Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Jumat, 09 Oktober 2015

Kewenangan KY Ikut Proses Seleksi Hakim Inkonstitusional

 
Para Pemohon Prinsipal saling memberikan salam seusai mendengarkan amar putusan perkara uji materi UU Peradilan Umum, Rabu (7/10) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Foto Humas/Ganie.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk seluruhnya permohonan uji materiil Undang-Undang Peradilan Umum, Undang-Undang Peradilan Agama dan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara yang diajukan oleh jajaran pengurus Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Imam Soebechi, Suhadi, dkk. Menurut Mahkamah, kewenangan Komisi Yudisial (KY) untuk ikut bersama menyeleksi hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha negara adalah inkonstitusional.  Putusan atas perkara nomor 43/PUU-XIII/2015 tersebut diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum pada Rabu (7/10), di Ruang Sidang Pleno MK.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Wakil Ketua MK Anwar Usman selaku pimpinan sidang, dengan di dampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya.
Mahkamah menilai, sistem peradilan yang diamanatkan dan dikehendaki oleh Konstitusi dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, tugasnya tidak saja sekadar menegakkan hukum, tetapi sekaligus menegakkan keadilan. Adanya sistem dan mekanisme peradilan sebagaimana dirancang dalam Konstitusi, menjadikan para pencari keadilan terlindungi dalam hal mendapatkan hakim yang tidak bebas dan tidak memihak.
Sementara itu menurut Mahkamah, KY yang lahir dalam perubahan UUD 1945, kewenangannya telah ditegaskan dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945, yang berbunyi “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.” Kemudian berdasarkan Putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006, maka baik Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya serta MK merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka, sehingga dalam melaksanakan kewenangan justisialnya, lembaga peradilan tidak dapat diawasi oleh lembaga negara lain.
Mahkamah menegaskan, KY bukan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, melainkan sebagai elemen pendukung atau state auxiliary organ, yang mendukung pelaku kekuasaan kehakiman. Selain itu, frasa “wewenang lain” dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 adalah semata dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim, tidak dapat diperluas dengan tafsiran lain. UUD 1945 juga tidak memberi kewenangan kepada pembuat Undang-Undang untuk memperluas kewenangan KY.
Lebih lanjut Mahkamah menyatakan, meskipun dalam Pasal 24 UUD 1945 tidak menyebutkan secara tersurat mengenai kewenangan Mahkamah Agung dalam proses seleksi dan pengangkatan calon hakim dari lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara, akan tetapi ayat (2) dari Pasal 24 UUD 1945 telah secara tegas menyatakan ketiga Undang-Undang yang diajukan Pemohon dalam perkara ini berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung. Bahkan, apabila dihubungkan dengan sistem peradilan “satu atap”, menurut Mahkamah seleksi dan pengangkatan calon hakim pengadilan tingkat pertama menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Untuk itu, Mahkamah memandang aturan yang memberikan kewenangan kepada KY untuk ikut bersama dalam proses seleksi hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, dan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah bertentangan dengan UUD 1945.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah ketentuan Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) UU Peradilan Umum, Pasal 13A ayat (2) dan ayat (3) UU Peradilan Agama, Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) UU Peradilan Tata Usaha Negara sepanjang kata “bersama” dan frasa “dan Komisi Yudisial” adalah bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945,” ucap Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan pertimbangan Mahkamah.
Pendapat Berbeda
Dalam putusan ini, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Palguna, batas konstitusional dari “wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran maertabat, serta perilaku hakim” adalah tidak boleh terganggu atau terlanggarnya prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Palguna berpendapat, keterlibatan KY dalam proses seleksi pengangkatan hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara tidaklah mengganggu administrasi, organisasi maupun finansial pengadilan sepanjang dipahami pada konteks keterlibatan dalam memberikan pemahaman kode etik dan pedoman perilaku hakim bagi para calon hakim.

(sumber : http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=12239#.VheKjVK3o7w)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar