aset, Perencanaan dan Keuangan; Pokja Pendidikan dan Pelatihan; Pokja Pengawasan Internal; dan Pokja Akses terhadap Keadilan.
Ada unsur peradilan agama
Sejumlah unsur dari lingkungan peradilan agama, mulai dari Ketua Kamar Agama hingga Ketua PTA, masuk dalam Pokja-Pokja itu.
Pada Pokja Manajemen Perkara, Panmud Perdata Agama menjadi anggota Pokja bersama Dirbinadmin dan Dirpratalak Badilag.
Pada Pokja Manajemen Sumber Daya Manusia, Aset, Perencanaan dan Keuangan,  Dirjen Badilag menjadi anggota Pokja bersama Sekretaris Ditjen dan DirbinGanis Badilag.
Pada Pokja Pendidikan dan Pelatihan, hakim agung dari Kamar Agama Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.H. menjadi anggota Pokja.
Pada Pokja Pengawasan Internal, salah satu anggota Pokja adalah Ketua PTA Jakarta.
Pada Pokja Akses terhadap Keadilan, Ketua Kamar Agama  menjadi Wakil Ketua Pokja. Di antara anggota Pokja adalah Dirjen Badilag bersama beberapa staf khusus.

(sumber : badilag.net)

Selasa, 09 Desember 2014

Hakim Family Court of Australia Takjub Melihat Pengadilan Agama Ini

Jakarta 
Hakim Family Court of Australia, Honourable Justice Peter John Murphy, sangat terkesan dengan Pengadilan Agama Jakarta Pusat.   
Ia berkunjung ke pengadilan yang gedungnya terletak di kawasan Rawasari itu kemarin (8/12/2014). Tujuannya adalah mempelajari implementasi konsep Court Excellence. Selain ke PA Jakarta Pusat, hakim tinggi yang bertugas Brisbane, Negara Bagian Queensland, itu berkunjung ke Mahkamah Agung RI.
“Very good. Excellent,” kata Peter, setelah melihat berbagai ruangan, fasilitas dan layanan yang diberikan PA Jakarta Pusat.
Datang bersama hakim agung Dr. Takdir Rahmadi, S.H., M.H. dan Pimpinan AIPJ Craig Ewers, ia dipandu Ketua PA Jakarta Pusat, Dra. Hj. Rokhanah, S.H., M.H.
Mewakili Dirjen Badilag, Dirbinadmin Badilag Dr. H. Hasbi Hasan, M.H. ikut menyambut. Demikian juga dengan Ketua PTA Jakarta Dr. H. Khalilurrahman, S.H., M.H. dan Panitera/Sekretaris PTA Jakarta H. Rachmadi Suhamka, S.H.
Tiba menjelang pukul 14, sebagai penghormatan, Peter Murphy dikalungi bunga oleh Ketua PA Jakarta Pusat. Hakim senior dari Negeri Kanguru itu lantas diajak mengelilingi gedung pengadilan yang terdiri dari dua lantai plus basement itu.
Berjalan melewati koridor yang menghubungkan pintu masuk depan dan pintu masuk belakang, Peter tak sabar ingin melihat ruang sidang yang terletak di sayap gedung. Itu adalah salah satu ruang sidang PA Jakarta Pusat. Ruang sidang utama berada di belakang meja informasi dan menghadap ke ruang tunggu.
Meski bukan ruang sidang utama, penataan dan mebelair ruang sidang itu rupanya membuat Peter tertarik. Ia pun membidikkan kamera HP-nya untuk mengabadikan ruang sidang itu.
Peter sempat ingin menjajal duduk kursi majelis hakim. Tapi langkahnya tertahan, karena ada penyekat yang tidak bisa dilewati dari depan, kecuali dengan melompat.
“Masuknya lewat pintu khusus dari belakang,” Rokhanah menjelaskan.
Ketua PA Jakarta Pusat lantas mengajaknya ke pintu masuk pelayanan yang posisinya di belakang. Di sana Peter dapat melihat langsung bagaimana petugas PA Jakarta Pusat mengatur orang-orang yang hadir. Ada mesin antrian yang digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari antrian pelayanan meja informasi, antrian mendaftarkan perkara, antrian menunggu giliran sidang, hingga antrian untuk memperoleh salinan putusan dan akta cerai.
Ruang tunggu, yang siang itu sudah agak lengang, juga menarik buat Peter. Dengan perkara setahun mencapai dua ribu, deretan kursi di ruang tunggu itu bisa menampung seratusan orang.
Masih di sekitar ruang tunggu, Peter diajak menghampiri meja informasi. Dua petugas informasi, yang mengenakan jas warna hijau, sedang melayani masyarakat ketika itu.
Rokhanah lantas mempersilakan Peter menggunakan anjungan informasi yang menggunakan layar sentuh. Dengan cekatan, Rokhanah memperlihatkan menu-menu anjungan informasi itu. Ia mencontohkan jadwal sidang hari ini, yang bisa dilihat di anjungan itu, selain bisa dilihat di televisi layar datar yang terpampang di atas-belakang meja informasi.
“Bagaimana cara melihat putusan pengadilan?” tanya Peter.
Rokhanah menjelaskan, anjungan informasi hanya menyediakan informasi perkara mana saja yang telah putus. Adapun putusan yang dibuat pengadilannya dapat diakses di situs PA Jakarta Pusat dan Direktori Putusan.
Dari situ, Peter menggeser sedikit badannya yang lebih besar dibanding rata-rata badan orang Indonesia. Rokhanah memperlihatkannya pelbagai papan informasi, baik manual maupun elektronik. Ia menunjukkan papan informasi mengenai kewenangan absolut, panjar biaya perkara, prosedur berperkara, hingga statistik perkara di PA Jakarta Pusat.
“Ya, pengadilan harus transparan. Ini bagus sekali,” Peter memberi respons.
Berikutnya, Peter diajak melihat-lihat ruang posbakum dan ruang mediasi. Ada yang khas di ruang mediasi. Selain dilengkapi meja-kursi yang nyaman dan aromanya harum, ruang perdamaian itu juga ditempeli gambar-gambar besar untuk membangun keluarga sakinah.
Di dekat pintu masuk ruang mediasi, terdapat standing banner yang menginformasikan daftar mediator. “Di sini, para pihak dapat memilih mediator hakim atau mediator non-hakim,” Rokhanah menjelaskan.
Peter bergeser sedikit ke arah ruang pendaftaran yang dihuni Petugas Meja I, II dan III serta kasir yang jadi front liner pelayanan. Seluruh aktivitas di ruangan terbuka itu terpantu kamera pengintai. Di situ, Rokhanah menjelaskan fungsi ruangan dan para petugasnya.
Gerak kaki Peter selanjutnya mengarah ke ruang sidang utama. Lagi-lagi, Peter tak sabar ingin duduk di belakang meja hijau. Ia ingin merasakan bagaimana hakim PA memimpin persidangan. Ia pun duduk di kursi hakim ketua. Ketua PTA Jakarta dan Ketua PA Jakarta Pusat duduk di kanan-kirinya selayaknya hakim anggota.
Observasi partisipatoris Peter tak berhenti di situ. “Ini tempat favorit saya,” kata Peter, ketika ia diajak ke perpustakaan yang terletak di basement. Di situ berjejer buku-buku yang sebagian terasa asing buat Peter. “Ini kitab-kitab fiqh,” kata Rokhanah.
Bergeser sedikit, Peter tiba di ruang arsip. Ia senang melihat arsip yang tertata rapi. Tapi ia juga penasaran, " Ini arsip tahun berapa saja?"
Rokhanah menjawab, arsip yang ada di tempat ini adalah arsip baru. Arsip lama terdapat di gedung lama yang terletak di kawasan Tanah Abang. "Saat ini kami juga sedang mengembangkan arsip digital," kata mantan Ketua PA Karawang itu.
Ruang menyusui dan bermain anak jadi sasaran observasi berikutnya. Peter pun memasuki ruangan dengan kelir warna-warni itu.
"Di Australia, kami juga punya fasilitas seperti ini," kata Peter. "Ini sangat membantu ibu-ibu dan anak-anak yang datang ke pengadilan."
Masih di basement, Peter diajak melihat fasilitas-fasilitas penunjang lain di PA Jakarta Pusat. Ada loket BNI syariah, loket Pos Indonesia dan ruang kebugaran. Di luar itu, ada pula lapangan futsal.
“Kami sering kena macet. Supaya segar dan tidak stress, kami sediakan fasilitas ini,” kata Rokhanah, ketika menerangkan fungsi ruang kebugaran yang di dalamnya terdapat peralatan fitness.
Dari basement, Peter diajak naik ke lantai dua. Setelah melihat sejenak ruang kerja Ketua dan Wakil Ketua PA Jakarta Pusat, ia masuk ke aula. Di tempat itu, ia diminta untuk berbagi pengalaman sekaligus memberi masukan untuk PA Jakarta Pusat agar lebih bagus lagi.
“Saya di sini tidak ingin mengajar. Justru saya ingin belajar. Kita saling belajar,” kata Peter.
Ia mempertegas rasa takjubnya kepada PA Jakarta Pusat, yang telah berdiri sejak zaman kolonial Belanda itu. “Di sini luar biasa. Ada banyak brosur, pamflet, televisi, dan lain-lain yang menunjang pelayanan dan keterbukaan informasi,” ujar Peter.
Menurut Peter, yang baru pertama datang ke Indonesia, PA Jakarta Pusat  lebih dari yang ia bayangkan. “Saya rasa pengadilan ini patut berbangga hati dengan fasilitas yang diberikan,” ia menegaskan.
Sebelum meninggalkan PA Jakarta Pusat menjelang pukul 16, Peter menerima berbagai pertanyaan dari aparatur PA Jakarta Pusat, seputar pengadilan keluarga di negaranya. Tak hanya itu, Yang Mulia dari Australia itu juga mendapatkan cinderamata dari Ketua PA Jakarta Pusat. Sebaliknya, ia pun memberi kenang-kenangan untuk ketua pengadilan yang dikunjunginya dengan penuh antusias itu.

(sumber : www.badilag.net)

Rabu, 19 November 2014

“SILATURAHMI PENGURUS DAN ANGGOTA IKAHI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA SE SUMUT DENGAN PD IKAHI PTA MEDAN”

Pematang Siantar, 19 November 2014



Gambar  : Wakil Ketua PTA Medan, Hakim Tinggi dan Pengurus Daerah IKAHI PTA Medan


Ketua Pengadilan Agama Balige, Pengurus Cabang dan Anggota Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Pengadilan Agama Balige mengikuti kegiatan silaturrahmi dengan PD IKAHI Pengadilan Tinggi Agama Medan di Hotel Grand Palm, Pematang Siantar. Kegiatan yang bertemakan “diskusi hukum” dilangsungkan pada tanggal 19 November 2014 berdasarkan Surat Wakil Ketua PTA Medan Nomor : W2-A/2770/HM.01.1/XI/2014 tanggal 10 November 2014 yang melibatkan Anggota IKAHI dari Pengadilan Agama Pematang Siantar, Pengadilan Agama Balige, Pengadilan Agama Tarutung, Pengadilan Agama Simalungun, Pengadilan Agama Kabanjahe dan Pengadilan Agama Sidikalang.
Kegiatan “diskusi hukum” IKAHI yang berlangsung jam 08.00 WIB sampai dengan jam 16.00 WIB langsung dihadiri oleh Drs. H. Syahron Nasution, SH, MH, Wakil Ketua PTA Medan yang sekaligus membuka dan menutup acara. Adapun materi diskusi hukum adalah Manajemen Peradilan dan Hukum Acara dan Implementasinya dalam Proses Penanganan Perkara. Sedangkan sebagai narasumber adalah Drs. H. Busra, SH, MH dan Drs. H. Pahlawan Harahap, SH, MA masing-masing adalah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Medan.
Adapun hasil akhir dari diskusi hukum tersebut adalah merekomendasikan agar Pimpinan Pengadilan melibatkan para hakim untuk diskusi rutin minimal 1 bulan sekali di kantor masing-masing dan menjaga wibawa organisasi IKAHI dengan selalu bercermin kepada kode etik perilaku hakim yaitu (berprilaku adil, berprilaku jujur, berprilaku arif dan bijaksana, bersikap mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berprilaku rendah hati dan bersikap professional).
Pengurus Cabang IKAHI Pengadilan  Agama Balige yang terdiri dari Drs. Amrullah, MH (Ketua), Lanka Asmar, S.HI, MH (Sekretaris) dan M. Afif, S.HI  (Bendahara), sangat mendukung kegiatan yang diprakarsai oleh Pengurus Daerah IKAHI PTA Medan tersebut. Selanjutnya Ketua IKAHI Cabang PA Balige mengatakan IKAHI sebagai organisasi non dinas tentunya diharapkan dapat menyalurkan gagasan dan sebagai sarana menjalin silaturrahmi sesama korps hakim di seluruh Indonesia, tidak hanya lingkungan peradilan agama, namun lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan tata usaha negara dan lingkungan peradilan militer. Kemudian Drs. H. Mohd. Ridhwan Ismail, Ketua Pengadilan Agama Balige sangat terkesan dengan kegiatan yang dilaksanakan Pengurus Daerah IKAHI PTA Medan tersebut, karena banyak manfaat dan ilmu yang bisa diperoleh dalam tugas-tugas kepemimpinan dan hukum acara. Selain itu beliau mengharapkan agar  kegiatan diskusi hukum dilaksanakan secara rutin dengan mengundang narasumber yang mumpuni, baik dari kalangan internal maupun eksternal.  


Kamis, 13 November 2014

“GUGATAN PERCERAIAN BERHASIL MENCAPAI PERDAMAIAN”



Balige, 11 November 2014.

Majelis Hakim Pengadilan Agama Balige yang terdiri dari Drs. H. Mohd. Ridhwan Ismail, Lanka Asmar, S.HI, M.H dan M. Afif, S.HI pada tanggal 11 November 2014 menggelar sidang perdana perkara Nomor 0009/Pdt.G/2014/PA.Blg. Perkara perceraian dan isbat nikah merupakan perkara yang masih menjadi dominasi terbanyak di Pengadilan Agama Balige pada tahun 2014.
Pada sidang pertama tersebut, Majelis Hakim menasehati Penggugat dan Tergugat secara optimal. Diantara nasehat-nasehat perdamaian tersebut, majelis hakim menyatakan bahwa suami istri merupakan satu biduk kapal hendaklah rukun dalam membina rumah tangga, contohlah rumah tangga Nabi Muhammad SAW dan perceraian merupakan langkah terakhir dalam suatu hubungan rumah tangga apabila telah ditempuh melalui usaha damai melalui keluarga dan melalui juru damai. Setelah melalui sentuhan nasehat-nasehat dari Majelis Hakim Penggugat dan Tergugat akhirnya sepakat untuk berdamai.
Setelah berhasil mencapai perdamaian, Penggugat dan Tergugat kemudian bersalam-salaman di depan Majelis Hakim. Suasana tersebut tentunya mengisyaratkan bahwa dalam perkara perceraian yang diajukan di Pengadilan, tidak semua mesti diakhiri dengan putusnya perkawinan, Artinya Pengadilan bukan sebagai lembaga formalitas untuk melegalkan perceraian suami istri, tapi pengadilan mempunyai kewajiban moral untuk mendamaikan suami istri sebelum perkara itu diputus. Semoga kepercayaan masyarakat terhadap Pengadilan Agama makin tinggi dan mewujudkan Pengadilan Agama sebagai peradilan yang agung. 


Selasa, 04 November 2014

Catat! Moratorium PNS Tidak Berlaku Bagi Seleksi Pengangkatan Hakim

 

Taufiqqurahman Sahuri (ari saputra/detikcom) 
Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi menyatakan akan melakukan moratorium seleksi PNS selama 5 tahun ke depan. Tapi hal ini tidak berlaku bagi seleksi pengangkatan hakim.

"Semestinya tidak karena seleksi pengangkatan hakim (SPH) bukan wewenang MenPAN-RB tetapi kewenangan bersama Komisi Yudisial (KY) bersama Mahkamah Agung (peradilan umum, peradilan agama dan peradilan tata usaha negara)," kata komisioner KY, Taufiqqurohman Syahuri kepada detikcom, Rabu (29/10/2014).

Penerimaan calon hakim dari unsur PNS terakhir kali pada 2010. Setelah itu tidak ada seleksi lagi sehingga saat ini terjadi krisis hakim.

"KY-MA sudah menyusun Peraturan Bersama SPH. Mestinya Oktober ini mau buka SPH tetapi ada Peraturan Presiden (Perpres) pendidikan hakim bukan PNS yang belum diteken Presiden. Konsep sudah dikirim ke Sekretariat Negara," ujar Taufiq.

"Persyaratan pendaftaran SPH umurnya minimal 25 tahun dan maksimal 40 tahun," sambung Taufiq.

Paradigma hakim adalah PNS merupakan kesalahan warisan Orde Baru. Era Soeharto, hakim ditempatkan sebagai PNS, padahal hakim adalah pejabat negara.

"Status hakim sudah lama bukan PNS karena jika dia ada di bawah eksekutif padahal hakim itu pemegang kekuasaan yudikatif yang harus dijamin independensinya," cetus Imam.

(sumber : http://news.detik.com/read/2014/10/29/100727/2732808/10/catat-moratorium-pns-tidak-berlaku-bagi-seleksi-pengangkatan-hakim?9922032)

Senin, 03 November 2014

MA Minta Masukan Masyarakat


Hingga hari pendaftaranterakhir,Jum’at (31/10), Panitia Seleksi Calon Hakim Konstitusi MA menerima sepuluhpendaftar calon hakim konstitusi yang berasal dari hakim tinggi dan berpendidikan minimal doktor dengan dasar sarjana ilmu hukum.Selanjutnya, Panitia Seleksi yang diketuai Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial Suwardi akan melakukan seleksi administratif beberapa hari ke depan.

“Nanti tanggal 7 November 2014 diumumkan nama-nama calon hakim konstitusi yang lulus seleksi administratif, akan kita umumkan di website MA dan Kepaniteraan MA,” ujar Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur di Gedung MA, Jum’at (31/10) kemarin.

Untuk itu, kata Ridwan, Pansel MA meminta masukan masyarakat menyangkut rekam jejak masing-masing calon hakim konstitusi yang dinyatakan lulus seleksi administratif. “Setelah diumumkan nama-namanya, kita harapkan masukan rekam jejak dari masyarakat, media, Komisi Yudisial, dan lembaga swadaya masyarakat, ICW misalnya,” katanya.

Pansel MA menginginkan agar seleksi calon hakim konstitusi ini dilakukan secara transparan dan akuntabel. Sebab, pihaknya berharap seleksi ini dapat merekrut calon hakim konstitusi yang mumpuni baik dari segi kualitas maupun integritas, terutama menyangkut kemampuan dan pengalamannya. Makanya, metode dan sistem seleksi yang digunakan Pansel sekarang ini ekspektasinya cukup tinggi.

“Misalnya, harus berpendidikan doktor dan hakim tinggi, diharapkan pernah menduduki jabatan pimpinan. Dulu saja kita kirimkan doktor dan profesor : Maruarar Siahaan dan Laica Marzuki,” ungkapnya.

Saat ditanya tiga pendaftar terakhir, Ridwan enggan untuk mengungkapkan. “Nama-namanya masih dirahasiakan karena ini baru seleksi administratif. Nantilah beberapa lagi bisa dilihat saat pengumuman,” katanya.

Dia menambahkan nantinya calon-calon yang dinyatakan lulus seleksi administratif akan mengikuti seleksi tertulis, profile assessment, dan wawancara yang waktunya akan ditentukan kemudian. “Setiap calon yang mendaftar diminta menyerahkan karya tulis dengan topik peran hakim konstitusi dari MA, nantinya karya tulisnya akan diuji saat wawancara.”

Dari 10 pendaftar, 6 diantaranya Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Hakim Tinggi pada PT Papua Muslich Bambang Luqmono, Wakil Ketua PT Bangka Belitung Manahan MP Sitompul, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya M Rum Nessa, Hakim Tinggi TUN Jakarta Arifin Marpaung, Wakil Ketua PT Banda Aceh Nardiman, dan Hakim Tinggi PT Denpasar Suhartoyo.

Beri masukan
Terpisah, Komisioner KY Imam Anshori Saleh mengatakan tanpa diminta Pansel MA, KY akan memberi masukan terkait rekam jejak masing-masing calon hakim konstitusi dari MA. Sebab, calon yang mendaftar sebagian pernah mengikuti seleksi calon hakim agung, tetapi gagal.

“Tanpa diminta, KY akan beri masukan tentang rekam jejak para calon hakim konstitusi itu karena KY punya catatan terhadap calon-calon yang mendaftar itu. Tetapi, akan diplenokan dulu setelah pengumuman seleksi administratif,” kata Imam saat dihubungi, Sabtu (1/11).

Meski begitu, lanjut Imam, keputusan akhir diserahkan MA. “Nantinya, siapa-siapa saja yang diloloskan diserahkan sepenuhnya kepada Pansel MA untuk memutuskan,” katanya.

Sama halnya dengan KY, Peneliti Indonesian Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan Koalisi LSM akan memberi masukan mengenai rekam jejak masing-masing calon hakim konstitusi. “Pasti, koalisi akan meminta bantuan kawan-kawan jaringan untuk men-tracking masing-masing calon dan akan menyampaikan ke Pansel MA sebelum pengumuman seleksi administratif,” kata Erwin.

Hanya saja, dia mengingatkan agar Pansel MA tidak hanya bertumpu pada syarat-syarat formal dalam seleksi calon hakim konstitusi ini. “Jangan sampai Pansel MA mengirimkan dua nama calon hakim konstitusi dengan kualitas seadanya,” ujarnya mengingatkan.

Sebelumnya, MK telah mengirimkan dua surat permintaan perpanjangan jabatan hakim konstitusi pada Juni 2014 kepada MA dan Presiden SBY.Surat ke MA terbit karena dua hakim konstitusi dari unsur MA akan mengakhiri masa tugasnya yakniMuhammad Alim (pensiun pada April 2015) dan Ahmad Fadlil Sumadi yang mengakhiri masa jabatan periode pertamanya pada 6 Januari 2015 (2010-2015). Sementara Ketua MK Hamdan Zoelva pun akan mengakhiri masa jabatan periode pertamanya pada 6 Januari 2015.

Untuk diketahui, hakim konstitusi berjumlah sembilan orang yang terdiri dari unsur tiga lembaga negara. Yakni, tiga dari MA, tiga dari DPR, dan tiga dari presiden atau pemerintah.
 
(sumber : www.hukumonline.com)

MA Lantik Empat Pejabat Eselon II

Jakarta 
Di ruang Wiryono Projodikoro, Sekretaris Mahkamah Agung RI, Nurhadi, SH., MH, kembali melantik empat pejabat Eselon II, Senin siang (3/11).
Empat pejabat yang dilantik yaitu Dr. Zarof Ricar sebagai Sekretaris Ditjen Badan Peradilan Umum, Drs. H. Wahyudin, M.Si, sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Ditjen Badan Peradilan Umum, Partini, SH sebagai Direktur Pembinaan Administrasi Ditjen Badan Peradilan Umum dan Drs. Agus Zainal Mutaqien, SH sebagai Kepala Biro Kepegawaian, Badan Urusan Administrasi.
Sebagai Sekretaris Ditjen Badilum, Dr. Zarof Ricar menempati kekosongan yang ditinggalkan oleh H. Mugiana Sukandar, SH. MH. karena memasuki masa pensiun. Sementara itu H. Wahyudin mengisi posisi yang ditinggalkan oleh Zarof Ricar.
Partini, SH mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh H. Wahyudin dan Agus Zainal Mutaqien yang sebelumnya menjabat Panitera Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama Medan mengisi jabatan yang ditinggalkan oleh Partini, SH.
Sekilas Karir Agus Zainal Mutaqien
Lahir di Tasikmalaya 55 tahun yang lalu tepatnya 15 Maret 1959, Agus Zainal Mutaqien mengawali karir sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Pengadilan Agama Garut tahun 1983 dengan pangkat Pengatur Muda.
Tahun 1991, lulusan SI Syariah Unisba ini diangkat menjadi Panitera Pengganti di Pengadilan Tinggi Agama Bandung. Dua tahun kemudian, tahun 1993 beliau menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Kepegawaian di tempat yang sama.
Kariernya terus menanjak, setelah empat tahun menjabat Kepala Sub Bagian Kepegawaian, beliau diangkat menjadi Wakil Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama Bandung. Kemudian  beliau pun menjabat sebagai Panitera/Sekretaris Pengadilan Agama Cimahi dan Panitera/Sekretaris Pengadilan Agama Bandung.
Tahun 2005 dibentuk Pengadilan Tinggi Agama Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2005. 12 April 2006, ayah empat orang putri ini pun diangkat sebagai Panitera/Sekretaris pertama di Pengadilan Tinggi Agama Banten.
Setelah empat tahun menjadi Panitera/Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama Banten Banten, suami dari Dewi Sumili ini pun dipindah ke Pengadilan Tinggi Agama Makassar dengan jabatan yang sama. Akhir Tahun 2013 beliau dimutasi ke Pengadilan Tinggi Agama Medan.
Belum genap setahun menjabat sebagai Panitera/Sekretaris Pengadilan Tinggi Agama Medan, 3 November 2014, Mahkamah Agung mempercayakan jabatan Kepala Biro Kepegawaian, Badan Urusan Administrasi kepadanya. Selamat untuk Pak Agus dan para pejabat eselon II yang dilantik.(h2)

(sumber : www.badilag.net)

MK ‘Perintahkan’ Ketua PT Ambil Sumpah Advokat

MK ‘Perintahkan’ Ketua PT Ambil Sumpah Advokat

MK memberi tenggat waktu dua tahun kepada advokat untuk melebur kedalam wadah tunggal. Foto: Sgp
Para calon advokat mungkin akan tersenyum gembira mendengar putusan Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Mahkamah secara tegas memerintahkan agar setiap Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia harus melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1). Yakni, segera mengambil sumpah para calon advokat.

“Pengadilan Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto ada, dalam jangka waktu dua tahun sejak amar Putusan ini diucapkan,” jelas Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD, di ruang sidang MK, Rabu (30/12).

Sebelumnya, nasib para calon advokat memang terkatung-katung. Awalnya dari pecahnya organisasi advokat, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan surat kepada Ketua PT di seluruh Indonesia agar tidak mengambil sumpah calon advokat sampai terciptanya wadah tunggal organisasi advokat sebagaimana diamanatkan oleh UU Advokat.

Para calon advokat pun berontak. Mereka menguji Pasal 4 ayat (1) UU Advokat yang mengharuskan agar calon advokat diambil sumpah di Pengadilan Tinggi sebelum berpraktek. Mahkamah memang tidak menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan konstitusi, melainkan hanya memberi petunjuk agar Pasal itu dijalankan sesuai dengan rohnya.

Mahkamah, masih dalam putusannya, memang memberi jangka waktu dua tahun bagi Ketua PT. Yakni, dalam jangka waktu itu, Ketua PT harus mengambil sumpah para calon advokat darimana pun organisasinya. Mahkamah memang tak menyebut organisasi mana yang dimaksud, tetapi berdasarkan surat Ketua MA setidaknya ada tiga organisasi advokat yang 'diakui'. Peradi, KAI dan Persatuan Advokat Indonesia (Peradin).

Setelah dua tahun, Mahkamah berharap agar perselisihan organisasi advokat itu telah selesai. “Apabila setelah jangka waktu dua tahun Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang Organisasi Advokat yang sah diselesaikan melalui Peradilan Umum,” jelas Mahfud.

Putusan ini memang menggembirakan para calon advokat, tetapi menjadi pilihan dilematis bagi Ketua PT di seluruh Indonesia. Di satu sisi, Surat Ketua MA yang menyatakan agar Ketua PT tidak mengambil sumpah calon advokat sampai terciptanya organisasi wadah tunggal advokat, namun disisi lain datang putusan MK yang memerintahkan sebaliknya.

Juru Bicara MA Hatta Ali mengakui baru mengetahui putusan ini. Karenanya, ia belum membaca putusan ini secara lengkap. Namun, ia mengatakan akan membawa masalah ini untuk dibahas dalam rapat pimpinan MA. Ia juga tak mau terburu-buru menyatakan sikap MA akan menarik surat sebelumnya atau tidak. “Nanti kita rapatkan dulu,” ujarnya kepada hukumonline.

Meski begitu, Hatta sempat melontarkan kritik terhadap putusan MK ini. Yakni, terkait jangka waktu dua tahun agar para organisasi advokat itu menyelesaikan persoalannya. “Kenapa harus menunggu dua tahun agar organisasi-organisasi advokat itu supaya berdamai? Mengapa tidak disuruh selesaikan sekarang saja?” kritiknya.

Peradi vs KAI
Sekretaris Jenderal KAI Roberto Hutagalung menilai putusan ini cukup fair. “Putusan ini mengakomodir kepentingan KAI,” ujarnya. Ia mengatakan bahwa putusan ini telah mengakui KAI sebagai organisasi advokat secara de facto. Jangka waktu dua tahun, dinilai Roberto sebagai perpanjangan waktu agar para advokat benar-benar mewujudkan wadah tunggal advokat.

Ketua Umum DPN Peradi Otto Hasibuan justru punya tafsiran sendiri. Menurutnya, membaca putusan ini harus dikaitkan dengan putusan MK sebelumnya bahwa Peradi adalah satu-satunya wadah tunggal advokat. “MK menyatakan Ketua PT harus mengambil sumpah tanpa mengkaitkan dengan organisasi advokat yang secara de facto ada,” ujarnya.

Kata 'tanpa' dalam amar putusan MK ini menjadi sangat penting. Karena, lanjut Otto, organisasi advokat yang secara de facto itu harus dikesampingkan. “Yang bisa disumpah adalah organisasi yang sudah sah secara yuridis dalam putusan MK sebelumnya, yakni Peradi,” ujarnya memberi tafsir. Namun berdasarkan catatan hukumonline, dalam Putusan MK ini tak ada satu kalimat pun dalam amar putusan yang menyatakan putusan ini merujuk pada putusan MK sebelumnya.

(sumber : hukumonline.com)