RUU Jabatan Hakim masuk Prolegnas
2015-2019 dengan nomor urut 52. Belakangan diketahui, pengusul RUU
Jabatan Hakim adalah Ketua Badan Legislasi (Baleg) Sareh Wiyono. Sareh
merupakan mantan hakim yang sudah malang melintang di dunia peradilan.
Jabatan Sareh sebagai Ketua Baleg menjadi peluang bagi profesi hakim untuk menggolkan RUU Jabatan Hakim. Pasalnya, selama ini belum ada aturan yang mengatur jabatan hakim. Padahal dalam penjelasan Pasal 24 UUD 1945 pra amandemen sudah menegaskan, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Koordinator Forum Diskusi Hakim Indonesia (FDHI), Djuyanto, mengatakan posisi Sareh menjadi peluang untuk mendorong agar pembahasan RUU Jabatan Hakim segera dilaksanakan.
Terlepas FHDI bakal menyiapkan naskah akademik, Sareh amat memberikan perhatian kepada profesi hakim. Lagi pula, Sareh yang mantan hakim itu mengetahui dan merasakan keresahan yang dialami hakim di seluruh Indonesia.
“Secara jujur kami harus katakan dengan beliau (Sareh Wiyono) menjadi Ketua Baleg ini peluang dan kita harus jujur dan tidak menafikan itu. Saya yakin beliau punya empati terhadap hakim,” ujar DJuyanto kepada hukumonline, Senin (27/4) saat akan melakukan audiensi dengan Baleg DPR.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB) itu berharap kedatangan sejumlah hakim ke Baleg menjadi dorongan agar aspirasi profesi hakim dapat segera diakomodir dalam RUU Jabatan Hakim. Meski demikian, Djuyanto memahami Ketua Baleg tak dapat mengambil keputusan sepihak. Pasalnya, keputusan diambil setelah mendapat persetujuan dari anggota Baleg.
Menurut Djuyanto, pengalaman panjang Sareh menjadi seorang hakim, setidaknya dapat meyakinkan seluruh anggota Baleg agar profesi jabatan hakim diatur melalui UU. Pasalnya, belum ada regulasi yang mengatur jabatan hakim secara integral. “Harapan kami seperti itu untuk segera dibahas,” ujarnya.
Sareh Wiyono mengakui bahwa wibawa hakim sudah hancur. Ironisnya, organisasi hakim tak mengajukan sebuah rancangan undang-undang uang mengatur jabatan hakim. Keresahan hakim pernah Sareh rasakan kala berkarir menjadi hakim. Semestinya, organisasi hakim mengusulkan naskah akademik maupun draf RUU Jabatan Hakim kepada DPR.
“Kalau hakim diam atau main tenis dan golf, bagaimana bisa (mengubah jabatan hakim, red). Begitu hakim ad hoc muncul kalian ribut,” ujarnya.
Sareh amatlah memahami keinginan para hakim. Meski demikian, terdapat proses yang mesti dilalui. Ia menyarankan agar naskah akdemik dapat segera disusun untuk kemudian ditindaklanjuti. Menurutnya, jika sudah terdapat naskah akademik, akan dibentuk Panja. Kendatipun tak dapat dilakukan pembahasan di 2015, boleh jadi dapat dilakukan pembahasan di tahun berikutnya dengan catatan Baleg telah mengantongi naskah akademik.
Sedangkan pembahasan akan diserahkan kepada Komisi III DPR. Sareh mengakui sebagai orang yang mengusulkan RUU Jabatan Hakim masuk dalam Prolegnas. “Kalau sudah masuk Prolegnas, bisa kapan saja kita bahas, tergantung dorongan kalian ajukan naskah akademik,” pungkasnya.
Jabatan Sareh sebagai Ketua Baleg menjadi peluang bagi profesi hakim untuk menggolkan RUU Jabatan Hakim. Pasalnya, selama ini belum ada aturan yang mengatur jabatan hakim. Padahal dalam penjelasan Pasal 24 UUD 1945 pra amandemen sudah menegaskan, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Koordinator Forum Diskusi Hakim Indonesia (FDHI), Djuyanto, mengatakan posisi Sareh menjadi peluang untuk mendorong agar pembahasan RUU Jabatan Hakim segera dilaksanakan.
Terlepas FHDI bakal menyiapkan naskah akademik, Sareh amat memberikan perhatian kepada profesi hakim. Lagi pula, Sareh yang mantan hakim itu mengetahui dan merasakan keresahan yang dialami hakim di seluruh Indonesia.
“Secara jujur kami harus katakan dengan beliau (Sareh Wiyono) menjadi Ketua Baleg ini peluang dan kita harus jujur dan tidak menafikan itu. Saya yakin beliau punya empati terhadap hakim,” ujar DJuyanto kepada hukumonline, Senin (27/4) saat akan melakukan audiensi dengan Baleg DPR.
Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu Nusa Tenggara Barat (NTB) itu berharap kedatangan sejumlah hakim ke Baleg menjadi dorongan agar aspirasi profesi hakim dapat segera diakomodir dalam RUU Jabatan Hakim. Meski demikian, Djuyanto memahami Ketua Baleg tak dapat mengambil keputusan sepihak. Pasalnya, keputusan diambil setelah mendapat persetujuan dari anggota Baleg.
Menurut Djuyanto, pengalaman panjang Sareh menjadi seorang hakim, setidaknya dapat meyakinkan seluruh anggota Baleg agar profesi jabatan hakim diatur melalui UU. Pasalnya, belum ada regulasi yang mengatur jabatan hakim secara integral. “Harapan kami seperti itu untuk segera dibahas,” ujarnya.
Sareh Wiyono mengakui bahwa wibawa hakim sudah hancur. Ironisnya, organisasi hakim tak mengajukan sebuah rancangan undang-undang uang mengatur jabatan hakim. Keresahan hakim pernah Sareh rasakan kala berkarir menjadi hakim. Semestinya, organisasi hakim mengusulkan naskah akademik maupun draf RUU Jabatan Hakim kepada DPR.
“Kalau hakim diam atau main tenis dan golf, bagaimana bisa (mengubah jabatan hakim, red). Begitu hakim ad hoc muncul kalian ribut,” ujarnya.
Sareh amatlah memahami keinginan para hakim. Meski demikian, terdapat proses yang mesti dilalui. Ia menyarankan agar naskah akdemik dapat segera disusun untuk kemudian ditindaklanjuti. Menurutnya, jika sudah terdapat naskah akademik, akan dibentuk Panja. Kendatipun tak dapat dilakukan pembahasan di 2015, boleh jadi dapat dilakukan pembahasan di tahun berikutnya dengan catatan Baleg telah mengantongi naskah akademik.
Sedangkan pembahasan akan diserahkan kepada Komisi III DPR. Sareh mengakui sebagai orang yang mengusulkan RUU Jabatan Hakim masuk dalam Prolegnas. “Kalau sudah masuk Prolegnas, bisa kapan saja kita bahas, tergantung dorongan kalian ajukan naskah akademik,” pungkasnya.
(sumber : hukumonline.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar