Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Rabu, 30 September 2015

Perlindungan Hakim Bukan Sekadar Fisik

Perlindungan Hakim Bukan Sekadar Fisik
Profesi hakim. Foto: RES (Ilustrasi)
RUU Jabatan Hakim tengah gencar didorong oleh kalangan hakim agar segera dibahas dan disahkan oleh DPR dan pemerintah. Tidak hanya kalangan hakim, Komisi Yudisial (KY) pun menyiratkan dukungan agar RUU Jabatan Hakim segera terbentuk.
Dalam rangka itu, KY bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan menggelar Seminar Uji Publik RUU Jabatan Hakim “Sistem Perlindungan dan Pemberhentian Hakim”, Sabtu (26/9) di Ruang Promosi Doktor Prof. Dr. A Zainal Abidin, Kampus FH Unhas.
Dekan FH Unhas, Prof Farida Pattitingi mengatakan acara uji publik dimaksudkan untuk memberi masukan dalam rangka penyempurnaan RUU Jabatan Hakim. Harapannya, kata Prof Farida, RUU Jabatan Hakim ketika menjadi undang-undang akan menjadi pedoman dan dasar hukum yang kuat dalam pelaksanaan jabatan hakim.
“Sehingga apa yang kita harapkan untuk melahirkan hakim yang betul-betul punya independensi, punya kemandirian, kemerdekaan, dan tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang lain,” ucap Prof Farida Pattitingi saat memberikan sambutan.
Terdapat sejumlah aspek yang diatur dalam RUU Jabatan Hakim, salah satunya terkait perlindungan hakim. Ketua KY, Suparman Marzuki mengatakan perlindungan hakim seharusnya tidak hanya dimaknai perlindungan fisik saja. Menurut dia, perlindungan juga harus mencakup perlindungan profesi.
“Konsep perlindungan yang digagas KY mengenai perlindungan hakim adalah perlindungan dalam kerangka hakim sebagai profesi mulia dan terhormat. Jadi, bukan sekadar perlindungan fisik (personal), tetapi jauh lebih mendasar, yaitu perlindungan terhadap profesi,” jelas Suparman.
Terkait perlindungan hakim, Prof Farida berpendapat konsepnya harus diperjelas dalam RUU Jabatan Hakim. Tidak hanya konsep, menurut Prof Farida, mekanismenya pun harus diperjelas.
“Harus dijelaskan mekanismenya karena tidak ada batasan secara limitatif yang mengatur soal perlindungan hakim tersebut,” ujarnya memberi masukan.
Salah satu penggagas RUU Jabatan Hakim, Djuyamto mengatakan perlindungan hakim harus ditegaskan dalam bentuk norma, dalam hal ini UU Jabatan Hakim. Sepakat dengan KY, menurut Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat ini, perlindungan hakim jangan hanya sebatas perlindungan fisik semata.
“Namun yang lebih utama perlindungan terhadap independensi,” tukasnya.
Sebagai bentuk perlindungan, kata Djuyamto, hakim seharusnya tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata atas putusan yang dibuatnya. Djuyamto menyebut bentuk perlindungan ini sebagai imunitas terbatas. Prinsipnya, lanjut dia, hakim tidak boleh dikenai sanksi apapun sepanjang ada iktikad baik dari si hakim ketika mengadili dan memutus perkara.
“Itu perlindungan jabatan hakim yang hakiki untuk melindungi independensinya,” tegasnya.
Sekadar informasi, sekira Mei 2015, hukumonline menggelar polling dengan tema “Materi apa yang layak menjadi prioritas pembahasan RUU Jabatan Hakim?”. Hukumonline menyodorkan lima opsi jawaban yakni kesejahteraan hakim, pembinaan hakim, pengawasan hakim, perlindungan hakim, dan rekrutmen hakim.
Dari lima opsi jawaban, pengawasan hakim menempati posisi tertinggi dengan 34,93%. Diikuti dengan kesejahteraan hakim 24,78%, rekrutmen hakim 23,88%, pembinaan hakim 8,66%, dan terakhir perlindungan hakim 7,76%.  

(sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt560b7e7520091/perlindungan-hakim-bukan-sekadar-fisik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar