Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Rabu, 28 Januari 2015

Habis dari MK, Fadlil Sumadi Nyalon Hakim Agung

Komisi Yudisial (KY) secara resmi mengumumkan penetapan kelulusan seleksi administratif calon hakim agung (CHA) periode I Tahun 2015. Dari 92 pendaftar, KY meluluskan 86 CHA yang dianggap telah memenuhi persyaratan administrative. Dari jumlah itu 56 berasal dari jalur karier dan 30 nonkarier. Salah satu calon dari karier yang diloloskan Ahmad Fadlil Sumadi, adalah mantan hakim konstitusi.

Lolosnya Fadlil ditegaskan pula oleh Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim, Taufiqurrohman Syahuri. Fadlil diusulkan UIN Walisongo dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama Semarang. “Salah satu calon dari jalur karier yang lolos Ahmad Fadlil Sumadi,” jelasnya, Rabu (28/1).

Taufiq mengatakan Ahmad Fadlil Sumadi yang dicalonkan untuk kamar agama bisa saja diarahkan mengisi kamar tata usaha negara (TUN) sesuai pengalamannya di bidang hukum tata negara. Seperti, Hakim Agung Topane Gayus Lumbuun dikenal sebagai guru besar hukum administrasi negara, tetapi dia memilih kamar pidana karena pengalamannya lebih banyak di bidang hukum pidana.

“Sebelumnya juga ada hakim agama yang kemudian memilih hakim pidana, tetapi tidak lolos. Sama dengan Fadlil yang berasal dari hakim agama, tetapi sehari-harinya pengalaman di bidang hukum tata negara. Ini bisa menjadi pertimbangan Panitia Seleksi untuk mengarahkannya ke mana,” kata dia.

Taufiq melanjutkan 86 namayang diloloskan seleksi administratif berhak mengikuti seleksi tahap kedua (seleksi kualitas) yang akan dilaksanakan pada 8-9 Februari 2015 bertempat di Pusdiklat MA, Mega Mendung Bogor. Adapun materi seleksinya mengenai penulisan makalah di tempat, legal case (analisis kasus hukum), dan analisis kasus pelanggaran kode etik. 

Sebelumnya mengikuti seleksi kualitas para peserta diminta menyerahkan dua karya profesi sesuai dengan latar belakang profesinya masing-masing. Bagi peserta dari jalur karier diwajibkan menyerahkan satu putusan pengadilan negeri dan satu putusan pengadilan tinggi (PT). Sedangkan peserta dari jalur nonkarier diwajibkan dua karya tulis ilmiah berupa makalah, buku, atau tulisan lainnya. “Bagi calon yang berprofesi jaksa boleh menyerahkan surat tuntutan, kalau profesi advokat boleh menyerahkan pembelaan,” kata dia.

Selain itu, para peserta diwajibkan untuk menyerahkan rekomendasi tiga orang tokoh yang mengenal kepribadian si calon terkait aspek integritas, intelektualitas, dan pengalaman kerja masing-masing satu orang.

KY juga berharap masyarakat diminta memberikan informasi atau penilaian secara tertulis terkait integritas, kapasitas, perilaku, karakter masing-masing CHA. Diharapkan informasinya dapat diterima paling lambat pada 29 April 2015 yang dikirim melalui email: rekrutmen@komisiyudisial.go.id atau dikirim langsung ke alamat Kantor KY RI di Jalan Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat.

“Mudah-mudahan KY bisa mendapat delapan nama. Selanjutnya KY akan menyampaikan ke DPR untuk disetujui,” harapnya.

Terpisah, Ahmad Fadlil Sumadi mengakui dirinya dicalonkan menjadi calon hakim agung oleh sejumlah koleganya di UIN Walisongo Semarang. “Itu kawan-kawan saya yang mendaftarkan dan kebetulan saya berasal dari MA. Jadi saya didaftarkan, tetapi kalau tidak lulus memang sudah nasibnya,” ujar Fadlil sambil tertawa.

Saat ditanya spesialisasi bidangnya, Fadlil menegaskan akan memilih kamar agama sesuai lembaga yang mengusulkannya meski pendidikan S-2 dan S-3-nya mengambil hukum tata negara. “Saya pilih kamar agama saja biar dekat dengan hari tua. Saya kan S-1 alumni UIN, ya jadi balik lagi ke awal saya berasal,” katanya.

Sebelumnya, KY telah membuka pendaftaran seleksi CHA sejak 29 Desember 2014 hingga 19 Januari 2015 untuk mengisi delapan lowongan hakim agung. Lowongan CHA ini untuk memenuhi permintaan MA untuk mengisi lowongan hakim agung dari kamar agama dan kamar militer masing-masing satu karena pensiun. Sedangkan lima lowongan lainnya merupakan utang KY yang belum dipenuhi dalam seleksi CHA sebelumnya.

Delapan lowongan Hakim Agung tersebut adalah 2 orang untuk kamar perdata, 2 orang untuk kamar pidana, 1 orang untuk kamar agama, 2 orang untuk kamar TUN, dan 1 orang untuk kamar militer.
 
(sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54c8f94faaca4/habis-dari-mk--fadlil-sumadi-inyalon-i-hakim-agung)

Senin, 26 Januari 2015

KY Terima 92 Pendaftar Calon Hakim Agung




Jakarta – Sejak Komisi Yudisial (KY) membuka pendaftaran seleksi Calon Hakim Agung (CHA) Periode I Tahun 2015 mulai 29 Desember 2014 hingga 19 Januari 2015 (stempel pos), KY hingga Jumat siang (23/1) telah menerima 92 orang yang mendaftar untuk mengikuti seleksi CHA. Dari jumlah itu, sebanyak 56 orang berasal dari jalur karier dan 36 orang dari jalur non karier.

Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Taufiqurrohman Syahuri menjelaskan, sebanyak 23 pendaftar memilih kamar agama, 19 pendaftar memilih kamar perdata, 31 pendaftar memilih kamar pidana, 6 pendaftar memilih kamar militer dan 13 pendaftar memilih kamar Tata Usaha Negara (TUN).

Untuk kamar agama sebanyak 23 orang dari karier, kamar perdata sebanyak 8 orang dari karier dan 11 orang dari non karier, dan kamar pidana sebanyak 17 orang dari karier dan 14 orang dari non karier. Selanjutnya kamar militer terdiri dari 5 pendaftar dari karier dan hanya 1 orang dari non karier, sementara kamar TUN terdiri dari 3 orang dari karier dan 10 orang dari non karier.

“Semua nama pendaftar tersebut, rencananya akan dibahas di rapat pleno untuk menentukan kelulusan secara administratif. Sedangkan pengumuman kelulusan seleksi administrasi rencananya akan diumumkan pada 28 Januari mendatang,” jelas Taufiq di Gedung KY, Jakarta.

Pria kelahiran Brebes ini berharap, jika dari seleksi CHA kali ini KY akan mendapatkan calon hakim agung yang memiliki kapasitas dan berintergritas. Pasalnya, kata Dosen Universitas Sahid Jakarta ini, jabatan hakim adalah jabatan yang mulia. Ia juga meminta agar para hakim tidak berhenti belajar.

"Harapan KY adalah mendapatkan calon hakim agung yang mulia karena berintegritas dan cerdas. Di tangan hakim, warga mempercayai suatu perselisihan untuk diputus, maka akan berbahaya jika negara tidak dapat memperoleh hakim yang mulia dan cerdas sebagai hakim agung,” imbuhnya.

Sekadar diketahui, untuk seleksi CHA Periode I Tahun 2015 ini berdasarkan permintaan dari MA untuk menggantikan hakim agung yang memasuki masa purnabakti dan untuk melengkapi kekurangan hasil seleksi sebelumnya di tahun 2014. Total kebutuhan hakim agung seleksi kali ini adalah delapan posisi hakim agung, yaitu kamar agama 1 orang, kamar perdata dua orang, kamar pidana dua orang, kamar Tata Usaha Negara dua orang dan kamar militer satu orang.

(Sumber : http://www.komisiyudisial.go.id/berita-54232-ky-terima-92-pendaftar-calon-hakim-agung.html)

Soal Mahkamah Privilegiatum, MA: Sepanjang Ada UU yang Mengatur, Kita Siap

 
Hakim agung Suhadi (dok.detikcom)

Jakarta - Usulan hak imunitas kepada komisioner KPK dinilai melanggar prinsip negara hukum. Ke depan, lebih elok jika membuat Mahkamah Privilegiatum, yaitu pengadilan khusus mengadili pejabat negara.

Mahkamah Agung (MA) siap melaksanakan Mahkamah Privilegiatum sepanjang ada payung hukum yang ada. "Harus ada regulasinya, ada aturan-aturannya yang memayungi lembaga sehingga ada dasar untuk melaksanakannya," kata jubir MA hakim agung Suhadi saat berbincang dengan detikcom, Senin (26/1/2015).

MA sebagai pelaksana UU siap melaksanakan seluruh amanat negara. Seperti pengadilan sengketa pilkada yang dari Mahkamah Konstitusi (MK) kembali lagi ke MA. Padahal sebelumnya, DPR mencabut kewenangan mengadili sengketa pilkada dari MA dan diserahkan ke MK.

"Semua tergantung yang mengatur, bagaimana ketentuannya, tergantung UU yang mengatur," ujar Suhadi.

Mahkamah Privilegiatum ini pernah dibentuk pada tahun 1950-an untuk mengadili Menteri Negara Sultan Hamid dan menjatuhkan hukuman 10 tahun. Mahkamah Privilegiatum ini merupakan pengadilan ad hoc yang mengadili pejabat negara yang digelar di MA dengan putusan bersifat final dan binding. Ahli hukum tata negara dari Universitas Jember Dr Bayu Dwi Anggono menilai Mahkamah Privilegiatum lebih cocok dihidupkan lagi daripada memberikan hak imunitas kepada pejabat negara yaitu komisioner KPK.

"Dulu juga kita pernah melakukannya pada saat ada kasus PKI, kita membentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) untuk mengadili tokoh-tokoh PKI. Jadi (Mahkamah Privilegiatum) bisa saja terjadi, tergantung payung hukumnya, bagaimana hukum acaranya," kata Suhadi.

Mahmilub itu dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 16 Tahun 1963 tentang Pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 24 Desember 1963. Duduk sebagai Ketua Mahmilub yaitu Ketua MA waktu itu, Ali Said. Mahmilub mulai menyidangkan Nyono pada 14 Februari 1966. Setelah itu berturut-turut diperiksa dan diadili Letnan Kolonel Untung, Dr Soebandrio, Laksamana Madya Omardhani, Brigjen Supardjo dan lain-lain.

Saat ini, lembaga semacam Mahkamah Privilegiatum sudah ada tapi khusus untuk Presiden/Wakil Presiden yaitu melalui mekanisme di Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden/Wakil Presiden yang diduga kuat melakukan tindak pidana, dapat dimohonkan DPR untuk diadili ke MK, apakah benar tudingan itu atau tidak.

"Jadi daripada kita mendorong adanya imunitas terhadap pejabat negara seperti imunitas untuk komisioner KPK yang potensial bertentangan bersamaan dengan prinsip setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum, maka lebih baik kita pikirkan kembali alternatif untuk menggunakan instrumen Forum Privilegiatum," ujar Bayu.

(Sumber : http://news.detik.com/read/2015/01/26/100946/2813625/10/soal-mahkamah-privilegiatum-ma-sepanjang-ada-uu-yang-mengatur-kita-siap)

Selasa, 20 Januari 2015

Pisah Sambut Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama



Jakarta 
Senin pagi, (12/01/2014) bertempat di Ruang Rapat Ditjen Badilag Lt.VI, dilakukan acara pisah sambut Direktur Jenderal  Badan Peradilan Agama MA RI yang lama, YM. Dr. H. Purwosusilo, SH.,MH dengan Direktur Jenderal Peradilan Agama  yang baru Drs. H. Abdul Manaf, MH. Hadir  pada kesempatan tersebut seluruh pejabat Eselon II, III, IV dan  staf Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama MA RI.
Dalam sambutannya YM. Dr. Purwosusilo yang kini bertugas sebagai Hakim Agung MA RI mengucapkan terimakasih kepada para eselon II, III , IV serta seluruh staf atas kerja kerasnya dalam membangun dan mengembangkan peradilan agama , YM. Dr. Purwosusilo juga menegaskan bahwa saat ini sudah resmi seluruh pegawai Ditjen Badan Peradilan Agama agar tidak lagi memanggil dirinya sebagai “Dirjen”, karena tugas yang diembannya sebagai Dirjen Badilag telah berakhir.

YM. Dr. Purwosusilo juga mengungkapkan bahwa sebenarnya beliau sejak dilantik menjadi Dirjen sampai dengan pensiun  sesungguhnya kurang dari dua  tahun, namun karena  masih diamanatkan oleh Sekretaris Mahkamah Agung sebagai Plt. Dirjen maka masa jabatan beliau ketika memimpin Dirjen Badilag menjadi dua tahun. 
Beliau pun  berpesan agar seluruh pegawai Ditjen Badilag bekerja secara ikhlas dan “enjoy”  dalam melaksanakan tugas keseharian. Karena dengan ikhlas dan menikmatinya , pekerjaan akan lebih mengasyikkan. Beliau juga tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih dan permohonan maaf yang tulus apabila selama memimpin Ditjen Badilag masih terdapat kekurangan.

Sementara itu ,Dirjen Badan Peradilan Agama yang baru, Drs. H. Abdul Manaf, MH.  mengatakan bahwa, jabatan dan tanggung jawab yang diberikan begitu besar untuk memimpin Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama. “Oleh karena itu, saya membutuhkan dukungan, bantuan, partisipasi  seluruh pegawai Ditjen Badilag seperti dukungan yang pernah diberikan ke YM . Dr. Purwosusilo ketika memimpin Ditjen Badilag”  ujarnya.

Beliaupun mengucapkan terimakasih  kepada YM. Dr. Purwosusilo yang telah banyak berbuat baik untuk Ditjen Badilag dan mendoakan untuk kebaikannya di tempat barunya sebagai Hakim Agung .

(Sumber : www.badilag.net)

Senin, 19 Januari 2015

Jokowi Diminta Segera Terbitkan Perpres Rekrutmen Cakim


Jokowi Diminta Segera Terbitkan Perpres Rekrutmen Cakim
Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri. Foto: RES.

Komisioner Komisi Yudisial (KY) secara resmi telah bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Seleksi Calon Hakim (Cakim) termasuk mengatur pembiayaan pendidikan cakim yang lulus seleksi pengangkatan hakim.
 
Saat ini, Mahkamah Agung (MA) tengah membutuhkan sekitar 750 hakim baru lantaran hampir lima tahun terakhir belum ada rekrutmen sejak peralihan status hakim menjadi pejabat negara.

Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim, Taufiqurrohman Syahuri mengatakan pihaknya telah bertemu Presiden Jokowi untuk membicarakan masalah ini di Istana Kepresidenan pada Jum’at (16/1) sore kemarin. Menurut dia, Jokowi menyatakan persetujuan untuk penerbitan Perpres tersebut. “Secara prinsip, Jokowi mendukung karena saat ini sudah krisis hakim,” ujar Taufiq saat dihubungi di Jakarta, Senin (19/1).

Taufiq mengatakan krisis terjadi lantaran selama lima tahun terakhir tidak ada rekrutmen bagi calon hakim tingkat pertama. Alhasil, banyak daerah yang mengalami kekosongan hakim pada pengadilan negeri. Hal ini mengganggu jalannya sistem promosi dan mutasi pimpinan pengadilan.
 
“Hakim di daerah-daerah kosong karena hakim yang lama naik pangkat, sementara hakim baru belum ada,” kata dia.

Kini, KY hanya menunggu agar Jokowi segera menandatangani Perpres tersebut. Taufiq mengungkapkan draf Perpres tersebut sudah berada di Sekretariat Negara (Setneg). “Aturan ini sebenarnya hanya beberapa prinsip yang sangat sederhana, payung hukum saja yang dibutuhkan, saya kira sehari cukup, tinggal apa presiden menganggap ini prioritas atau tidak,” ujarnya.

Permintaan senada disampaikan Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur. Dia meminta pemerintah harus segera menerbitkan Perpres Rekrutmen Calon Hakim karena persoalan ini butuh payung hukum. Sebab, sudah lima tahun terakhir pengadilan kekurangan hakim, sementara perkara setiap pengadilan cukup banyak.

“Sudah lima tahun kami (pengadilan) kewalahan karena banyaknya perkara. Apalagi semenjak adanya pengadilan perikanan yang baru,” ujar Ridwan saat dihubungi.

Karenanya, MA mendesak Presiden Jokowi menerbitkan Perpres pengangkatan hakim. Dia berharap mulai sekarang KY harus mempersiapkan semua perangkat dalam pelaksanaan seleksi calon hakim ini. “Ini agar kami bisa segera membuka rekrutmen calon hakim (ketika Perpres turun),” kata dia.

Dia mengungkapkan setiap tahun MA menganggarkan dana untuk rekrutmen calon hakim. Namun, karena belum ada Perpresnya, rekrutmen calon hakim tidak pernah dilaksanakan, sehingga dananya harus dikembalikan. Seperti dalam Anggaran MA Tahun 2014 yang telah menganggarkan untuk rekrutmen 350 calon hakim. “Karena rekrutmen tidak jadi, uangnya harus dikembalikan,” keluhnya.  

Ditegaskan Ridwan, krisis kekurangan hakim ini bakal menyulitkan pelaksanaan sistem mutasi dan promosi di lingkungan pengadilan. Misalnya, untuk mengangkat jabatan pimpinan susah sekali karena jenjang kepangkatan yang jauh, karena hakim yang baru masuk diangkat 4-5 tahun yang lalu.

“Sekarang terasanya kekurangan hakim, tetapi nanti terasanya saat ada promosi jabatan pimpinan pengadilan,” katanya.

Untuk diketahui, hingga kini jumlah hakim di empat lingkungan peradilan seluruh Indonesia ada sekitar 8.241 hakim termasuk hakim ad hoc sebanyak 383 hakim ad hocHakim Agung berjumlah 53 orang, sedangkan idealnya berjumlah 60 hakim agung.

Namun, sejak akhir Desember 2014, KY tengah menjaring calon hakim agung ke sejumlah daerah untuk mengisi delapan hakim agung baru pada semester pertama tahun 2015. Delapan Hakim Agung untuk mengisi 2 orang untuk Kamar Perdata, 2 orang untuk Kamar Pidana, 1 orang untuk Kamar Agama, 2 orang untuk kamar TUN, dan 1 orang untuk Kamar Militer.

(sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54bd1f34b5ec8/jokowi-diminta-segera-terbitkan-perpres-rekrutmen-cakim)

Minggu, 18 Januari 2015

Media Berperan dalam Pengawasan Hakim




Manado  - Media mempunyai peranan penting sebagai katalisator bagi penegakan hukum di Indoensia. Kekuatan media dapat mengontrol kebijakan dan kinerja pemerintah. Komisi Yudisial (KY) sebagai bagian dari pemerintah memerlukan peran serta media dalam penegakan hukum di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Eman Suparman saat mengunjungi harian Manado Post disela-sela kesibukannya melakukan Sosialiasasi dan Penjaringan Calon Hakim Agung (CHA) di Pengadilan Tinggi Manado.

Pada kesempatan tersebut Eman yang didampingi oleh Kepala Biro Rekrutmen Advokasi dan Peningkatan Kapasitas Hakim Heru Purnomo disambut oleh Redaktur Pelaksana Manado Post Filip Kapantow berserta Pemimpin Redaksi Manado Post Online Rudni di Graha Pena Jalan Babe Palar No 62 Wanea, Manado, Senin (12/01).

Eman menjelaskan wewenang dan tugas KY, khususnya dalam melakukan Seleksi Calon Hakim Agung (SCHA). Pada periode I tahun 2015 ini KY akan melakukan seleksi untuk memenuhi permintaan Mahkamah Agung (MA) dalam mengisi delapan kekokosongan hakim agung.

Menurut Eman, kedatangan KY ke Manado dalam rangka mensosialisasikan dan menjaring calon potensial yang ada di daerah, khususnya di wilayah Sulawesi Utara.

"Media di daerah punya peran penting dalam membantu KY mensosialisasikan tugas KY, serta memberi informasi ke KY terkait track record hakim yang ada di daerah," ungkap Eman.

Terkait pengawasan hakim, Eman meminta peran serta media untuk membantu KY dalam melakukan pengawasan hakim di daerah. Media dapat memberikan informasi kepada KY kalau ada dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

"Kalau media mengetahui hal-hal yang melanggar KEPPH silahkan laporkan ke KY langsung atau melalui kantor penghubung di daerah," ajak Guru Besar Universitas Padjajaran, Bandung ini

(Sumber : http://www.komisiyudisial.go.id/berita-54222-media-berperan-dalam-pengawasan-hakim.html)


MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 25 Juni 2010
Nomor       : 089/KMA/VI/2010
Lampiran: -
Perihal       : Penyumpahan Advokat
Kepada Yth.
Para Ketua Pengadilan Tinggi
di -
Seluruh Indonesia
Dalam Surat Mahkamah Agung tanggal 01 Mei 2009 No.52/KMA/V/2009 ditegaskan bahwa berhubung masih adanya perseteruan diantara para organisasi advokat, tentang siapa sesungguhnya organisasi yang sah menurut Undang-undang Advokat, maka Ketua Pengadilan Tinggi diminta untuk sementara tidak mengambil sumpah para Calon Advokat, karena akan melanggar Pasal 28 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003.
Kenyataan yang ditemui, perseteruan yang nyata adalah antara Peradi dan KAI, maka dengan adanya kesepakatan antara Pengurus Pusat Peradi yang diwakili oleh Ketua Umumnya Dr. Otto Hasibuan dengan Pengurus Pusat KAI yang diwakili oleh Presidennya Indra Sahnun Lubis, SH. MH., pada tanggal 24 Juni 2010 di hadapan Ketua Mahkamah Agung, telah melakukan kesepakatan yang pada intinya organisasi advokat yang disepakati dan merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat adalah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).
Berhubung dengan telah adanya kesepakatan tersebut, maka Mahkamah Agung menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Mahkamah Agung mencabut kembali surat Ketua Mahkamah Agung tertanggal 01 Mei 2009 No.052/KMA/V/2009;
2.      Para Ketua Pengadilan Tinggi dapat mengambil sumpah para calon advokat yang telah memenuhi syarat, dengan ketentuan bahwa usul penyumpahan tersebut harus diajukan oleh Pengurus Peradi, sesuai dengan jiwa kesepakatan tanggal 24 Juni 2010.Demikian untuk dilaksanakan.
KETUA MAHKAMAH AGUNG-RI,

ttd.

Harifin A. Tumpa

Tembusan Yth:
1. Para Wakil Ketua Mahkamah Agung RI;
2. Para Ketua Muda Mahkamah Agung RI;
3. Para Ketua Pengadilan Tinggi Agama;
4. Para Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara;
5. Kadilmiltama;
6. Para Kepala Pengadilan Militer Tinggi;
7. DPN Peradi;
8. DPP KAI

Sabtu, 17 Januari 2015

“Calon Kapolri antara Ranah Hukum dan Ranah Politik”



Oleh :
Lanka Asmar, SHI, MH
Sekretaris IKAHI Pengadilan Agama Balige 

(Opini telah dimuat koran Waspada Medan tanggal 16 Januari 2015)

Keberadaan Kepolisian Republik Indonesia di bawah kekuasaan Presiden Republik Indonesia dan tidak dibawah Kementerian tentunya menjadikan lembaga kepolisian sejajar dengan lembaga Kementerian. Lembaga kepolisian yang dipimpin oleh seorang Kapolri bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Tentunya sebagai lembaga negara yang diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, kepolisian berfungsi untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut sejarah, awal mula terbentuknya lembaga kepolisian sudah ada semenjak zaman Majapahit, yang pada waktu itu patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan dan pada masa kolonial Belanda, dikenal istilah kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk pada tahun 1897-1920 dan merupakan cikal bakal terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang, kepolisian Indonesia dibagi menjadi 4 bagian yaitu Pertama. Kepolisian Jawa dan Madura berpusat di Jakarta, Kedua. Kepolisian Sumatera yang berpusat di Bukittinggi, Ketiga. Kepolisian wilayah Indonesia Timur berpusat di Makasar, dan Keempat. Kepolisian Kalimantan yang berpusat di Banjarmasin. Pada masa awal kemerdekaan yaitu tahun 1945-1950, tepatnya pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan tanggal 21 Agustus 1945, Inspektur Kelas I, Letnan Satu Mochammad  Jassin, Komandan Polisi di Surabaya memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang. Pada awalnya Kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Kemudian pada tanggal 1 Juli 1946 berdasarkan Penetapan Pemerintah Tahun 1946 No. 11/S.D Djawatan Kepolisian Negara bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri.
Hingga saat ini, Jenderal Polisi Sutarman merupakan Kepala Polri yang ke 21  yang mana Kapolri pertama adalah Komisaris Jenderal Polisi Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo yang menjabat dari tanggal 29 September 1945 sampai dengan 14 Desember 1959. Jenderal Polisi Sutarman diperkirakan akan memasuki pensiun pada bulan Oktober 2015, sehingga Presiden mengusulkan nama Calon Kapolri Komjen Polisi Budi Gunawan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk disetujui sebagai calon Kapolri. Namun pada tanggal 12 Januari 2015 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terhadap Komjen Polisi Budi Gunawan yang berarti statusnya menjadi tersangka.
Tentunya proses pengusulan dan pengangkatan Calon Kapolri Komjen Polisi Budi Gunawan menimbulkan perdebatan politik dan hukum. Berdasarkan kewenangan Presiden Jokowi, pengusulan Komjen Budi Gunawan ke DPR merupakan hak prerogatif Presiden dan merupakan proses politik dan berdasarkan pasal 46 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK mempunyai wewenang menetapkan seseorang sebagai tersangka. Kemudian berdasarkan pasal 50 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka tersangka berhak segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya diajukan ke Penuntut Umum. Jika Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Kapolri, tentunya sebagai seorang tersangka mesti menjalani proses penyidikan dan proses peradilan nantinya. Tentunya ada 2 proses yang mesti dijalani oleh Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan yaitu proses politik dan proses hukum.
Seorang calon Kapolri tidak dapat berasal dari eksternal lembaga kepolisian Republik Indonesia dan dari kader partai politik tertentu. Karena berdasarkan pasal 11 ayat 6 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa calon Kapolri adalah perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang pangkat dan karir.  Oleh sebab itu, jabatan seorang Kapolri bebas dari unsur pihak ekternal kepolisian. Hal ini berbeda dengan lembaga Kejaksaan, yang mana syarat untuk menjadi Jaksa Agung berdasarkan pasal 20 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjelaskan yaitu warga Negara Indonesia, setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berijazah paling rendah Sarjana Hukum, sehat jasmani dan rohani dan berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela.  Tentunya jabatan Jaksa Agung dapat dijabat oleh pihak eksternal dari Kejaksaan baik dari unsur politik, akademisi dan PNS.
Jika kita lihat pengusulan dan pengangkatan Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh Presiden Jokowi yang telah melibatkan Kompolnas, tetapi tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK. Meskipun tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan untuk melibatkan KPK dan PPATK, tentunya untuk mendapatkan seorang calon Kapolri yang bersih, berintegritas, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela hendaknya KPK dan PPATK diminta pendapatnya. Sebelumnya Presiden Jokowi dalam pengangkatan Jaksa Agung HM Prasetyo juga tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan PPATK, hal ini berbeda ketika pengangkatan Menteri pada Kabinet Kerja yang melibatkan KPK dan PPATK.
Keterlibatan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam pengusulan calon Kapolri oleh Presiden Jokowi memang secara tegas diatur dalam pasal 38 ayat 1 huruf (b) Undang-undang  Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mana Kompolnas bertugas untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pembertian Kapolri. Lembaga Kompolnas dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komisi Kepolisian Nasional yang mana keanggotan Kompolnas terdiri dari 9 orang yaitu Menkopolhukam (Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan)  sebagai Ketua merangkap anggota, Menteri Dalam Negeri (Wakil Ketua merangkap anggota), Menteri Hukum dan HAM, serta 6 orang yang berasal dari tokoh masyarakat dan pakar kepolisian (anggota). Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komisi Kepolisian Nasional diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional.  Sehingga susunan keanggotan Kompolnas diubah menjadi unsur pemerintah 3 orang, pakar kepolisian 3 orang dan tokoh masyarakat 3 orang. Berdasarkan 16 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011, Ketua dan Wakil Ketua Kompolnas dipilih dan ditetapkan oleh Presiden.
Kompolnas merupakan lembaga struktural dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kompolnas dapat memberikan evaluasi terhadap kinerja Kapolri dalam rangka pemberhentian. Tentunya kompolnas merupakan penasehat Presiden terhadap kinerja seorang Kapolri apakah mau diusulkan atau diberhentikan. Presiden Jokowi menyatakan bahwa usulan pengangkatan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri adalah usulan dari Kompolnas.  Kemudian Presiden Jokowi pada hari Jum’at tanggal 9 Januari 2015 mengirimkan surat bernomor R-01/Pres/01/2015 kepada Ketua DPR RI perihal pemberhentian dan pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
   Berdasarkan Surat dari Presiden Jokowi tersebut, maka Komisi III dan DPR telah menindaklanjuti untuk dilaksanakan fit and properties.  Berdasarkan keterangan Komjen Budi Gunawan di Komisi III DPR bahwa berdasarkan surat Bareskrim bernomor R/1016/DitTipideksus/X//2010/Bareskrim yang bersifat rahasia, Bareskrim telah melakukan pemeriksaan terhadap Irjen Polisi Budi Gunawan dan tidak terbukti memiliki transaksi keuangan yang tidak wajar seperti laporan PPATK. Komisi III DPR akhirnya menyetujui Komjen Budi Gunawan untuk dijadikan sebagai Kapolri dan atas didasarkan asas praduga tidak bersalah.
Jika kita lihat pada pemerintahan Presiden SBY, seorang Menteri yang ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung mengundurkan diri menjadi Menteri di Kabinet. Misalnya : Menteri Agama Surya Dharma Ali yang mengundurkan diri ketika tersangkut kasus korupsi dugaan penyelenggaraan haji.
Menurut pernyataan pimpinan KPK, bahwa Komjen Budi Gunawan dijerat dengan pasal 12 huruf a atau huruf b, pasal 5 ayat 2, pasal 11 atau pasal 12 b Undang-undang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dan terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup. Kemudian KPK meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah anak Komjen Budi Gunawan yang bernama Hervianto, Komjen Budi Gunawan, Anggota Polri bernama Iie dan guru sekolah pimpinan Polri bernama Syahtria Sitepu berpergian ke luar negeri.
Tentunya tarik menarik ranah hukum dan ranah politik dalam pengusulan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan tidak dapat dihindarkan. Menurut Curzon (1979 :44) hukum dan politik mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain. Sedangkan menurut Achmad Ali, pada kenyataannya (sein) tidak mungkin menghindarkan hukum untuk digunakan sebagai alat politik, terutama jika dikaitkan dengan konsep negara hukum dan dikaitkan dengan fungsi hukum sebagai alat rekayasa yang menghendaki peran aktif penguasa politik. Kinilah saatnya KPK membuktikan kepada masyarakat bahwa KPK adalah lembaga Negara yang independen dan bebas dari pengaruh manapun. Sehingga ada adigium yang menyatakan bahwa dimana ada masyarakat disitu ada hukum ( ubi societas ibi jus) yang artinya penegakan hukum merupakan kebutuhan dari masyarakat. Berjalannya sistem hukum tentunya mesti ditopang oleh subtansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.  
Sebagai pejabat publik, seorang Kapolri tentunya akan berhadapan dengan dunia internasional. Tentunya Presiden Jokowi mesti mempertimbangkan, tanggapan-tanggapan dunia internasional nantinya, jika seorang Kapolri berstatus tersangka KPK. Asas praduga tidak bersalah tentunya harus dibuktikan di depan pengadilan, bukan di hadapan lembaga eksekutif dan legislatif. Karena putusan pengadilan nantinya yang akan menyatakan seorang bersalah atau tidak. Lembaga eksekutif  dan legislatif sebaiknya menghormati proses hukum dan tidak mengintervensi  KPK dalam penegakan hukum.  
  


Penutup
Rakyat Indonesia saat ini mengharapkan bahwa pimpinan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah orang-orang yang bersih, kredibel dan jujur. Calon kapolri yang saat ini masih tahapan proses politik, diharapkan menghasilkan Kapolri yang benar-benar mampu mengemban amanat rakyat di bidang keamanan. Sehingga nantinya tidak ada pergantian Kapolri dalam jangka waktu 1 tahun, oleh karena tersangkut masalah hukum. Namun, apa pun keputusan yang dihasilkan oleh proses politik nantinya, mesti dihormati dan dihargai, karena Kapolri adalah salah satu figur dalam penegakkan hukum.

Kamis, 15 Januari 2015

Pembina IKAHI Periode 2012 s/d 2016


Diklat Terlalu Singkat Jadi kendala Bagi Calon Hakim




Jakarta  - Komisi Yudisial (KY) menerima kunjungan delegasi perwakilan dari Studiecentrum Rechtspleging (SSR) dan Centre for International Legal Cooperation (CILC) Belanda (14/1). Kunjungan delegasi, untuk membicarakan peran KY dalam proses rekruitment hakim. Tamu dari Belanda ini, diterima Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Imam Anshori Saleh dan Ketua
Bidang Peningkatan Kapasitas Hakim Ibrahim yang didampingi Sekjen KY Danang Wijayanto.

Menurut Imam, salah satu permasalahan yang dihadapi dalam proses rekruitmen hakim di Indonesia, waktu pelaksanaan diklat yang singkat. Setelah diklat mereka langsung magang praktek kerja di pengadilan. Akibatnya, calon hakim yang masih memiliki pengetahuan sangat mendasar, ketika menghadapi kasus nyata ditambah dengan perkembangan hukum yang cukup pesat mulai dari bisnis, lingkungan, dan sebagainya, calon hakim tersebut belum memiliki pengetahuan yang cukup memadai.

"Setelah menjalani diklat antara enam bulan sampai dengan satu tahun para calon hakim langsung praktek kerja di pengadilan, ini bisa jadi masalah karena terlalu singkat sehingga mereka masih memiliki pengetahuan yang elementer, contohnya para calon hakim tersebut bisa membuat putusan dengan memakai undang-undang yang sudah dicabut," kata Imam.

Sementara itu, Ibrahim menjelaskan tentang fokus KY dalam menjaga marwah hakim yaitu melakukan training dalam menjaga perilaku hakim yang fokus pada bagaimana hakim mengerti tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Di samping training tentang nilai-nilai moralitas dan keadilan.
"Harapan kami ke depannya adalah bagaimana hakim bisa didorong fokus dalam bidang tertentu sehingga bisa menghasilkan putusan yang berkualitas, selain diadakannya pelatihan-pelatihan bersama atara KY, MA dan MK karena ini penting untuk menemukan kesamaan antara lembaga ini tentang suatu konsep hukum," tambahnya.

Wakil SSR Rosa Jansen berharap ke depannya dapat menjalin kerjasama dengan Komisi Yudisial, mengingat materi yang disampaikan sangat menarik bagi delegasi dari Belanda ini.

(sumber : www.komisiyudisial.go.id)

Arief Hidayat: Independensi, Integritas, Imparsialitas Harga Mati


Arief Hidayat: Independensi, Integritas, Imparsialitas Harga Mati
Ketua MK terpilih Arief Hidayat (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Ketua MK terpilih Anwar Usman (kanan) seusai proses pemilihan, Senin (12/1). Foto: RES

Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Anwar Usman secara resmi telah mengucapkan sumpah jabatan sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) untuk periode 2015-2017 di hadapan Mahkamah dalam sidang pleno khusus di Gedung MK, Rabu (14/1). Prosesi pengucapan sumpah kedua jabatan ini dilanjutkan penandantanganan berita acara pengambilan sumpah jabatan oleh para hakim konstitusi.

“Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua MK dengan sebaik-baiknya, dan seadil-adilnya. Memegang teguh UUD 1945 dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut UUD 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa,” ucap Arief saat pengucapan sumpah jabatan di hadapan Mahkamah di Gedung MK, Rabu (14/1).

Acara pengambilan sumpah ini disaksikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah pejabat negara diantara Ketua MA Hatta Ali, Ketua KY Suparman Marzuki, Ketua DPD Irman Gusman, dan sejumlah menteri Kabinet Kerja, serta mantan hakim konstitusi.  

Sebelumnya, Senin (12/1) kemarin, Arief terpilih sebagai Ketua MK untuk periode 2013-2016 secara aklamasi dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). Arief menggantikan posisi Hamdan Zoelva yang mengakhiri masa baktinya pada 7 Januari 2015 lalu. Untuk periode yang sama, Anwar Usman terpilih sebagai wakil ketua MK melalui pemungutan suara empat putaran setelah berhasil mengalahkan Aswanto

Dalam pidato perdananya, Arief mengatakan sebagai peradilan konstitusi, MK memiliki peran strategis sebagai pengawal dan penafsir konstitusi sesuai kewenangannya. Karenanya, dalam menjalankan tugas konstitusional tersebut independensi, integritas, dan imparsialitas MK merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.

“Dengan ini, MK dapat mengawal dan menafsirkan konstitusi melalui putusannya yang memenuhi keadilan masyarakat, kepastian hukum, dan bermanfaat,” kata Arief.

Menurutnya, dengan modal independensi, integritas, dan imparsialitas ini, MK mampu secara perlahan-lahan memulihkan kepercayaan publik ketika melewati masa ujian yang sangat berat. Hal ini tentunya berkat kerja keras pimpinan MK, para hakim konstitusi, dan semua organ Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal yang mampu mengembalikan marwah MK sebagai peradilan yang dipercaya publik.  

“Karena itu, secara khusus kami mengucapkan berterima kasih kepada Hamdan Zoelva yang telah bekerja keras sebagai ketua MK pada masa-masa sulit yang berada dalam titik nadir,” kata dia.

Di sisi lain, dikatakan Arief pelaksanaan putusan MK sepenuhnya bergantung pada kesadaran semua elemen bangsa untuk mewujudkan negara hukum yang konstitusional. Karenanya, dia mengapresiasi semua lembaga negara dan masyarakat yang secara sukarela telah mematuhi dan melaksanakan putusan-putusan MK sebagai bagian kepatuhan pada konstitusi.

“Saya optimis, dengan kesadaran dan komitmen ini kita akan dapat menjaga dan menegakkan konstitusionalitas Indonesia. Dengan ini, kita dapat mencapai tujuan nasional yang telah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945,” harapnya.

Penguatan putusan
Usai pelantikan, Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan di bawah kepemimpinan Arief, MK akan terus melakukan perubahan di masa-masamendatang terutama penataan struktur organisasi dan pengembangan SDM. Sebab, penguatan institusi menjadi sangat penting bagisiapapun yang memimpin MK. “Saya kira Ketua MK yang baru akan melakukan perbaikan ke arah itu,” kata Hamdan.

Selain itu, penguatan putusan MK tidak kalah penting karena sebagai lembaga peradilan putusan itu adalah mahkota. Sebab, kalau putusannya bagus dengan sendirinya  putusan MK akan dihormati. “Pelaksanaan putusan MK sangat tergantung pada alasan dan dasar putusan dijatuhkan. Kalau putusannya sangat lemah itu bisa melemahkan MK sendiri dan orang bisa tidak hormat pada putusan MK,” kata dia.

Menurutnya, masing-masing institusi negara menyadari betul pelaksanaan putusan MK sangat tergantung pada organ dan  lembaga negara lain. Karenanya, koordinasi menjadi sangat penting. “Ada rencana juga melakukan koordinasi dengan MA karena banyak hal untuk menyamakan persepsi dalam hal  implementasi putusan MK.”

(sumber : www.hukumonline.com)