Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Jumat, 31 Oktober 2014

Mantan Hakim Pimpin Badan Legislasi DPR

Mantan Hakim Pimpin Badan Legislasi DPR

Setelah melewati mekanisme pemilihan, akhirnya Badan Legislasi dipimpin oleh anggota dari Fraksi Gerindra, Sareh Wiyono. Pemilihan dilakukan melalui sistem paket ketua dan tiga orang wakil ketua. Pengesahan pemilihan dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, di Gedung DPR, Kamis (30/10).

“Sesuai ketentuan Pasal 64 ayat (7) Tata Tertib DPR, maka saya akan pimpin pemilihan pimpinan Baleg,” ujar Fadli Zon.

Dalam pemilihan, kelima fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) yakni Fraksi Golkar, Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat mengusung calon yang sama. Paket itu adalah Ketua Sareh Wiyono dari Fraksi Gerindra, dan tiga orang wakil ketua yakni Firman Subagyo dari Golkar, Saan Mustofa dari Demokrat dan Totok Daryanto dari PAN.

Anggota Baleg terdiri dari 74 orang. Namun, berdasarkan pantauan hukumonline, saat pemilihan yang dilakukan secara aklamasi tidak seluruh anggota Baleg menghadiri pemilihan tersebut.

Asal tahu saja, Baden Legislasi merupakan alat kelengkapan dewan yang cukup strategis dalam pembahasan legislasi di DPR. Oleh sebab itu, pimpinan mesti berlatar belakang hukum.

Anggota dari Fraksi Gerindra, Martin Hutabarat mengatakan untuk merespon kebutuhan Baleg dalam penentuan pimpinan alat kelengkapan, maka dibutuhkan figur yang memiliki kemampuan mumpuni. Apalagi, Baleg merupakan alat kelengkapan yang menjadi sorotan dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU).

“Kita bagaimana merespon agar Baleg bisa dipimpin dengan kredibilitas dan integritas,” ujarnya.

Martin mengatakan, pemilihan nama Sareh agar masuk dalam usulan menjadi Ketua Baleg telah melalui pertimbangan matang. Menurutnya, Sareh orang yang berlatar belakang disiplin ilmu hukum.

“Kami sudah pertimbangkan dengan latar belakang hukum dan akademis, sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Beliau orang yang tepat untuk menjadi ketua Baleg,” ujarnya.

Fadli Zon mengamini pandangan seluruh fraksi yang mengusulkan Sareh dan calon wakilnya. Menurut Fadli, lantaran hanya terdapat satu paket calon pimpinan Baleg, maka langsung dapat disahkan dengan merujuk pada ketentuan Pasal 64 Tatib DPR.

“Mengingat calon pimpinan hanya satu paket, maka calon Ketua Sareh Wiyono dari Fraksi Gerindra, dan tiga orang wakil ketua yakni Firman Subagyo dari Golkar, Saan Mustofa dari Demokrat dan Totok Daryanto dari PAN disahkan menjadi pimpinan Baleg,” ujarnya.

Berdasarkan catatan hukumonline, Sareh Wiyono pernah menjadi Panitera Mahkamah Agung pada 2007.  Sebelum ditarik ke MA, Sareh sebelumnya adalah hakim tinggi PT Bali. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sareh pernah diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam perkara pemberian dana bantuan sosial di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Komisi Yudisial (KY) juga pernah melaporkan Sareh ke KPK atas kasus yang sama.

MKD dipimpin PKS
Sementara Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) resmi dipimpin oleh anggota Fraksi PKS, Surahman Hidayat. Dalam menjalankan alat kelengkapan MKD, Surahman didampingi dua orang wakilnya, yakni Lili Asdjudiredja dari Golkar, dan Sufmi Dasco Ahmad dari Gerindra.

Anggota MKD Jhon Kennedy mengatakan, jumlah anggota berjumlah 17 orang. Namun, dari data yang ada hanya 10 orang yang hadir. Soalnya, 5 fraksi belum mengirimkan nama anggota untuk mengisi alat kelengkapan dewan. Menurutnya, setelah dilakukan pemilihan, MKD langsung bekerja dalam rangka menegakan kehormatan dewan.

“Dalam waktu singkat kita akan menjadwal apa yang harus ditangani oleh MKD,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, MKD akan bekerjasama dengan Sekretariat Jenderal (Sekjen) DPR karena anggota MKD merupakan anggota DPR. Salah satu kasus pelanggaran yang akan diperiksa adalah insiden membalik meja saat paripurna pekan lalu yang diduga dilakukan oleh politisi PPP.

“Tentu saja (akan diperiksa, red). Dalam pemilihan Ketua DPR ada anggota-anggota yang naik ke panggung, apakah itu akan ditindaklanjuti atau tidak kita perlu bahas. Yang jelas itu masuk agenda yang akan dibahas,” ujarnya.

Soal adanya DPR tandingan, Jhon menegaskan akan membahas hal tersebut dalam rapat MKD. Menurutnya, semua yang dikerjakan oleh anggota dewan mengacu pada UU MD3 dan Tatib DPR. Ia menilai membentuk DPR tandingan sudah masuk kategori melanggar Tatib DPR dan UU MD3.

“Yang jelas itu melanggar Tatib dan UU MD3, mekanismenya sudah diatur semua. KMP tidak masuk ke kabinet apakah KMP membuat kabinet tandingan,” pungkasnya.
(sumber : www.hukumonline.com)

Selasa, 28 Oktober 2014

Badilag Berharap Pedoman Pola Mutasi Hakim Peradilan Agama Segera Disahkan




Jakarta
Hingga dua bulan sebelum tahun 2014 berakhir, Pedoman Pola Mutasi Hakim Peradilan Agama belum disahkan. Setelah melakukan penyempurnaan beberapa kali, Badilag berharap agar naskah tersebut segera ditandatangani oleh Ketua MA.
“Mudah-mudah akhir bulan ini sudah bisa disahkan,” ujar Plt Dirjen Badilag Dr. H. Purwosusilo, S.H., M.H., di ruang kerjanya, Senin (27/10/2014).
Purwosusilo mengungkapkan, pihaknya telah mengirim naskah yang telah disempurnakan itu kepada pimpinan MA dua pekan lalu. “Kami kirimkan kepada Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial,” ungkapnya.
Jika menengok ke belakang, sesungguhnya penyusunan Pedoman Pola Mutasi Hakim Peradilan Agama telah dilakukan Badilag lebih dari satu tahun.
Mei 2013, Badilag mulai menyiapkan draft awal Pedoman Pola Karir Tenaga Teknis Peradilan Agama. Tenaga teknis di situ meliputi hakim, tenaga kepaniteraan dan kejurusitaan.
Agustus 2013, Ketua MA Dr. H. M. Hatta Ali, S.H., M.H. menandatangani Keputusan Ketua MA Nomor 139/KMA/SK/III/2013 tentang Pembaruan Pola Mutasi Hakim Karir dan Pola Pembinaan Hakim Ad Hoc pada Peradilan-peradilan Khusus di Lingkungan Peradilan Umum. Badilag menjadikan SK tersebut sebagai rujukan.
Oktober 2013, Badilag menyelenggarakan kegiatan Penyusunan Pedoman Pola Karir Tenaga Teknis Peradilan Agama di Bogor. Badilag juga membentuk sebuah tim untuk mematangkan draft awal yang telah disusun pada Mei 2013. Tim itu terdiri atas Dirjen Badilag, Sekretaris Ditjen Badilag, beberapa pejabat eselon III dan IV, serta dibantu beberapa staf dari Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama. Sejumlah hakim tinggi pengawas pada Badan Pengawasan MA juga dilibatkan.
November 2013, Dirjen Badilag menandatangani Keputusan Dirjen Badilag Nomor 2246/DJA/OT.01.13/SK/XI/2013 tentang Pedoman Pola Karir Tenaga Teknis Peradilan Agama. SK itu mengatur pola karir tenaga teknis peradilan agama dari perekrutan hingga mencapai jenjang karir tertinggi.
Maret 2014, proses penyusunan pola karir tenaga teknis peradilan agama dibahas dalam rapat koordinasi pimpinan Badilag dengan seluruh Ketua PTA/MSA di Jakarta. Disepakati, penyusunan naskah tersebut harus melibatkan perwakilan PTA yang merepresentasikan tiga wilayah, yaitu timur, tenga dan barat.
Mei 2014, Badilag menggelar kegiatan Penyempurnaan Pedoman Pola Mutasi Hakim Peradilan Agama di Bogor. Kegiatan tersebut dihadiri Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Ketua Kamar Agama, beberapa hakim agung dan perwakilan Ketua PTA. Tujuannya adalah menyempurnakan isi Keputusan Dirjen Badilag Nomor 2246/DJA/OT.01.13/SK/XI/2013 agar bisa ditingkatkan kekuatan hukumnya melalui Keputusan Ketua MA.
Dan Oktober 2014, Badilag menyerahkan naskah yang telah disempurnakan itu kepada Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, ending-nya tinggal setahap lagi: Ketua MA menandatangani naskah tersebut.
(sumber : www.badilag.net)

Selasa, 21 Oktober 2014

Hakim Ingatkan UU Pilkada Sudah Hilang Akibat Perppu

Hakim Ingatkan UU Pilkada Sudah Hilang Akibat Perppu


Sejak terbitnya Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota mengakibatkan objek pengujian UU No. 22 Tahun 2014 yang mengatur hal yang sama menjadi hilang. Penegasan itu disampaikan majelis  MK yang diketuai Arief Hidayat dalam sidang perdana pengujian UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (UU Pilkada).

“Objek permohonan UU Pilkada baik formil maupun materil sudah tidak ada (hilang) karena saat ini yang berlaku Perppu Pilkada,“ ujar Arief Hidayat dalam sidang pemeriksaan pendahuluan uji formil UU Pilkada di ruang sidang MK, Senin (20/10). Arief didampingi Maria Farida Indrati dan Patrialis Akbar selaku anggota majelis panel.

Permohonan pengujian UU Pilkada ini diajukan sejumlah warga negara diantaranya T Yamli, Kusbianto, Samulia Surya, Harun Nuh Dkk. Mereka menilai proses persetujuan UU Pilkada itu oleh DPR pada 25 September lalu cacat formil. Sebab, proses persetujuan itu tidak memenuhi kuorum pengambilan keputusan yakni setengah dari jumlah anggota DPR yang hadir sesuai Pasal 284 ayat (1) Tatib DPR, sehingga harus dibatalkan.

“Kita tetap ajukan uji formil UU Pilkada ini karena masih ada batasan waktu 45 hari. Kami berpikir jika Perppu Pilkada ditolak DPR, UU No. 22 Tahun 2014 akan berlaku, otomatis hak untuk ajukan uji formil UU Pilkada terlewati,” ujar kuasa hukum para pemohon UU Pilkada, Hasan Lumban Raja.

Arief mengungkapkan ada problem implementasi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ketika Perppu ditolak (tidak disetujui DPR) belum menjamin UU sebelumnya serta merta berlaku kembali. Artinya, perlu pembahasan dan pengesahan UU yang sama dengan nomor yang berbeda.

“Jadi ada UU Pilkada lain dengan nomor yang berbeda diundangkan kembali, objek pengujiannya bukan lagi UU Pilkada yang ini karena sudah dicabut melalui Perrpu Pilkada tersebut. Ini pemahaman secara normatif dan teoritis,” kata Arief mengingatkan.

Anggota panel Maria Farida Indrati menegaskan objek UU Pilkada ini baik secara formil dan materil dianggap sudah hilang sejak terbitnya Perppu Pilkada. Kalau Perppu Pilkada disetujui DPR akan menjadi UU. Tetapi, kalau Perppu ditolak DPR, presiden bisa mengajukan RUU pencabutan Perppu Pilkada yang mungkin kembali memberlakukan UU Pilkada.

“UU Pencabutan Perppu Pilkada, bisa saja otomatis memberlakukan UU Pilkada itu, tetapi dengan nomor yang berbeda dan masa berlakunya tidak mundur ke belakang,” ujar Maria menjelaskan. “Jadi sebaiknya tunggu saja, apakah Perppu Pilkada ini disetujui atau ditolak. Kalau ditolak, bisa ajukan kembali pengujian UU Pilkada yang kembali dinyatakan berlaku melalui UU Pencabutan Perppu Pilkada itu.”

Arief menambahkan dengan permohonan ini berarti ada 10 permohonan yang menyangkut pengujian UU Pikada ini. Dari 10 permohonan, ada 6 pemohon yang sudah menyatakan mencabut permohonannya karena mereka menyadari objek pengujiannya sudah tidak ada. Tetapi, ada 3 permohon dan permohonan ini yang tetap melanjutkan permohonan.

“Kita akan segera melaporkan melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH), dalam waktu yang tidak terlalu lama, 4 permohonan ini akan segera diputus Mahkamah,” tegasnya.

Sebelumnya, majelis panel yang diketuai Arief Hidayat juga menyarankan agar 9 permohon uji materi UU Pilkada mencabut permohonannya. Kesembilan pemohon itu yaitu Imparsial bersama tiga organisasi nonpemerintah dan warga negara, advokat senior OC Kaligis, 13 warga negara, Andi Asrun yang mewakili buruh harian dan lembaga survei, elemen masyarakat Poso, mantan calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Boyamin, KSPSI dan KSBSI, Laskar Dewa Ruci, Mohammad Mova Al Afghani dkk.

Dengan adanya permohonan yang diajukan dan T Yamlidan kawan-kawan ni, ada 6 pemohon yang secara resmi mencabut permohonnya dari 10 permohonan. Sementara 4 permohonan lainnya menyatakan tetap melanjutkan permohonannya yakni OC Kaligis, 13 warga negara, KSPSI dan KSBSI, dan T Yamin Dkk.
(sumber :  http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5444fc121bcfc/hakim-ingatkan-uu-pilkada-sudah-hilang-akibat-perppu)

Dirbinadmin Badilag Meninjau Sidang Terpadu di Sumatera Utara


Medan 
Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag Dr. H. Hasbi Hasan, M.H. meninjau pelaksanaan sidang isbat nikah terpadu di Kelurahan Bagan Asahan, Kecamatan Tanjung Balai, Kota Asahan, Sumatera Utara, Rabu (15/10/2014).
Di samping dalam rangka pembinaan, pemantauan sidang terpadu itu dilakukan Hasbi Hasan untuk mematangkan integrasi data SIADPA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Peradilan Agama), SIMKAH (Sistem Informasi Manajemen Pernikahan) dan SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan). Pengintegrasian tiga aplikasi tersebut merupakan proyek perubahan yang diusungnya dalam mengikuti Diklatpim II.
“Saya ingin melihat langsung pelaksanaan sidang terpadu di lapangan, untuk mengetahui kendala-kendalanya dan mencari jalan keluar terhadap persoalan yang ada, termasuk dalam hal integrasi data SIADPA, SIMKEH dan SIAK,” kata Hasbi Hasan.
Sidang terpadu dilaksanakan PA Tanjung Balai beserta KUA dan Dukcapil setempat di Gedung Madrasah Tsnawiyah Asahan.

Sebanyak 36 pasangan mengikuti sidang terpadu itu. Tiga hakim tunggal, didampingi tiga panitera pengganti, menyidangkan permohonan isbat nikah itu.
Hasilnya, 29 permohonan dikabulkan dan tujuh lainnya ditunda karena para pihak tidak datang dan sebagian saksi tidak lengkap.
Ke-29 pasangan suami-istri yang permohonan isbat nikahnya dikabulkan itu langsung mendapatkan buku nikah hari itu juga. Di tempat yang sama, mereka juga langsung mengurus akta kelahiran. Secara keseluruhan, pihak Ducakpil menerbitkan 79 akta kelahiran pada sidang terpadu tersebut.
Bagi PA Tanjung Balai, sidang terpadu kali ini merupakan yang ketiga di tahun 2014. Dua sidang terpadu sebelumnya diselenggarakan oleh Pemkot setempat. Sementara sidang terpadu kali ini diselenggarakan oleh Kemitraan Indonesia-Australia untuk Keadilan atau Australia-Indonesia Parntership for Justice (AIPJ).
Menyerap masukan
Pada kesempatan ini, Dirbinadmin Badilag tidak hanya memantau secara pasif, namun juga berdialog dengan masyarakat pengguna layanan sidang terpadu. Dari mereka, Hasbi Hasan mendapatkan masukan-masukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan sidang terpadu ke depan.

“Kami ingin agar masyarakat kurang mampu tetap mendapatkan layanan terbaik,” ujar Hasbi Hasan.

Hasbi Hasan juga berkomunikasi dengan pihak AIPJ yang memprakarsai sidang terpadu kali ini. Dengan Pimpinan AIPJ Craig Ewers dan Penasehat Senior AIPJ Wahyu Widiana, Hasbi Hasan mendiskusikan pelaksanaan sidang terpadu dan melakukan evaluasi.
Kasubdit Pemberdayaan KUA Kemenag M Adib Mahrus yang turut memantau sidang terpadu itu juga diajak Hasbi Hasan untuk berdiskusi, terutama berkenaan dengan integrasi SIADPA dan SIMKAH.
Sejauh ini masih ada sedikit kendala dalam hal memasukkan data ke database SIMKAH, setelah pemohon isbat nikah mendapatkan penetapan dari PA. Karena SIMKAH belum terimplementasikan di KUA Tanjung Balai, input data itu masih dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.

“Implementasi SIMKAH ini menjadi PR kami, bersamaan dengan integrasi SIADPA dan SIMKAH,” kata Adib Mahrus.
Selain itu, di tempat yang sama, Hasbi Hasan juga bertukar pikiran dan informasi dengan pihak Dukcapil, PEKKA dan Puskapa UI. 

(sumber : http://badilag.net/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-badilag/dirbinadmin-badilag-meninjau-sidang-terpadu-di-sumatera-utara)

Ketua MA Lantik Empat Hakim Agung Baru



 
Jakarta  - Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali secara resmi melantik empat orang Hakim Agung. Keempat Hakim Agung tersebut adalah Amran Suadi yang sebelumnya sebagai Wakil ketua Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, Purwosusilo sebelumnya Direktur Jenderal Badilag MA, Sudrajat Dimyati sebelumnya bertugas sebagai Wakil Pengadilan Tinggi Pontianak dan Is Sudaryono sebelumnya Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan.

Prosesi Pelantikan sendiri dilaksanakan di ruang Sidang Utama Gedung Sekretariat MA, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Selasa (21/10). Hadir dalam pelantikan tersebut Wakil Ketua Komisi Yudisial Abbas Said, serta sejumlah Ketua Pengadilan Tinggi.

Ketua MA Hatta Ali dalam sambutan singkatnya berharap keempat Hakim Agung tersebut dapat bekerja dengan sebaik-baiknya. Sehingga lanjutnya bisa berkontribusi positif bagi MA.

"Semoga setelah dilantik ini, bisa bekerja," kata Hatta Ali di Jakarta

Selanjutnya Hakim Agung Amran dan Hakim Agung Purwosusilo akan ditempatkan di Kamar Agama, Sementara Hakim Agung Dimyati akan di Kamar Perdata dan Hakim Agung Is Sudaryono di Kamar TUN. Saat ini MA memiliki 52 hakim agung dan 4 di antaranya pensiun tahun ini.

Keempat Hakim Agung tersebut adalah hasil pebetapan yang dipilih oleh Komsii III DPR RI pada Senin (15/9) bulan lalu. Keempat Hakim Agung tersebut sebelumnya mengantongi masing-masing 38 suara dari 50 Anggota DPR Komisi III yang hadir. Sedangkan Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Jayapura Muslich Bambang Luqmono yang juga disusulkan oleh Komisi Yudisial, tidak setujui oleh DPR lantaran hanya mengantongi 13 suara.

Sekadar diketahui seleksi calon hakim agung pada periode ini sendiri diselenggarakan dalam rangka memenuhi kekosongan jabatan hakim agung sebanyak 10 hakim agung, dengan komposisi Hakim Agung Kamar Agama 2 orang, Hakim Agung Kamar Perdata 3 orang, Hakim Agung Kamar TUN 3 orang dan Hakim Agung Kamar Pidana 2 orang. Pelaksanaan seleksi dimulai pada tanggal 17 Februari hingga 7 Maret 2014 dan diperpanjang hingga 21 Maret 2014 ini diikuti 72 orang pendaftar.

(sumber : http://komisiyudisial.go.id/berita-5386-ketua-ma-lantik-empat-hakim-agung-baru.html)

Kamis, 16 Oktober 2014

Komisi Yudisial Usulkan Apartemen Khusus Hakim



 
Jakarta  - Komisi Yudisial mengusulkan apartemen khusus bagi para hakim. KY menginginkan dibangun apartemen khusus di dekat pengadilan. Menurut Ketua Bidang Rekrutmen Hakim Taufiqurrohman Syahuri bila memang tidak memungkinkan dibangun di dekat pengadilan apartemen tersebut harus ada fasilitas antar jemput bagi hakim. 

"Kita inginkan ada apartemen di pengadilan. Jadi hakim hanya membawa pakaian saja. Kita inginnya di dekat pengadilan. Tapi kalau memang agak jauh harus ada mobil yang antar jemput hakim," kata Taufiq saat menjadi pembicara di depan puluhan Calon Hakim Militer di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta (14/10).

Lebih lanjut ia menambahkan jika kesejahteraan para para hakim sekarang ini sudah sangat terjamin, Oleh karena itu dia minta kepada para hakim agar berlaku profesional dan tidak melanggar kode etik pedoman perilaku hakim (KEEPH). Namun menurut Taufiq ada trend ketika kesejahteraan hakim naik, ada kecenderungan melanggar kode etik. 

"Banyak laporan yang masuk ke KY soal perbuatan asusila setelah gaji naik. Sebelumnya laporan lebih banyak soal pemberian uang, sekarang laporan yang masuk banyak yang selingkuh. Apakah ini ada kaiatannya dengan penempatan hakim yang jauh dari keluarga," imbuhnya. 

Mantan Staf Ahli Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan KY bukanlah penegak hukum, melainkan penegak etik hakim. Menurut Taufiq norma etik yang dibukukan dalam KEEPH dijaga dan ditegakkan oleh KY. Pasalnya KEEPH menjadi pedoman perilaku bagi hakim. 

"KY pada dasarnya sangat terkait dengan fungsi pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana halnya lembaga pengadilan. Jika MA dan pengadilan di bawahnya termasuk MK adalah lembaga pengadilan hukum maka KY juga memiliki fungsi sebagai pengadilan etik yang mengadili perkara etik," imbuhnya. 

Dalam kesempatan itu ia menyampaikan secara garis besar fungsi dan tugas Komisi Yudisial. Menurut Taufiq secara garis besar KY mempunyai dua tugas utama, yaitu  mengusulkan pengangkatan calon hakim agung yang sebelumnya mengikuti seleksi di KY. Selain itu oleh Undang-Undang, KY diberi kewenangan menjaga dan menegakkan kehormatan martabat serta perilaku hakim. Menurut Taufiq lembaganya dalam melaksanakan perintah konstitusi melakukan pengawasan terhadap lebih dari 8300 hakim di seluruh Indonesia. Dalam menjalankan tugas pengawasan tersebut KY dibantu oleh beberapa jejaring yang tersebar di beberapa daerah.

(sumber : http://komisiyudisial.go.id/berita-5380-komisi-yudisial-usulkan-apartemen-khusus-hakim.html)

KY Hadir untuk Perbaiki Peradilan di Indonesia



 
Jakarta  - Salah satu wewenang Komisi Yudisial (KY) berdasarkan undang-undang adalah menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Sebagai pengawas etik, kehadiran KY bertujuan untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia. Selain itu, KY juga mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim. Hal tersebut disampaikan Tenaga Ahli KY Totok Wintarto di hadapan rombongan mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah, Palembang pada Rabu (15/10) di Auditorium KY, Jakarta.

"Tujuan dibentuknya KY selain untuk menjadi pengawas hakim juga untuk meningkatkan kapasitas hakim, dan menjaga serta menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim," ungkap Totok.

Lebih lanjut, Totok juga menjelaskan tentang penerimaan laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim. Laporan itu harus disertai dengan bukti-bukti yang kuat agar dapat ditindaklanjuti oleh KY.

Dalam sesi tanya jawab, salah seorang peserta menanyakan bagaimana upaya KY dalam membentuk hakim yang adil sehingga bisa menciptakan peradilan yang baik sesuai dengan tujuan dibentuknya KY?

"Salah satunya adalah dengan memberikan kesejahteraan yang baik kepada para hakim. Karena biasanya, bila orang belum merasa cukup akan melakukan hal-hal yang tidak jujur untuk mendapatkan tambahan. Selain kesesejahteraan, KY mengupayakan peningkatan kapasitas hakim dengan mengikutsertakan dalam pelatihan-pelatihan. Hakim akan semakin pintar berefek pada putusan-putusannya yang akan lebih baik daripada yang dulu-dulu," tutupnya. 
 
(Sumber : http://komisiyudisial.go.id/berita-5382-ky-hadir-untuk-perbaiki-peradilan-di-indoensia.html)

Selasa, 14 Oktober 2014

Kolaborasi Pengadilan Agama-PEKKA Dipresentasikan pada Simposium Negara-negara Pasifik


Sydney 
Kerjasama antara Pengadilan Agama dan PEKKA (Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga), yang dianggap sangat berhasil dalam meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap keadilan di Indonesia, dipresentasikan dalam suatu simposium yang dihadiri oleh para hakim dan pegiat LSM wanita dari negara-negara Pasifik.
Simposium yang dihadiri oleh sekitar 20 peserta, di antaranya belasan  dari negara Palao, Papua Nugini dan Fiji ini diadakan di Family Court of Australia, Sydney, pada tanggal 23 September 2014, satu hari menjelang penyelenggaraan Konferensi Internasional Ke 7 IACA (International Association for Court Administration) di kota yang sama.
Cate Sumner, Lead Adviser Legal Identity Program AIPJ, yang memandu simposium ini menyatakan bahwa kolaborasi antara Pengadilan Agama di Indonesia dengan PEKKA  merupakan suatu contoh kerjasama yang berhasil antara suatu lembaga negara dengan lembaga masyarakat sipil.  Keberhasilan ini sangat dirasakan oleh masyarakat luas, terutama perempuan, anak-anak, orang miskin, penyandang disabilitas dan masyarakat rentan lainnya.
Nani Zulminarni, Direktur PEKKA, yang bercerita dengan judul:  Transforming Women’s Access to Family Law Courts in Indonesia: A Journey and Dialogue Between PEKKA and the Religious Courts 2005-2014”, berada satu panel dengan Wahyu Widiana, mantan Dirjen Peradilan Agama Mahkamah Agung, yang kini aktif sebagai Senior Adviser pada program identitas hukum AIPJ, yang mempresentasikan pengalamannya di bawah judul “Indonesian Religious Courts and the Cooperation with PEKKA”.
Baik PEKKA maupun Pengadilan Agama sama-sama merasakan kolaborasi ini sebagai kerjasama yang harmonis, saling membantu sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masing masing, serta saling menguntungkan satu sama lain.
Lebih jauh dari itu, keuntungan ini dirasakan oleh masyarakat luas, terutama masyarakat yang rentan, perempuan dan anak-anak. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya jumlah masyarakat yang dilayani, baik melalui layanan pembebasan biaya perkara, sidang keliling maupun layanan pos bantuan hukum.
Apalagi satu-dua tahun terakhir ini, dengan inisiasi AIPJ, telah banyak dilakukan pelayanan terpadu antara PA, KUA dan Dinas Dukcapil untuk melayani masyarakat  dalam memperoleh penetapan Itsbat Nikah, Buku Nikah dan Akta Kelahiran.  Pelaksanaan pelayanan terpadu sangat menguntungkan masyarakat.
Peran PEKKA dalam melakukan sosialisasi dan pengumpulan data sangatlah diperlukan untuk keberhasilan program pelayanan terpadu, yang kini semakin banyak dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. 

(sumber : www.badilag.net)

Pelayanan Terpadu PA, KUA dan Disdukcapil Dipresentasikan pada Konferensi Internasional

 
Sidney 
Pelaksanaan pelayanan terpadu identitas hukum di Indonesia yang diinisiasi oleh AIPJ dan dilaksanakan oleh PA, KUA dan Dinas Dukcapil, dipresentasikan pada Konferensi Internasional ke 7 IACA, yang diselenggarakan tanggal 24-26 September 2014, di Sydney Australia. 
Presentasi itu disampaikan oleh Dr. Ridwan Mansyur, SH, MH, Kepala Biro Hukum dan Humas MA-RI, di bawah topik “Increasing Access to Courts for Vulnerable Groups: Indonesian Court Experience”.
Di hadapan lebih 200 peserta konferensi dari sekitar 25 negara di dunia, Dr. Ridwan mengemukakan berbagai upaya yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam memberikan  layanan yang dapat diakses oleh para pencari keadilan, terutama oleh masyarakat rentan, seperti masyarakat miskin dan tinggal jauh dari pengadilan.
“Upaya tersebut dilakukan mengingat demikian banyaknya anak-anak yang tidak mempunyai akta kelahiran dan banyaknya pasangan suami-isteri yang tidak mempunyai buku nikah”, kata Dr. Ridwan sambil menayangkan data hasil survey 2013 yang bersumber dari Susenas, Puskapa UI dan PEKKA. 
Data tersebut memperlihatkan bahwa47% dari jumlah anak-anak Indonesia, secara nasional, tidak mempunyai akta kelahiran dan 50% dari pasangan  suami isteri tidak mempunyai buku nikah.
Tingginya angka tersebut tidak lepas dari 3 masalah besar, yaitu biaya yang dianggap mahal, tempat layanan yang jauh dan proses layanan yang dianggap rumit.
PERMA 1/2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan, sebagai ganti dari SEMA 10/2010, memberikan solusinya: (1) untuk biaya yang dianggap mahal, MA memberikan layanan pembebasan biaya perkara, (2) untuk mengatasi jarak, MA mengadakan layanan sidang keliling, dan (3) untuk membantu mempermudah proses, MA menyediakan layanan pada pos bantuan hukum di pengadilan.
Bahkan lebih dari itu, untuk memberi kemudahan dalam  pelayanan terpadu yang dilaksanakan oleh PA, KUA dan Dinas Dukcapil dalam mengeluarkan penetapan Itsbat Nikah, Buku Nikah dan Akta Kelahiran, MA mengeluarkan SEMA No. 3/2014 tentang Tatacara Pelayanan dan Pemeriksaan Perkara Voluntair Itsbat Nikah dalam Pelayanan Terpadu.
SEMA ini menentukan bahwa perkara voluntair itsbat nikah dapat diperiksa oleh hakim tunggal, penetapannya berlaku sejak dibacakan, dan panggilan para pihak dapat dilakukan secara kolektif untuk mempermurah dan mempermudah proses.   
Selanjutnya, Dr. Ridwan menyampaikan bahwa kini sudah banyak pelayanan terpadu dilaksanakan di Indonesia, seperti di wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, NTB dan Irian Jaya.  Secara nasional, sudah hampir 100 kali pelayanan terpadu ini dilaksanakan satu tahun terakhir ini.
Layanan ini telah memberikan impact yang sangat besar terutama dalam meningkatkan kepemilikan identitas hukum bagi  masyarakat miskin, masyarakat pedesaan, perempuan dan anak-anak. Masyarakat sangat mengharapkan adanya pelayanan terpadu, sebab sangat membantu memudahkan masyarakat.
Sementara itu, dalam konferensi internasional IACA ke 7 ini juga, dua orang dari Tim Legal Identity-AIPJ, yaitu Lead Adviser Cate Sumner dan Senior Adviser Wahyu Widiana, menyampaikan presentasi, masing-masing dengan judul “Court Performance: Providing Information to the Public - A Pacific Island Case Study, dan “Developing Commitment & Skill  for Court Administration: Indonesian Religious Court Experiences”. 

(sumber  : www.badilag.net)

Kamis, 09 Oktober 2014

Anak SD: Kalau Sudah Ada MK, Kenapa Masih Ada MA?


Anak SD: Kalau Sudah Ada MK, Kenapa Masih Ada MA?
Wakil Ketua MK Arief Hidayat menerima kunjungan dari SD Binus International School, Simprug, Kamis (9/10). Foto: Humas MK

Apa jadinya jika lembaga negara dengan gedung ‘super megah’ seperti Mahkamah Konstitusi (MK) didatangi oleh anak-anak sekolah dasar (SD)? Yang terjadi adalah terlontar pertanyaan-pertanyaan yang polos. Kamis pagi (9/10), Gedung MK di jalan Merdeka Barat, Jakarta kedatangan tamu yang tidak ‘biasa’.
Mereka adalah siswa SD Bina Nusantara (Binus) International School, Simprug, Jakarta. Diterima oleh Wakil Ketua MK, Arief Hidayat, siswa SD Binus Simprug mengajukan pertanyaan yang tidak hanya polos tetapi juga lucu.
“Aku ingin bertanya, kalau sudah ada Mahkamah Konstitusi, kenapa masih ada Mahkamah Agung. Apa perbedaannya?” tanya Tito salah seorang siswa sebagaimana diwartakan www.mahkamahkonstitusi.go.id.
Sementara siswa berikutnya, Zera menanyakan soal batasan usia seseorang yang ingin melakukan uji materi undang-undang ke MK. “Apakah ada batas usia seseorang yang ingin menguji materi undang-undang atau menggugat ke MK?” ujar Zera.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut ditanggapi dengan hangat oleh Peneliti MK, Abdul Ghoffar.
“Baru kali ini saya mendapatkan pertanyaan yang kritis dari siswa SD. Menurut saya, ini merupakan pertanyaan yang unik dan sangat mendasar dari siswa SD yang pernah berkunjung ke MK,” ungkap Ghoffar pada kesempatan itu.
Ghoffar pun menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Mengenai perlunya dibentuk MK di Indonesia, jelas Ghoffar, karena Mahkamah Agung (MA) sudah terlalu berat menangani berbagai perkara, termasuk di dalamnya masalah gugatan pemilihan kepala daerah.
“Kewenangan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung memang sangat berbeda. Mahkamah Agung terkait persoalan-persoalan yang kasuistis, misalnya persoalan perdata maupun pidana. Sementara Mahkamah Konstitusi terkait pengujian norma atau peraturan-peraturan,” urai Ghoffar.
Selanjutnya, Ghoffar menjelaskan pertanyaan terkait batas usia pemohon yang melakukan uji materi ke MK. Dalam UU MK memang tidak ada peraturan yang membatasi usia pemohon.
“Tetapi kalau adik-adik tertarik dengan hukum, itu ada batasan usia kedewasaan. Orang yang sudah bisa melakukan tindakan hukum adalah orang yang sudah dinyatakan dewasa. Indonesia saat ini belum memiliki standar kesamaan dalam usia dewasa,” jelas Ghoffar.
Namun, lanjut Ghoffar, usia yang layak menjadi pemohon di MK adalah usia sekitar 18 tahun. “Jadi kalau nanti adik-adik sudah berusia 18 tahun atau kira-kira sudah kelas 3 SMA, barulah bisa melakukan uji materi UU ke MK. Misalnya, melakukan uji materi UU Pendidikan, UU Lalu Lintas dan sebagainya,” imbuh Ghoffar.
Pada acara kunjungan para siswa Binus International School ke MK, juga dilakukan foto bersama dengan Wakil Ketua MK Arief Hidayat yang berkenan hadir. Selain itu para siswa diberikan kesempatan untuk melihat langsung Pusat Dokumentasi (Pusdok) MKRI yang ada di lantai 5 dan 6 Gedung MK.

(Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5436b667785c8/anak-sd--kalau-sudah-ada-mk--kenapa-masih-ada-ma)

Bahas Integrasi Data, Dirbinadmin Badilag Bertemu Puskapa dan PEKKA




Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag Dr. H. Hasbi Hasan, M.H. mengadakan pertemuan dengan penggiat Pusat Kajian Anak Universitas Indonesia (Puskapa UI) dan Perhimpunan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Kamis (2/10/2014) di tempat berbeda.
“Tujuan pertemuan-pertemuan ini adalah untuk meminta masukan dari stakeholders mengenai upaya pengintegrasian SIADPA Plus dengan SIMKAH dan SIAK,” kata Hasbi Hasan.
SIMKAH (Sistem Informasi Manajemen Pernikahan) dikelola oleh Ditjen Bimas Islam Kemenag dan SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) dikelola oleh Ditjen Dukcapil Kemendagri selaku pengelola SIAK.
Pertemuan dengan pihak Puskapa UI dilakukan di Badilag, Kamis pagi. Pertemuan ini juga diikuti oleh Tim Efektif yang dibentuk Hasbi Hasan dalam rangka mengikuti Diklatpim II yang mengusung proyek perubahan berupa integrasi SIADPA Plus dengan SIMKAH dan SIAK.
Koordinator Puskapa UI, Jaedi, dalam pertemuan itu mengungkapkan dukungannya terhadap gagasan Hasbi Hasan. Menurutnya, integrasi SIADPA Plus dengan SIMKAH dan SIAK perlu segera diwujudkan untuk menghasilkan data kependudukan, perkawinan dan perceraian yang valid dan sinkron.
Di samping itu, ia juga mengungkapkan beberapa persoalan yang harus dipecahkan bersama sebelum proses pengintegrasian itu berlangsung.
“Sebaiknya Ditjen Badilag mengadakan kerja sama secara formal dengan Ditjen Dukcapil, dimulai dengan korespondensi sebelum kemudian membuat Nota Kesepahaman dan perjanjian kerja sama yang lebih teknis,” kata Jaedi.
Masukan tersebut direspons positif oleh Hasbi Hasan. Ia mengatakan, sejak beberapa waktu lalu Badilag berencana memformalkan kerja sama tiga pihak antara Badilag, Bimas Islam dan Dukcapil.
“Upaya ke arah sana akan terus ditempuh Badilag,” tandas Hasbi Hasan.
Agar masyarakat tidak jadi korban
Kamis siang, Dirbindadmin Badilag meluncur ke Sekretariat Nasional PEKKA. Di sana ia bertemu dengan Kodar, Wilujeng dan beberapa penggiat PEKKA lainnya.
“Kami perlu ke sini karena selama ini PEKKA sering berinteraksi dan bertukar informasi dengan Badilag, terutama untuk membantu masyarakat miskin dalam program access to justice,” ujar Hasbi Hasan.
Hasbi Hasan mengungkapkan, integrasi data antara SIADPA Plus, SIMKAH dan SIAK perlu dilakukan untuk menghasilkan data yang valid dan sinkorn.
Data tersebut sangat berguna untuk membantu masyarakat miskin dan terpencil untuk mengakses keadilan, misalnya melalui sidang terpadu yang melibatkan PA, KUA dan Disdukcapil.
“Tanpa data yang valid dan sinkron, program itu akan terhambat,” tandasnya.
Pihak PEKKA setuju dan mendukung gagasan Dirbindadmin Badilag. Selama ini, menurut Ibu Kodar, ketidakvalidan dan ketidaksinkronan data kerap muncul dan masyarakat jadi korban.
“Ada contoh di suatu daerah, dalam sidang terpadu, Kantor Catatan Sipil tidak mau mengeluarkan Akta Kelahiran karena nama di KTP berbeda dengan di Surat Nikah, walaupun perbedaannya sedikit saja,” kata Ibu Kodar.

(sumber : www.badilag.net)

Rencana Integrasi SIADPA Plus dengan SIMKAH dan SIAK Dimatangkan




Ditjen Badilag terus berupaya mengintegrasikan Sistem Informasi Administrasi Perkara Peradilan Agama (SIADPA Plus) dengan Sistem Informasi Manajemen Pernikahan (SIMKAH) dan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).
Untuk itu, Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Ditjen Badilag Dr. H. Hasbi Hasan, M.H. mengadakan pertemuan dengan dua stakeholders utama dalam proses integrasi tiga aplikasi tersebut, yaitu Ditjen Bimas Islam Kemenag selaku pengelola SIMKAH dan Ditjen Dukcapil Kemendagri selaku pengelola SIAK.
“Pertemuan-pertemuan itu sekaligus dalam rangka Diklatpim II yang saya ikuti. Proyek perubahan yang saya usung adalah integrasi SIADPA Plus dengan SIMKAH dan SIAK agar menghasilkan data yang sinkron dan valid,” kata Hasbi Hasan.
Pertemuan dengan pihak Ditjen Bimas Islam dilakukan Hasbi Hasan pada Selasa (30/9/2014), di Kemenag. Ia bertemu dengan Kasubdit Pemberdayaan Kantor Urusan Agama Adib Mahrus.
Keduanya sepakat untuk mematangkan rencana integrasi SIADPA Plus dan SIMKAH. Di samping itu, kedua pihak juga akan membentuk tim teknis yang akan menindaklanjuti rencana tersebut.
Sebelumnya, tahun lalu, Ditjen Badilag dan Ditjen Bimas Islam telah membuat Nota Kesepahaman Nomor DJ.II.HK.00/1703/2013 dan Nomor 1053/DJA/HK.05/VI/2013. Salah satu cakupan Nota Kesepahaman itu adalah pertukaran data dan informasi mengenai nikah, talak, cerai dan rujuk.
“Kami senang sekali jika rencana ini dapat terwujud segera,” kata Adib Mahrus.
Kendala yang dihadapi 5382 KUA di seluruh Indonesia saat ini, menurut Adib, salah satunya adalah mengenai ketersediaan dan keakuratan data. Karena keterbatasan server, hingga kini belum seluruh KUA mengimplementasikan SIMKAH.
Sambil meningkatkan implementasi SIMKAH, pihaknya siap untuk melakukan sinkronisasi data perkara perceraian yang terdapat di SIADPA Plus.
Rabu esok harinya, Hasbi Hasan mengadakan pertemuan dengan Kasubdit Pernikahan dan Perceraian Ditjen Dukcapil Christina, S.H., M.Si di ruang kerjanya.
“Kami menyambut baik rencana mengintegrasikan data SIADPA Plus dengan SIAK. Ini sangat penting dan bermanfaat,” kata Christina.
Kedua pihak setuju untuk membentuk tim teknis guna berbagi akses data, meskipun belum ada Nota Kesepahaman antara Ditjen Badilag dan Ditjen Dukcapil.
Setelah mengadakan dua pertemuan itu, bersama Tim Efektif yang dibentuknya, Hasbi Hasan mengidentifikasi persoalan-persoalan yang ada, lalu merumuskan model integrasi data beserta mekanisme dan jadwalnya.

(sumber : www.badilag.net)

Mantan Dirjen Badilag Terpilih Menjadi Ketum BP4


Mantan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI Drs. H. Wahyu Widiana, MA terpilih menjadi Ketua Umum Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) periode 2014-2019.
Tokoh yang lahir di Tasikmalaya, 18 September 1952, itu menggantikan Drs. H. Taufiq, S.H. Mantan Wakil Ketua MA itu menjadi Ketum BP4 sejak 2009.
Wahyu Widiana terpilih menjadi Ketum BP4 dalam Musyawarah Nasional BP4 ke-XV, 15-16 Agustus 2014, di Jakarta. Selanjutnya, ia bersama Pengurus Pusat BP4 akan dilantik oleh Menteri Agama pada 13 Oktober 2014.
“Ini amanah buat saya dari kawan-kawan di BP4. Mungkin karena saya dinilai dapat menjadi penghubung yang tepat antara BP4, Kemenag dan Badilag MA,” kata Wahyu Widiana, ketika ditemui Badilag.net di kantor BP4 Pusat di Masjid Istiqlal Jakarta, Selasa (7/10/2014).
Wahyu Widiana telah menyiapkan berbagai program dan kegiatan untuk mengawali masa bhaktinya sebagai orang nomor satu di BP4.
Yang paling prioritas, menurut Penasehat Senior Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) itu, adalah konsolidasi organisasi.
“Saat ini BP4 tidak berada di bawah naungan Kemenag. BP4 adalah organisasi mandiri yang profesional, meskipun secara historis sangat terkait dengan Kemenag,” ungkapnya.
Konsolidasi organisasi yang dimaksudkannya meliputi pendataan dan penataan SDM yang jadi pengurus BP4 di daerah, penyediaan sarana kerja, dan sejumlah aspek organisasi lainnya.
Optimalkan mediasi dan kursus pranikah
Wahyu Widiana bertekad akan meningkatkan peran serta BP4 dalam mediasi di PA/MS. Selama ini, BP4 sudah terlibat dalam pelatihan mediator dan sejumlah pengurus BP4 di daerah juga menjadi mediator di PA.
“BP4 sudah menyelenggarakan 12 kali pelatihan mediator sejak tahun 2010,” ungkap Wahyu Widiana. Ke depan, pelatihan serupa akan terus ditingkatkan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Program kerja lainnya yang perlu lebih diseriusi BP4 adalah mengoptimalkan kursus pranikah untuk calon pengantin. Selama ini, kursus tersebut kurang terlaksana dengan baik.
“BP4 ingin agar ke depan, kursus itu minimal 18 jam dan dilakukan di KUA. Materinya mulai dari konsep pernikahan menurut UU dan agama, hingga soal kesehatan reproduksi, manajemen keuangan, manajemen konflik,” ungkapnya.
Pencegahan pernikahan dini, yang selama ini terbukti jadi salah satu penyebab maraknya perceraian, juga akan dioptimalkan BP4.
“Kita sudah ada MoU dengan BKKBN. Visi kita sama, yaitu untuk menciptakan keluarga yang sejahtera. Bedanya, kita pakai pendekatan agama,” tambahnya.
Selain dengan BKKBN, BP4 juga mengintensifkan kerja sama dengan pihak-pihak lainnya, seperti LSM Rifka Annisa dan Rahima.
Wahyu Widiana yakin, ke depan BP4 akan dapat meninkatkan kiprahnya untuk menciptakan keluarga-keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.

(sumber : www.badilag.net)