Sidney
Pelaksanaan
pelayanan terpadu identitas hukum di Indonesia yang diinisiasi oleh
AIPJ dan dilaksanakan oleh PA, KUA dan Dinas Dukcapil, dipresentasikan
pada Konferensi Internasional ke 7 IACA, yang diselenggarakan tanggal
24-26 September 2014, di Sydney Australia.
Presentasi itu disampaikan oleh Dr. Ridwan Mansyur, SH, MH, Kepala Biro Hukum dan Humas MA-RI, di bawah topik “Increasing Access to Courts for Vulnerable Groups: Indonesian Court Experience”.
Di
hadapan lebih 200 peserta konferensi dari sekitar 25 negara di dunia,
Dr. Ridwan mengemukakan berbagai upaya yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung dalam memberikan layanan
yang dapat diakses oleh para pencari keadilan, terutama oleh masyarakat
rentan, seperti masyarakat miskin dan tinggal jauh dari pengadilan.
“Upaya
tersebut dilakukan mengingat demikian banyaknya anak-anak yang tidak
mempunyai akta kelahiran dan banyaknya pasangan suami-isteri yang tidak
mempunyai buku nikah”, kata Dr. Ridwan sambil menayangkan data hasil
survey 2013 yang bersumber dari Susenas, Puskapa UI dan PEKKA.
Data tersebut memperlihatkan bahwa47% dari jumlah anak-anak Indonesia, secara nasional, tidak mempunyai akta kelahiran dan 50% dari pasangan suami isteri tidak mempunyai buku nikah.
Tingginya
angka tersebut tidak lepas dari 3 masalah besar, yaitu biaya yang
dianggap mahal, tempat layanan yang jauh dan proses layanan yang
dianggap rumit.
PERMA
1/2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak
Mampu di Pengadilan, sebagai ganti dari SEMA 10/2010, memberikan
solusinya: (1) untuk biaya yang dianggap mahal, MA memberikan layanan
pembebasan biaya perkara, (2) untuk mengatasi jarak, MA mengadakan
layanan sidang keliling, dan (3) untuk membantu mempermudah proses, MA
menyediakan layanan pada pos bantuan hukum di pengadilan.
Bahkan lebih dari itu, untuk memberi kemudahan dalam pelayanan
terpadu yang dilaksanakan oleh PA, KUA dan Dinas Dukcapil dalam
mengeluarkan penetapan Itsbat Nikah, Buku Nikah dan Akta Kelahiran, MA
mengeluarkan SEMA No. 3/2014 tentang Tatacara Pelayanan dan Pemeriksaan
Perkara Voluntair Itsbat Nikah dalam Pelayanan Terpadu.
SEMA
ini menentukan bahwa perkara voluntair itsbat nikah dapat diperiksa
oleh hakim tunggal, penetapannya berlaku sejak dibacakan, dan panggilan
para pihak dapat dilakukan secara kolektif untuk mempermurah dan
mempermudah proses.
Selanjutnya,
Dr. Ridwan menyampaikan bahwa kini sudah banyak pelayanan terpadu
dilaksanakan di Indonesia, seperti di wilayah Provinsi Sumatera Utara,
Riau, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sumatera Selatan, Sulawesi Barat, NTB dan
Irian Jaya. Secara nasional, sudah hampir 100 kali pelayanan terpadu ini dilaksanakan satu tahun terakhir ini.
Layanan ini telah memberikan impact yang sangat besar terutama dalam meningkatkan kepemilikan identitas hukum bagi masyarakat
miskin, masyarakat pedesaan, perempuan dan anak-anak. Masyarakat sangat
mengharapkan adanya pelayanan terpadu, sebab sangat membantu memudahkan
masyarakat.
Sementara
itu, dalam konferensi internasional IACA ke 7 ini juga, dua orang dari
Tim Legal Identity-AIPJ, yaitu Lead Adviser Cate Sumner dan Senior
Adviser Wahyu Widiana, menyampaikan presentasi, masing-masing dengan
judul “Court Performance: Providing Information to the Public - A Pacific Island Case Study, dan “Developing Commitment & Skill for Court Administration: Indonesian Religious Court Experiences”.
(sumber : www.badilag.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar