MK memberi tenggat waktu dua tahun kepada advokat untuk melebur kedalam wadah tunggal. Foto: Sgp
Para
calon advokat mungkin akan tersenyum gembira mendengar putusan Mahkamah
Konstitusi terhadap pengujian UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Mahkamah secara tegas memerintahkan agar setiap Ketua Pengadilan Tinggi
di seluruh Indonesia harus melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1).
Yakni, segera mengambil sumpah para calon advokat.
“Pengadilan
Tinggi atas perintah Undang-Undang wajib mengambil sumpah bagi para
advokat sebelum menjalankan profesinya tanpa mengaitkan dengan
keanggotaan Organisasi Advokat yang pada saat ini secara de facto
ada, dalam jangka waktu dua tahun sejak amar Putusan ini diucapkan,”
jelas Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD, di ruang sidang MK, Rabu
(30/12).
Sebelumnya,
nasib para calon advokat memang terkatung-katung. Awalnya dari pecahnya
organisasi advokat, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres
Advokat Indonesia (KAI). Mahkamah Agung akhirnya mengeluarkan surat kepada Ketua PT di seluruh Indonesia agar tidak mengambil sumpah calon advokat sampai terciptanya wadah tunggal organisasi advokat sebagaimana diamanatkan oleh UU Advokat.
Para calon advokat pun berontak. Mereka menguji Pasal 4 ayat (1) UU Advokat
yang mengharuskan agar calon advokat diambil sumpah di Pengadilan
Tinggi sebelum berpraktek. Mahkamah memang tidak menyatakan pasal
tersebut bertentangan dengan konstitusi, melainkan hanya memberi
petunjuk agar Pasal itu dijalankan sesuai dengan rohnya.
Mahkamah,
masih dalam putusannya, memang memberi jangka waktu dua tahun bagi
Ketua PT. Yakni, dalam jangka waktu itu, Ketua PT harus mengambil sumpah
para calon advokat darimana pun organisasinya. Mahkamah memang tak
menyebut organisasi mana yang dimaksud, tetapi berdasarkan surat Ketua
MA setidaknya ada tiga organisasi advokat yang 'diakui'. Peradi, KAI dan
Persatuan Advokat Indonesia (Peradin).
Setelah
dua tahun, Mahkamah berharap agar perselisihan organisasi advokat itu
telah selesai. “Apabila setelah jangka waktu dua tahun Organisasi
Advokat sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat belum juga
terbentuk, maka perselisihan tentang Organisasi Advokat yang sah
diselesaikan melalui Peradilan Umum,” jelas Mahfud.
Putusan
ini memang menggembirakan para calon advokat, tetapi menjadi pilihan
dilematis bagi Ketua PT di seluruh Indonesia. Di satu sisi, Surat Ketua
MA yang menyatakan agar Ketua PT tidak mengambil sumpah calon advokat
sampai terciptanya organisasi wadah tunggal advokat, namun disisi lain
datang putusan MK yang memerintahkan sebaliknya.
Juru
Bicara MA Hatta Ali mengakui baru mengetahui putusan ini. Karenanya, ia
belum membaca putusan ini secara lengkap. Namun, ia mengatakan akan
membawa masalah ini untuk dibahas dalam rapat pimpinan MA. Ia juga tak
mau terburu-buru menyatakan sikap MA akan menarik surat sebelumnya atau
tidak. “Nanti kita rapatkan dulu,” ujarnya kepada hukumonline.
Meski
begitu, Hatta sempat melontarkan kritik terhadap putusan MK ini. Yakni,
terkait jangka waktu dua tahun agar para organisasi advokat itu
menyelesaikan persoalannya. “Kenapa harus menunggu dua tahun agar
organisasi-organisasi advokat itu supaya berdamai? Mengapa tidak disuruh
selesaikan sekarang saja?” kritiknya.
Peradi vs KAI
Sekretaris
Jenderal KAI Roberto Hutagalung menilai putusan ini cukup fair.
“Putusan ini mengakomodir kepentingan KAI,” ujarnya. Ia mengatakan bahwa
putusan ini telah mengakui KAI sebagai organisasi advokat secara de facto.
Jangka waktu dua tahun, dinilai Roberto sebagai perpanjangan waktu agar
para advokat benar-benar mewujudkan wadah tunggal advokat.
Ketua
Umum DPN Peradi Otto Hasibuan justru punya tafsiran sendiri.
Menurutnya, membaca putusan ini harus dikaitkan dengan putusan MK
sebelumnya bahwa Peradi adalah satu-satunya wadah tunggal advokat. “MK
menyatakan Ketua PT harus mengambil sumpah tanpa mengkaitkan dengan
organisasi advokat yang secara de facto ada,” ujarnya.
Kata 'tanpa' dalam amar putusan MK ini menjadi sangat penting. Karena, lanjut Otto, organisasi advokat yang secara de facto
itu harus dikesampingkan. “Yang bisa disumpah adalah organisasi yang
sudah sah secara yuridis dalam putusan MK sebelumnya, yakni Peradi,”
ujarnya memberi tafsir. Namun berdasarkan catatan hukumonline, dalam
Putusan MK ini tak ada satu kalimat pun dalam amar putusan yang
menyatakan putusan ini merujuk pada putusan MK sebelumnya.
(sumber : hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar