Sebagai
unsur utama pengadilan, para hakim memiliki pola kerja dan penghasilan
yang berbeda dengan unsur-unsur pengadilan lainnya. Karena itu, para
hakim harus memiliki court calendar atau agenda kerja yang jelas dan
rinci setiap hari.
“Hakim itu tidak terikat jam kerja secara formal,
mulai pukul 8 sampai 16.30. Jam kerja hakim disesuaikan dengan court
calendar. Misalnya, hari ini agendanya menyidangkan 10 perkara, tapi
baru 6 perkara sudah pukul 16.30. Jangan pulang. Selesaikan, kalau perlu
sampai malam,” ujar Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Non-Yudisial H.
Suwardi, S.H., M.H., ketika memberi pembinaan di Aula PTA Banten, Senin
(9/11/2015).
Menurut Suwardi, dengan gaji dan tunjangan yang
besar, sudah seharusnya para hakim meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat. “Begitu juga dengan kepaniteraan,” tandasnya.
Mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banten itu
tidak ingin masyarakat tidak terlayani dengan baik, akibat
ketidakprofesionalan hakim dalam mengatur jam kerjanya. Ia bercerita,
ada kejadian di pengadilan tertentu, orang menunggu sidang dari pukul 9
sampai pukul 16.30. “Ketika dia mengecek kapan waktu sidangnya, eh
hakim-hakimnya sudah pulang,” tuturnya.
Sedikit atau banyaknya jumlah perkara, menurutnya, tidak boleh jadi dalih para hakim untuk bekerja tidak maksimal.
“Jumlah perkara 5000 itu cukup besar, tapi kalau
sudah jadi tanggung jawab kita, ya harus kita selesaikan. Jangan sampai
menelantarkan,” ujarnya.
Soal minutasi di pengadilan tingkat pertama,
disadari Suwardi, masih kerap jadi masalah. Selisih waktu antara suatu
perkara diputus dan diminutasi perlu dipangkas, sehingga penyelesaian
perkara tidak berlarut-larut.
Menurutnya, minutasi jadi tanggungjawab ketua pengadilan. Ia memintas supaya setiap bulan dilakukan rapat bulanan.
“Dicek tiap-tiap hakim, berapa yang sudah dan belum
diputus. Kalau sudah diputus, sudah diminutasi atau belum? Kalau belum,
beri batas waktu. Kalau belum juga, beri kontrak kinerja. Itu salah
satu cara utk mengatasinya,” tuturnya.
Peningkatan kinerja dan pelayanan memerlukan alat
kerja yang memadai, selain diperlukan komitmen pimpinan yang kuat. Di
sisi lain, belum seluruh pengadilan memiliki alat kerja yang memadai.
Jalan keluar terbaik saat ini, menurut Suwardi,
tidak perlu menunggu adanya anggaran dari pusat. “Saya ingin semua hakim
dan panitera punya komputer atau laptop. Kalau mengandalkan anggaran
dari pusat, sulit. Jangankan hakim tingkat pertama, hakim agung saja
belum semua diberi laptop,” tuturnya.
Ia mengingatkan, penghasilan hakim yang besar saat ini hendaknya digunakan juga untuk menunjang kinerja sehari-hari.
“Sekarang gaji sudah besar, sehingga bisa beli
komputer atau laptop sendiri-sendiri. Mau mahal ada, mau murah juga ada.
Tergantung niat. Kalau perlu kreditlah, kalau tidak bisa kontan,”
ucapnya.
(sumber : http://www.badilag.net/seputar-ditjen-badilag/seputar-ditjen-badilag/wakil-ketua-ma-hakim-tidak-terikat-jam-kerja-formal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar