Sejak terbitnya Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu)
No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota
mengakibatkan objek pengujian UU No. 22 Tahun 2014 yang mengatur hal
yang sama menjadi hilang. Penegasan itu disampaikan majelis MK yang
diketuai Arief Hidayat dalam sidang perdana pengujian UU No. 22 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (UU Pilkada).
“Objek permohonan UU Pilkada baik formil maupun materil sudah tidak ada (hilang) karena saat ini yang berlaku Perppu Pilkada,“ ujar Arief Hidayat dalam sidang pemeriksaan pendahuluan uji formil UU Pilkada di ruang sidang MK, Senin (20/10). Arief didampingi Maria Farida Indrati dan Patrialis Akbar selaku anggota majelis panel.
Permohonan pengujian UU Pilkada ini diajukan sejumlah warga negara diantaranya T Yamli, Kusbianto, Samulia Surya, Harun Nuh Dkk. Mereka menilai proses persetujuan UU Pilkada itu oleh DPR pada 25 September lalu cacat formil. Sebab, proses persetujuan itu tidak memenuhi kuorum pengambilan keputusan yakni setengah dari jumlah anggota DPR yang hadir sesuai Pasal 284 ayat (1) Tatib DPR, sehingga harus dibatalkan.
“Kita tetap ajukan uji formil UU Pilkada ini karena masih ada batasan waktu 45 hari. Kami berpikir jika Perppu Pilkada ditolak DPR, UU No. 22 Tahun 2014 akan berlaku, otomatis hak untuk ajukan uji formil UU Pilkada terlewati,” ujar kuasa hukum para pemohon UU Pilkada, Hasan Lumban Raja.
Arief mengungkapkan ada problem implementasi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ketika Perppu ditolak (tidak disetujui DPR) belum menjamin UU sebelumnya serta merta berlaku kembali. Artinya, perlu pembahasan dan pengesahan UU yang sama dengan nomor yang berbeda.
“Jadi ada UU Pilkada lain dengan nomor yang berbeda diundangkan kembali, objek pengujiannya bukan lagi UU Pilkada yang ini karena sudah dicabut melalui Perrpu Pilkada tersebut. Ini pemahaman secara normatif dan teoritis,” kata Arief mengingatkan.
Anggota panel Maria Farida Indrati menegaskan objek UU Pilkada ini baik secara formil dan materil dianggap sudah hilang sejak terbitnya Perppu Pilkada. Kalau Perppu Pilkada disetujui DPR akan menjadi UU. Tetapi, kalau Perppu ditolak DPR, presiden bisa mengajukan RUU pencabutan Perppu Pilkada yang mungkin kembali memberlakukan UU Pilkada.
“UU Pencabutan Perppu Pilkada, bisa saja otomatis memberlakukan UU Pilkada itu, tetapi dengan nomor yang berbeda dan masa berlakunya tidak mundur ke belakang,” ujar Maria menjelaskan. “Jadi sebaiknya tunggu saja, apakah Perppu Pilkada ini disetujui atau ditolak. Kalau ditolak, bisa ajukan kembali pengujian UU Pilkada yang kembali dinyatakan berlaku melalui UU Pencabutan Perppu Pilkada itu.”
Arief menambahkan dengan permohonan ini berarti ada 10 permohonan yang menyangkut pengujian UU Pikada ini. Dari 10 permohonan, ada 6 pemohon yang sudah menyatakan mencabut permohonannya karena mereka menyadari objek pengujiannya sudah tidak ada. Tetapi, ada 3 permohon dan permohonan ini yang tetap melanjutkan permohonan.
“Kita akan segera melaporkan melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH), dalam waktu yang tidak terlalu lama, 4 permohonan ini akan segera diputus Mahkamah,” tegasnya.
Sebelumnya, majelis panel yang diketuai Arief Hidayat juga menyarankan agar 9 permohon uji materi UU Pilkada mencabut permohonannya. Kesembilan pemohon itu yaitu Imparsial bersama tiga organisasi nonpemerintah dan warga negara, advokat senior OC Kaligis, 13 warga negara, Andi Asrun yang mewakili buruh harian dan lembaga survei, elemen masyarakat Poso, mantan calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Boyamin, KSPSI dan KSBSI, Laskar Dewa Ruci, Mohammad Mova Al Afghani dkk.
Dengan adanya permohonan yang diajukan dan T Yamlidan kawan-kawan ni, ada 6 pemohon yang secara resmi mencabut permohonnya dari 10 permohonan. Sementara 4 permohonan lainnya menyatakan tetap melanjutkan permohonannya yakni OC Kaligis, 13 warga negara, KSPSI dan KSBSI, dan T Yamin Dkk.
“Objek permohonan UU Pilkada baik formil maupun materil sudah tidak ada (hilang) karena saat ini yang berlaku Perppu Pilkada,“ ujar Arief Hidayat dalam sidang pemeriksaan pendahuluan uji formil UU Pilkada di ruang sidang MK, Senin (20/10). Arief didampingi Maria Farida Indrati dan Patrialis Akbar selaku anggota majelis panel.
Permohonan pengujian UU Pilkada ini diajukan sejumlah warga negara diantaranya T Yamli, Kusbianto, Samulia Surya, Harun Nuh Dkk. Mereka menilai proses persetujuan UU Pilkada itu oleh DPR pada 25 September lalu cacat formil. Sebab, proses persetujuan itu tidak memenuhi kuorum pengambilan keputusan yakni setengah dari jumlah anggota DPR yang hadir sesuai Pasal 284 ayat (1) Tatib DPR, sehingga harus dibatalkan.
“Kita tetap ajukan uji formil UU Pilkada ini karena masih ada batasan waktu 45 hari. Kami berpikir jika Perppu Pilkada ditolak DPR, UU No. 22 Tahun 2014 akan berlaku, otomatis hak untuk ajukan uji formil UU Pilkada terlewati,” ujar kuasa hukum para pemohon UU Pilkada, Hasan Lumban Raja.
Arief mengungkapkan ada problem implementasi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ketika Perppu ditolak (tidak disetujui DPR) belum menjamin UU sebelumnya serta merta berlaku kembali. Artinya, perlu pembahasan dan pengesahan UU yang sama dengan nomor yang berbeda.
“Jadi ada UU Pilkada lain dengan nomor yang berbeda diundangkan kembali, objek pengujiannya bukan lagi UU Pilkada yang ini karena sudah dicabut melalui Perrpu Pilkada tersebut. Ini pemahaman secara normatif dan teoritis,” kata Arief mengingatkan.
Anggota panel Maria Farida Indrati menegaskan objek UU Pilkada ini baik secara formil dan materil dianggap sudah hilang sejak terbitnya Perppu Pilkada. Kalau Perppu Pilkada disetujui DPR akan menjadi UU. Tetapi, kalau Perppu ditolak DPR, presiden bisa mengajukan RUU pencabutan Perppu Pilkada yang mungkin kembali memberlakukan UU Pilkada.
“UU Pencabutan Perppu Pilkada, bisa saja otomatis memberlakukan UU Pilkada itu, tetapi dengan nomor yang berbeda dan masa berlakunya tidak mundur ke belakang,” ujar Maria menjelaskan. “Jadi sebaiknya tunggu saja, apakah Perppu Pilkada ini disetujui atau ditolak. Kalau ditolak, bisa ajukan kembali pengujian UU Pilkada yang kembali dinyatakan berlaku melalui UU Pencabutan Perppu Pilkada itu.”
Arief menambahkan dengan permohonan ini berarti ada 10 permohonan yang menyangkut pengujian UU Pikada ini. Dari 10 permohonan, ada 6 pemohon yang sudah menyatakan mencabut permohonannya karena mereka menyadari objek pengujiannya sudah tidak ada. Tetapi, ada 3 permohon dan permohonan ini yang tetap melanjutkan permohonan.
“Kita akan segera melaporkan melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH), dalam waktu yang tidak terlalu lama, 4 permohonan ini akan segera diputus Mahkamah,” tegasnya.
Sebelumnya, majelis panel yang diketuai Arief Hidayat juga menyarankan agar 9 permohon uji materi UU Pilkada mencabut permohonannya. Kesembilan pemohon itu yaitu Imparsial bersama tiga organisasi nonpemerintah dan warga negara, advokat senior OC Kaligis, 13 warga negara, Andi Asrun yang mewakili buruh harian dan lembaga survei, elemen masyarakat Poso, mantan calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Boyamin, KSPSI dan KSBSI, Laskar Dewa Ruci, Mohammad Mova Al Afghani dkk.
Dengan adanya permohonan yang diajukan dan T Yamlidan kawan-kawan ni, ada 6 pemohon yang secara resmi mencabut permohonnya dari 10 permohonan. Sementara 4 permohonan lainnya menyatakan tetap melanjutkan permohonannya yakni OC Kaligis, 13 warga negara, KSPSI dan KSBSI, dan T Yamin Dkk.
(sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5444fc121bcfc/hakim-ingatkan-uu-pilkada-sudah-hilang-akibat-perppu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar