Hakim Family Court of Australia, Honourable Justice Peter John Murphy, sangat terkesan dengan Pengadilan Agama Jakarta Pusat.
Ia berkunjung ke pengadilan yang gedungnya terletak
di kawasan Rawasari itu kemarin (8/12/2014). Tujuannya adalah
mempelajari implementasi konsep Court Excellence. Selain ke PA Jakarta
Pusat, hakim tinggi yang bertugas Brisbane, Negara Bagian Queensland,
itu berkunjung ke Mahkamah Agung RI.
“Very good. Excellent,” kata Peter, setelah melihat berbagai ruangan, fasilitas dan layanan yang diberikan PA Jakarta Pusat.
Datang bersama hakim agung Dr. Takdir Rahmadi,
S.H., M.H. dan Pimpinan AIPJ Craig Ewers, ia dipandu Ketua PA Jakarta
Pusat, Dra. Hj. Rokhanah, S.H., M.H.
Mewakili Dirjen Badilag, Dirbinadmin Badilag Dr. H.
Hasbi Hasan, M.H. ikut menyambut. Demikian juga dengan Ketua PTA
Jakarta Dr. H. Khalilurrahman, S.H., M.H. dan Panitera/Sekretaris PTA
Jakarta H. Rachmadi Suhamka, S.H.
Tiba menjelang pukul 14, sebagai penghormatan,
Peter Murphy dikalungi bunga oleh Ketua PA Jakarta Pusat. Hakim senior
dari Negeri Kanguru itu lantas diajak mengelilingi gedung pengadilan
yang terdiri dari dua lantai plus basement itu.
Berjalan melewati koridor yang menghubungkan pintu
masuk depan dan pintu masuk belakang, Peter tak sabar ingin melihat
ruang sidang yang terletak di sayap gedung. Itu adalah salah satu ruang
sidang PA Jakarta Pusat. Ruang sidang utama berada di belakang meja
informasi dan menghadap ke ruang tunggu.
Meski bukan ruang sidang utama, penataan dan
mebelair ruang sidang itu rupanya membuat Peter tertarik. Ia pun
membidikkan kamera HP-nya untuk mengabadikan ruang sidang itu.
Peter
sempat ingin menjajal duduk kursi majelis hakim. Tapi langkahnya
tertahan, karena ada penyekat yang tidak bisa dilewati dari depan,
kecuali dengan melompat.
“Masuknya lewat pintu khusus dari belakang,” Rokhanah menjelaskan.
Ketua PA Jakarta Pusat lantas mengajaknya ke pintu
masuk pelayanan yang posisinya di belakang. Di sana Peter dapat melihat
langsung bagaimana petugas PA Jakarta Pusat mengatur orang-orang yang
hadir. Ada mesin antrian yang digunakan untuk berbagai keperluan, mulai
dari antrian pelayanan meja informasi, antrian mendaftarkan perkara,
antrian menunggu giliran sidang, hingga antrian untuk memperoleh salinan
putusan dan akta cerai.
Ruang tunggu, yang siang itu sudah agak lengang,
juga menarik buat Peter. Dengan perkara setahun mencapai dua ribu,
deretan kursi di ruang tunggu itu bisa menampung seratusan orang.
Masih di sekitar ruang tunggu, Peter diajak
menghampiri meja informasi. Dua petugas informasi, yang mengenakan jas
warna hijau, sedang melayani masyarakat ketika itu.
Rokhanah lantas mempersilakan Peter menggunakan
anjungan informasi yang menggunakan layar sentuh. Dengan cekatan,
Rokhanah memperlihatkan menu-menu anjungan informasi itu. Ia
mencontohkan jadwal sidang hari ini, yang bisa dilihat di anjungan itu,
selain bisa dilihat di televisi layar datar yang terpampang di
atas-belakang meja informasi.
“Bagaimana cara melihat putusan pengadilan?” tanya Peter.
Rokhanah menjelaskan, anjungan informasi hanya
menyediakan informasi perkara mana saja yang telah putus. Adapun putusan
yang dibuat pengadilannya dapat diakses di situs PA Jakarta Pusat dan
Direktori Putusan.
Dari situ, Peter menggeser sedikit badannya yang
lebih besar dibanding rata-rata badan orang Indonesia. Rokhanah
memperlihatkannya pelbagai papan informasi, baik manual maupun
elektronik. Ia menunjukkan papan informasi mengenai kewenangan absolut,
panjar biaya perkara, prosedur berperkara, hingga statistik perkara di
PA Jakarta Pusat.
“Ya, pengadilan harus transparan. Ini bagus sekali,” Peter memberi respons.
Berikutnya, Peter diajak melihat-lihat ruang
posbakum dan ruang mediasi. Ada yang khas di ruang mediasi. Selain
dilengkapi meja-kursi yang nyaman dan aromanya harum, ruang perdamaian
itu juga ditempeli gambar-gambar besar untuk membangun keluarga sakinah.
Di dekat pintu masuk ruang mediasi, terdapat standing banner yang
menginformasikan daftar mediator. “Di sini, para pihak dapat memilih
mediator hakim atau mediator non-hakim,” Rokhanah menjelaskan.
Peter bergeser sedikit ke arah ruang pendaftaran yang dihuni Petugas Meja I, II dan III serta kasir yang jadi front liner pelayanan.
Seluruh aktivitas di ruangan terbuka itu terpantu kamera pengintai. Di
situ, Rokhanah menjelaskan fungsi ruangan dan para petugasnya.
Gerak kaki Peter selanjutnya mengarah ke ruang
sidang utama. Lagi-lagi, Peter tak sabar ingin duduk di belakang meja
hijau. Ia ingin merasakan bagaimana hakim PA memimpin persidangan. Ia
pun duduk di kursi hakim ketua. Ketua PTA Jakarta dan Ketua PA Jakarta
Pusat duduk di kanan-kirinya selayaknya hakim anggota.
Observasi partisipatoris Peter tak berhenti di
situ. “Ini tempat favorit saya,” kata Peter, ketika ia diajak ke
perpustakaan yang terletak di basement. Di situ berjejer buku-buku yang
sebagian terasa asing buat Peter. “Ini kitab-kitab fiqh,” kata Rokhanah.
Bergeser sedikit, Peter tiba di ruang arsip. Ia
senang melihat arsip yang tertata rapi. Tapi ia juga penasaran, " Ini
arsip tahun berapa saja?"
Rokhanah menjawab, arsip yang ada di tempat ini
adalah arsip baru. Arsip lama terdapat di gedung lama yang terletak di
kawasan Tanah Abang. "Saat ini kami juga sedang mengembangkan arsip
digital," kata mantan Ketua PA Karawang itu.
Ruang menyusui dan bermain anak jadi sasaran observasi berikutnya. Peter pun memasuki ruangan dengan kelir warna-warni itu.
"Di Australia, kami juga punya fasilitas seperti
ini," kata Peter. "Ini sangat membantu ibu-ibu dan anak-anak yang datang
ke pengadilan."
Masih di basement, Peter diajak melihat
fasilitas-fasilitas penunjang lain di PA Jakarta Pusat. Ada loket BNI
syariah, loket Pos Indonesia dan ruang kebugaran. Di luar itu, ada pula
lapangan futsal.
“Kami sering kena macet. Supaya segar dan tidak
stress, kami sediakan fasilitas ini,” kata Rokhanah, ketika menerangkan
fungsi ruang kebugaran yang di dalamnya terdapat peralatan fitness.
Dari basement, Peter diajak naik ke lantai dua.
Setelah melihat sejenak ruang kerja Ketua dan Wakil Ketua PA Jakarta
Pusat, ia masuk ke aula. Di tempat itu, ia diminta untuk berbagi
pengalaman sekaligus memberi masukan untuk PA Jakarta Pusat agar lebih
bagus lagi.
“Saya di sini tidak ingin mengajar. Justru saya ingin belajar. Kita saling belajar,” kata Peter.
Ia
mempertegas rasa takjubnya kepada PA Jakarta Pusat, yang telah berdiri
sejak zaman kolonial Belanda itu. “Di sini luar biasa. Ada banyak
brosur, pamflet, televisi, dan lain-lain yang menunjang pelayanan dan
keterbukaan informasi,” ujar Peter.
Menurut Peter, yang baru pertama datang ke Indonesia, PA Jakarta Pusat lebih dari yang ia bayangkan. “Saya rasa pengadilan ini patut berbangga hati dengan fasilitas yang diberikan,” ia menegaskan.
Sebelum meninggalkan PA Jakarta Pusat menjelang
pukul 16, Peter menerima berbagai pertanyaan dari aparatur PA Jakarta
Pusat, seputar pengadilan keluarga di negaranya. Tak hanya itu, Yang
Mulia dari Australia itu juga mendapatkan cinderamata dari Ketua PA
Jakarta Pusat. Sebaliknya, ia pun memberi kenang-kenangan untuk ketua
pengadilan yang dikunjunginya dengan penuh antusias itu.
(sumber : www.badilag.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar