Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Selasa, 17 April 2012

Diskusi IKAHI Pengadilan Agama Balige


Pada hari Selasa pada tanggal 10 April 2012, seluruh Hakim dan Pegawai Pengadilan Agama Balige berkumpul di ruang sidang untuk mengikut diskusi IKAHI setiap bulan.Kegiatan ini juga dihadiri oleh Keynote Speaker Pembina Ikahi Drs. Mazharuddin, MH dan Drs. Al Azhary, SH, MH
Adapun yang bertindak sebagai pembawa acara adalah Drs. Abdul Haris, staf Pengadilan Agama Balige. Beliau merupakan mantan Wakil Sekretaris dari Pengadilan Agama Gunung Sitoli. 

Adapun sebagai Narasumber adalah M. Shalahuddin Hamdayani, SH, MA dengan judul pengangkatan anak dan Drs. Irmantasir, M.HI dengan judul Verzet.
Acara ini sangat antusis diikuti oleh Hakim dan Pegawai, terbukti dengan banyaknya pertannyaan yang diajukan oleh Hakim diantaranya Lanka Asmar, S.HI dan M. Afif, S.HI dan dari pegawai oleh Harfida, A Md dan Mairiza Yulianti, S.Si.
Akhirnya acara diakhiri oleh sepatah kata oleh Pembina IKAHI dan acara ditutup secara resmi oleh pembawa acara.


Kamis, 05 April 2012

Sudah Sangat Mendesak, Kesejahteraan Hakim dan Aparat Pengadilan Ditingkatkan


*
Ketika saya mewakili Sekretaris Mahkamah Agung RI memimpin Tim Sekretariat MA dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, 28 Maret lalu, saya diberondong desakan oleh para anggota DPR yang terhormat itu agar MA lebih memperhatikan kesejahteraan hakim.
Di antara para anggota yang terhormat itu ada yang minta agar segera diupayakan kenaikan gaji hakim, serta tunjangan dan penghasilan lainnya yang kini dinilai sangat rendah. Anggota lainnya minta agar segera disiapkan fasilitas untuk kepentingan hakim, seperti rumah dinas dan lainnya.

Anggota yang terhormat lainnya ada juga yang mewartakan betapa memprihatinkannya kehidupan para hakim dan keluarganya, baik mengenai tempat tinggalnya, alat transportasinya dan  kehidupan ekonomi lainnya, akibat penghasilan yang sangat minim.
Bahkan ada anggota Komisi III itu yang menceritakan telah dihubungi oleh hakim yang akan melakukan mogok sidang.  Anggota yang terhormat itu merasa memang sudah waktunya kesejahteraan hakim dinaikkan. Secara berseloroh dia mengatakan setuju adanya demo mogok dari hakim-hakim itu, asal di luar waktu sidang.
Ketika saya diberi waktu untuk memberikan jawaban atau komentar pada RDP tentang Penyempurnaan Perubahan RKA-KL 2012 itu, sudah barang tentu saya menyatakan kegembiraan dan terima kasih atas perhatian Komisi III DPR dalam memperjuangkan kenaikan anggaran MA yang proporsional, khususnya tentang perhatian dan dukungannya atas kesejahteraan para hakim.
Saya juga menyatakan kesepakatan saya atas apa yang diceritakan para anggota Komisi III DPR mengenai keprihatinan kesejahteraan para hakim dan seluruh aparat pengadilan.
Saya paparkan secara singkat sudah lama tunjangan dan gaji para hakim tidak naik, sementara gaji PNS lainnya sudah berkali-kali mengalami kenaikan. Anggaran untuk remunerasipun,  yang sudah disetujui oleh DPR seluruhnya, sudah bertahun-tahun hanya disetujui oleh pihak eksekutif untuk bisa dicairkan 70%.
Akhirnya, atas nama keluarga besar MA dan pengadilan-pengadilan di bawahnya saya minta dukungan DPR atas upaya-upaya yang akan dan telah banyak dilakukan pimpinan MA dalam meningkatkan kesejahteraan hakim dan aparat pengadilan.
**
Kemarin pagi, 4 April, saya masuk ruang kerja sebelum pukul 7.30. Saya hidupkan TV, langsung saya tertarik dengan acara yang sedang disiarkan oleh MetroTV.  Biasanya, sarapan pagi saya setelah hari-hari sebelumnya melakukan dinas luar adalah membaca surat-surat yang menumpuk atau menandatangani surat dan dokumen kepegawaian, tapi kali ini saya ganti dengan nonton acara Interaktif Editorial Media Indonesia di MetroTV, sampai selesai tayangan itu pukul 8.
Judul editorial “Jangan Menunggu Yang Mulia Demo” sangat menarik untuk disimak.  Saya melihat judul itu persis seperti yang ditulis di editorial Media Indonesia edisi print out-nya.
Dalam editorial itu ditulis bahwa hakim adalah pejabat negara. Namun, disadari atau tidak, sesungguhnya sekitar 7.000 hakim belum diperlakukan sebagai pejabat negara meski mereka disapa Yang Mulia dalam ruang sidang.
Dalam dialog interaktif di MetroTV itu, ada pemirsa yang menyatakan tidak cukup hakim yang harus dinaikkan kesejahteraannya, tapi juga aparat pengadilan secara keseluruhan, sebab peran mereka juga besar dalam proses penanganan perkara.
Editorial itu menyatakan bahwa gaji hakim hampir setara dengan upah minimum regional buruh. Upah minimal buruh di Jakarta pada 2012 adalah sebesar Rp 1.529.150,- per bulan, sementara gaji pokok  seorang hakim ada yang Rp 1,9 juta. Masya Allah.
Remunerasi yang baru diterima 70% tiap bulan juga disinggung dalam editorial itu.  Bahkan selanjutnya dinyatakan “…bahwa negara tidak akan bangkrut bila memprioritaskan pemberian 30% remunerasi hakim yang belum terbayar dan kemudian menaikkan gaji mereka”.
Dalam editorial ini juga disebutkan bahwa MA sejak 1,5 tahun telah mengusulkan kenaikan gaji hakim. Akan tetapi usulan itu tak kunjung mendapat  jawaban. Editorial itu pada intinya sangat mendukung adanya perbaikan gaji dan tunjangan hakim.
Saya yakin banyak lagi pihak yang mendukung adanya perbaikan penghasilan hakim dan aparat pengadilan, meski ada pula yang tidak setuju dengan adanya rencana mogok sidang.
Di acara MetroTV itu ada pula masyarakat yang berkomentar ketidak-setujuannya terhadap mogok sidang. Contohnya komentar seperti “Biarkan hakim mogok sidang, masyarakat akan menghakimi sendiri para koruptor”, atau “Silahkan mogok, masih banyak orang yang antri ingin menjadi hakim”, dan sebagainya.
***
Saya sendiri jelas sangat setuju adanya perbaikan kesejahteraan para hakim dan aparat pengadilan lainnya. Kini sudah saatnya, penghasilan  itu ditingkatkan sehingga dapat mencapai kesejahteraan yang pantas.
Kisah yang mengenaskan tentang kehidupan para hakim dan aparat pengadilan sering kita dengar. Dan memang itu benar. Kita tahu persis.  Betapa sedihnya hati ini bila mendengar kisah-kisah pilu nan nyata itu.
Saya juga tahu persis betapa gigihnya para pimpinan MA ini dalam mengupayakan kesejahteraan hakim dan aparat pengadilan lainnya. Kenaikan gaji, tunjangan fungsional, tunjangan jabatan, remunerasi, tunjangan pejabat negara dan lain-lainnya, selalu menjadi perhatian dan upaya yang dilakukan pimpinan MA.
Hanya memang, sesuai dengan sunatullah dan alasan-alasan tertentu, upaya itu kadang berhasil kadang tidak, kadang memuaskan kadang tidak, kadang dipenuhi kadang tidak.
Kini, saya melihat suasana cukup kondusif kemungkinan adanya kenaikan penghasilan itu. Banyak pihak yang mendukung ke arah sana. Saya optimis, mendengar dukungan Komisi III DPR dan pers, upaya MA akan berhasil. Mudah-mudahan.
Memang kewajiban kita adalah melakukan upaya. Orang beragama selalu bilang, kita wajib berusaha, Tuhanlah yang menentukan.
Upayapun, kita lakukan secara elegan dan simpatik, tidak malah kontra produktif, atau merugikan masyarakat luas.
Saya salut dan mengapresiasi kawan-kawan yang gigih melakukan upaya adanya kenaikan kesejahteraan, sambil tetap melakukan upaya dan langkah peningkatan pelayanan publik dan reformasi peradilan. Upaya gigih itu perlu pula dibarengi dengan peningkatan integritas dari semua komponen peradilan.
Saya yakin upaya kita semua akan berhasil. Namun tetap, kita perlu selalu tawakkal kepada Allah SWT. Mudah-mudahan kita diberi yang terbaik di mata Allah dan diberi keberkahan oleh Allah. Kalaupun upaya kita belum berhasil, mudah-mudahan ada hal yang lebih baik yang tersembunyi, yang hanya Allah-lah yang mengetahuinya.
Saya selalu ingat firman-Nya: “Wa ‘asa an takrohu syaian fahua khoirullakum, wa’asa an tuhibbu syaian fahua syarrullakum”.  Siapa tahu yang engkau tidak senangi itu justru baik bagimu, dan siapa tahu yang engkau senangi itu justru jelek bagimu.
Mudah-mudahan upaya kita berhasil, dan mudah-mudahan pula “justru yang kita senangi itulah yang mempunyai akibat baik bagi kita”.
Masalah penghasilan adalah masalah yang berkaitan dengan rizki. Setelah shalat kita selalu berdo’a: “…wa ziyadatan fil’ilmi, wa barokatan firrizqi…”. Kita selalu minta ilmu yang banyak dan rizqi yang berkah. Tidak pernah kita hanya berdo’a”: …wa ziyadatan firrizqi...”.  Namun demikian, kita sepakat, kita akan lebih senang jika diberi rizki yang banyak dan berkah. Wallahu a’lam bishshowab. (WW).

KY: Kesejahteraan Hakim Layak Diperhatikan


KY
Komisi Yudisial.

Jurnas.com | WAKIL Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh menilai kesejahteraan hakim layak untuk

diperhatikan. Namun jabatan yang mulia tersebut tidak pantas dinodai dengan aksi yang merugikan lembaga penegak hukum tersebut.

"KY dan Pimpinan MA (Mahkamah Agung) sedang memperjuangkan kenaikan kesejahteraan hakim. KY sudah menyampaikan soal kesejahteraan hakim langsung kepada Presiden SBY dan meminta perhatian jajaran kementerian terkait," kata Imam Anshori melalui pesan singkat kepada Jurnal Nasional, Senin (2/4).

Ia menjelaskan desakan terkait peningkatan gaji dan tunjangan hakim yang menguat akhir-akhir ini akan segera disikapi secara serius dengan mengirim surat kepada menteri terkait yang akan ditembuskan kepada presiden. "Yang ditangani hakim di pengadilan itu perkara miliaran atau triliunan rupiah. Kalau gaji mereka rendah, mereka mudah tergoda," kata dia.

Hakim Karanganyar Minta Naik Gaji

KARANGANYAR, suaramerdeka.com – Persoalan gaji hakim mulai merambah ke daerah. Sejumlah hakim di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar mengeluhkan gaji yang mereka terima masih jauh dari minim, bahkan dibandingkan dengan gaji PNS yang ada di lingkungan mereka.
"Kenyataannya memang demikian. Gaji kami jauh lebih rendah dibandingkan dengan PNS yang golongannya sama dengan kami. Karena itu kami berharap ada perhatian dari pemerintah soal gaji ini," kata Ari Karlina SH, salah seorang hakim.
Tentunya, mereka berharap ada kenaikan kesejahteraan yang diterima. Sebab gaji yang diterima selama ini masih minim, dan jauh dari kata layak. Apalagi jika dibandingkan dengan kesejahteraan hakim-hakim yang ada di negara lain.
Tentang beberapa ajakan rekannya di daerah lain, yang akan melakukan aksi mogok, tidak mau memimpin sidang, Ari mengatakan, hakim di Karanganyar kemungkinan tidak aka berbuat sejauh itu,
"Kami berharap akan ada peningkatan. Meski demikian, sebagai seorang hakim kami akan tetap akan bekerja secara profesional dan menyerahkan sepenuhnya hal itu pada kebijakan pemerintah pusat."
Senada, Bunga Lili SH juga mengutarakan pendapat senada. Dibandingkan dengan PNS yang memiliki golongan sama di lingkup PN sendiri, gaji dan tunjangan hakim lebih rendah.
Saat ditanya berapa yang diterima, dia berkilah, soal nominal tidak akan  menyebutkan. Tetapi gaji mereka memang masih belum layak.

Ini Dia Rumah Bersama Para 'Wakil Tuhan'

Rumah tinggal hakim PN Liwa (dok.pribadi)
Jakarta Dalam adagium hukum, hakim disebut sebagai "wakil Tuhan" sebab dalam memutus perkara dia hanya bertanggung jawab kepada Tuhan. Meski "wakil Tuhan", tetapi kualitas rumahnya sangat jauh dari rumah wakil rakyat (DPR) atau rakyat biasa.

Seperti terlihat di bekas kantor pengadilan penghubung yang dijadikan rumah bersama di Liwa, Lampung. Awalnya, Liwa belum mempunyai pengadilan sendiri. Namun karena luasnya Lampung maka dibangunlah pengadilan penghubung untuk bersidang.

Memasuki 2006, Liwa memiliki pengadilan negeri (PN) sendiri dan dibangun gedung baru. Masalah baru muncul sebab para hakim PN Liwa tidak dibangunkan rumah dinas. Alhasil, bangunan gedung lama menjadi rumah bersama 4 hakim dan beberapa tenaga honorer.

"Mulai ditempati sejak 2006 hingga sekarang," kata mantan hakim PN Liwa yang kini tugas di Aceh Tamiang, Sunoto, saat berbincang dengan detikcom, Kamis (5/4/2012).

Karena bekas kantor, maka secara fisik cukup luas. Tetapi bangunan tersebut sudah tidak layak untuk menjadi tempat tinggal hakim. Atap seng bocor, kaca pecah di sana-sini, plester semen berlobang hingga toilet duduk dari semen. "Saya beli alas karpet plastik, supaya kelihatan lebih bersih," kata Sunoto yang tinggal di rumah tersebut selama 16 bulan dari 2008 hingga pertengahan 2009.

Untuk dihuni 4 hakim, mereka harus berbagi ruang. Sunoto yang membawa istri dan kedua anaknya mendapat jatah 2 ruang. Lalu Sunoto mengakali dengan memasang sekat tripleks dan membangun satu toilet supaya tidak berebutan dengan penghuni lainnya.

"Waktu pertama kali masuk, cat terkelupas dan kumuh di sana-sini. Lalu saya cat sendiri," papar pria asal Pati ini.

Meski kini dia telah bertugas di Aceh, rumah bersama tersebut tetap dihuni oleh para hakim. Tidak ada perabotan mewah. Para tamu harus duduk di lantai. Jika ingin melepas penat, bisa duduk santai di teras dengan kursi bekas pengunjung pengadilan. "Untuk bayar listrik kami patungan," papar hakim yang menggondol gelar Master Kenotariatan ini.

Tingkat kesejahteraan yang rendah tersebut membuatnya nekat menyerukan aksi mogok sidang. Seruan ini dilakukan untuk mengetuk pintu Kepala Negara guna memperhatikan kesejahteraan 'Yang Mulia'. Seruan ditanggapi positif oleh ribuan hakim di berbagai pelosok Indonesia. Sebagai bukti telah terkumpul dana logistik perjuangan Rp 51 juta hasil sumbangan ratusan hakim.

"Jumlah ini terus bertambah. Dipakai untuk salah satunya membeli tiket pesawat bagi perwakilan hakim yang akan melakukan audiensi dengan MA, KY dan DPR pada Senin (9/4) mendatang," ujar Sunoto.

(asp/nrl)

Hubungan Gedung Pengadilan dan Indepedensi Hakim


http://images.hukumonline.com/frontend/lt4f7c47702b498/lt4f7c68beee419.jpg
Ilustrasi gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: Sgp

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang bebas dan merdeka. Setiap hakim harus memutus secara independen. Dia tak boleh terpengaruh oleh desakan dan ancaman pihak yang berperkara dan masyarakat. “Hakim harus sudah independen sejak di pikiran. Dia harus mempunyai kemampuan untuk berpikir independen dan keberanian untuk memutuskan perkara,” ujar Hakim pada Mahkamah Agung (Hogeraad) Belanda Marc Loth dalam kuliah umum di Indonesia Jentera School of Law (IJSL) di Jakarta, Kamis (24/3).
 
Lothtak memungkiri adanya tekanan-tekanan dari media massa yang kerap ditujukan kepada para hakim. Ini terjadi bukan hanya di Belanda, tetapi juga di Indonesia. “Media massa juga kadang-kadang bisa menekan hakim dalam memutus,” ujarnya.
 
Meski begitu Loth menilai ‘tekanan’ media massa ini bukan merupakan aspek hukum dari independensi peradilan. Artinya, tak ada pelanggaran hukum. Ini hanya aspek psikologi atau moral dari independensi peradilan. “Hakim harus mempunyai keberanian. Ketika perkara datang, dia harus berani memutus perkara meski harus bertentangan dengan pendapat populer di media massa atau publik,” tegasnya.
 
Terpisah, Anggota Komisi Yudisial (KY) Djaja Ahmad Jayus juga menyoroti pentingnya independensi hakim ketika memeriksa dan memutus perkara. Sayangnya Djaja menilai struktur bangunan gedung pengadilan di Indonesia kurang mendukung independensi seorang hakim, terutama dari intervensi dari pihak-pihak yang sedang berperkara.
 
Iamenuturkan struktur bangunan pengadilan di Indonesia hanya mempunyai satu pintu masuk dan pintu keluar pengadilan yang diperuntukan semua pihak. Yakni, para hakim, pengunjung dan pihak yang berperkara. “Struktur bangunan seperti ini memungkinkan hakim berinteraksi dengan pihak-pihak berperkara. Mereka bisa saja bertemu untuk sekadar makan siang dan lain-lain,” tuturnya.
 
“Ini berbeda dengan pengadilan di beberapa negaralain. Di sana, dibedakan pintu masuk (ruang) untuk hakim dan pintu masuk (ruang) untuk pihak berperkara. Kalau disini, mereka bisa bertemu baik sengaja maupun secara tak sengaja dengan pihak yang berperkara sebelum persidangan dimulai,” jelasnya.
 
Pernyataan Djaja ini dialami sendiri oleh Yuri Ardiansyah. Hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Parigi, Sulawesi Tengah (Sulteng)inimengatakan di PN Parigi, orang bisa dengan mudah keluar masuk ke pengadilan, dan mendekati ruang hakim. Bahkan, penjual makanan dan minuman pun dengan mudah menjajakan dagangannya ke ruang hakim.
 
Yuri menuturkan bila melarang secara langsung tentu sulit dilakukan karena justru dikhawatirkan masyarakat akan membenci pengadilan dan para hakim. Cara yang ia terapkan selama ini adalah dengan memberi tahu ke petugas honorer agar para penjual tak memasuki ruangan hakim.
 
Namun, selain ini, ada masalah yang lebih parah. Yakni, seputar keselamatan hakim yang bertugas. Yuri berharap untuk menegakan independensi peradilan, hakim harus dijamin keselamatannya ketika di dalam maupun diluargedung pengadilan. Hal ini masih luput diperhatikan oleh negara.
 
“Ada orang yang pernah mencari-cari saya ke rumah menggunakan senjata tajam untuk menanyakan perkaranya yang saya putus. Dia kalah dalam perkara yang saya putus. Untung saja yang dia cari sebenarnya panitera, saya tak tahu apa hubungan orang itu dengan panitera,” pungkasnya.