Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Minggu, 20 September 2015

Kemitraan KY dan MA Menjadi Keharusan



 
Jakarta  - Sebagai tindak lanjut Memorandum Of Understanding (MoU) Komisi Yudisial (KY) dengan Universitas Trisakti, KY bekerjasama dengan Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Trisakti (FHUT) menyelenggarakan seminar nasional Peran KY dalam Rekrutmen Hakim Agung dan Menegakkan Kehormatan Hakim di di ruang seminar Prof. E. Suherman lantai 2 FHUT, Rabu (16/09).

Seminar yang dihadiri akademisi, praktisi, mahasiswa dan guru PKn ini diisi oleh narasumber Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY Ibrahim, mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) Laica Marzuki, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Azis Syamsuddin dan Dosen FHUT Tri Sulistyowati.

Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY Ibrahim menjelaskan mengenai sejarah lahirnya KY beserta wewenang dan tugas KY terkait rekrutmen dan pengawasan hakim. Tugas KY tidak berhenti  pada proses seleksi saja, tapi terus mendorong agar kode etik dan pedoman perilaku hakim menjadi pedoman hakim dalam menjalankan tugas.

“Pengawasan KY tidak boleh mencederai independensi hakim karena hal tersebut justru bisa kontraproduktif,” jelas Ibrahim.

Untuk mewujudkan peradilan yang bermatabat tidak bisa dilakukan KY sendiri, perlu dukungan dan kesadaran dari hakim itu sendiri.

“Upaya mewujudkan peradilan yang bermartabat tidak bisa diwujudkan oleh KY, tetapi juga harus muncul kesadaran internal dari hakim untuk melindungi  independensi dan imparsialitas. Karena itu, kemitraan KY dan MA adalah sebuah keharusan dan bukan sebaliknya,” ujar pria kelahiran Bone ini.

Hal senada juga diungkapkan Anggota DPR RI Aziz Syamsudin. Menurut Aziz, menjaga kewibawaan harus mengatur semua perangkat yang bersinggungan dengan hakim.
 
“Menjaga kewibawaan hukum tidak bisa hakimnya saja. Ada perangkat lain seperti panitera, sekretaris dan perangkat lainnya yang harus dirapikan,” tegas Aziz.

Aziz menambahkan, RUU Jabatan hakim masuk dalam Program Legislasi Nasional (Proglenas) 2015-2019.  RUU ini akan mengatur penguatan badan peradilan untuk mewujudkan hakim yang jujur dan berwibawa.

“DPR akan membahas RUU jabatan hakim yang nantinya untuk menciptakan hakim yang jujur dan berwibawa,” tambah Ketua Komisi III DPR ini.

Laica Marzuki dalam materinya menyatakan, KY mendapatkan kewenangan konstitusional dalam membangun peradilan yang bersih dan bermartabat. Pengawasan terhadap hakim merupakan constitutional given.

“MA ikut mengukuhkan lahirnya KY karena besarnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan masa itu. Harus  diingat KY tidak dapat mengintervensi dan memasuki teknis yudisial, kecuali melalui koridor dugaan terjadinya pelanggaran etika dan hukum yang mendasari pertimbangan putusan hakim,” tegas Laica.

Sementara itu, Tri Sulistyowati memaparkan tentang mekanisme pengisian keanggotaan KY di beberapa negara. Tri memperkenalkan fungsi dan tata cara pemilihan komisioner KY di belahan dunia. Saat ditanya  apakah ada negara yang mempunyai kewenangan yang diperluas tidak hanya sekadar mengawasi hakim, Tri menyatakan ada.

“Di Argentina, hakim yang dinyatakan bersalah bisa langsung dipecat. Perluasan wewenang lazim terjadi di berbagai negara lain. Hanya saya tidak pernah menemukan adanya perluasan kewenangan terhadap objek saja,” jawab Tri.

(sumber : http://www.komisiyudisial.go.id/berita-54367-kemitraan-ky-dan-ma-menjadi-keharusan.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar