Bersama petugas kepolisian, sejumlah warga Gampong Balohan, Kecamatan Suka Jaya, Sabang, Aceh, menggerebek arena judi domino, Minggu (18/1) dini hari. Lima orang yang kedapatan sedang main judi dibawa ke kantor polisi. Ironisnya, perjudian itu dilakukan di Poskamling -- tempat yang seharusnya dipakai untuk menjaga keamanan-- dan salah seorang pelakunya adalah pegawai honorer pemadan kebakaran setempat.
Judi, atau maisir, adalah salah satu perbuatan pidana atau delik (jarimah) yang diatur dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah. Dalam Qanun Jinayah ini, unsur utama maisir adalah taruhan, untung-untungan, dan kesepakatan yang kalah membayar yang menang. Ancaman hukuman untuk perbuatan ini beragam.
Jika taruhan atau keuntungan maksimalnya setara 2 gram emas murni ancaman hukumannya cambuk maksimal 12 kali atau denda maksimal 120 gram emas murni atau penjara maksimal 12 bulan. Semakin besar nilai taruhan, semakin tinggi pula ‘uqubat ta’zir-nya (ancaman hukuman).
Tindak pidana lain yang diatur dalam Qanun Jinayah adalah minum-minuman keras yang bisa membuat mabuk sebagai asyribah. Dalam Qanun, secara khusus disebut khamar, karena itu dikenal istilah syaribul khamr. Minum khamar terancam hukuman cambuk 40 kali; dan jika memproduksi, menyimpan, menjual atau memasukkan minum-minuman keras ke Aceh terancam cambuk maksimal 60 kali.
Qanun Jinayah mengatur tindak pidana lain di luar perjudian dan minum-minuman keras, yaitu khalwat, ikhtilath, zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, qadzaf, liwath, dan musahaqah. Dibanding qanun jinayah 2003, tindak pidana yang diatur Qanun No. 6 Tahun 2014 relatif lebih lengkap.
Tindak Pidana (Jarimah) yang Diatur Qanun Jinayah
Jarimah | Rincian Perbuatan | KUHP |
Khamar | Minum-minuman keras; menyimpan/menimbun, memproduksi, memasukkan, memperdagangkan; membeli, membawa/mengangkut, menghadiahkan khamar; mengikutsertakan anak-anak minum khamar | Ps. 492 Ps. 536 |
Maisir | Dengan sengaja melakukan judi; menyelenggarakan, menyediakan fasilitas, atau membiayai perjudian; mengikutsertakan anak-anak; dan percobaan judi. | 303 |
Khalwat | Dengan sengaja berkhalwat; menyelenggarakan, menyediakan fasilitas, atau mempromosikan. | - |
Ikhtilath | Dengan sengaja berikhtilath; menyelenggarakan, menyediakan fasilitas, atau mempromosikan; melakukan dengan anak berumus lebih dari 10 tahun; melakukan dengan mahram. | - |
Zina | Dengan sengaja berzina; berzina dengan anak; berzina dengan mahram. | Ps. 284 |
Pelecehan seksual | Dengan sengaja melakukan pelecehan seksual; melakukan dengan anak. | Ps. 287 |
Pemerkosaan | Dengan sengaja melakukan pemerkosaan; memperkosa anak-anak | Ps. 285 |
Qadzaf | Dengan dengan melakukan qadzaf (menuduh orang lain berbuat zina tanpa bukti) | - |
Liwath | Dengan sengaja melakukan liwath; mengulangi perbuatan; melakukan dengan anak-anak | Ps. 292 |
Musahaqah | Dengan sengaja melakukan musahaqah; mengulangi perbuatan; atau melakukan dengan anak-anak. | Ps. 292 |
Mengisi kekosongan KUHP
Sebagian dari tindak pidana yang diatur Qanun Jinayah sebenarnya sudah disinggung dalam KUHP. Namun menurut Khamami Zada, Ketua Jurusan Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ciputat, ada perbedaan pengaturan KUHP dengan Qanun, terutama norma hukumnya.
Norma hukum larangan minum-minuman keras dalam KUHP ditekankan pada terpenuhinya unsur mengganggu ketertiban umum. Sebaliknya, norma dalam Qanun tak menyaratkan unsur menganggu ketertiban umum tersebut. Dalam konteks inilah, Khamami menyebut Qanun Aceh tentang Hukum Jinayah mengisi kekosongan dalam KUHP.
“Bagi saya, ini adalah mengisi kekosongan hukum yang ada dalam KUHP,” ujarnya kepada hukumonline.
Mengisi kekosongan itu dapat pula berarti menambahkan suatu perbuatan sebagai pidana karena perbuatan tersebut tidak dikriminalisasi dalam KUHP. Aksi seksual lesbian (musahaqah)dan gay (liwath), misalnya. Demikian pula dengan perbuatan berpelukan, berciuman, atau bercumbu antara laki-laki dan perempuan bukan muhrim atas kerelaan kedua belah pihak (ikhtilath).
Sebenarnya, tidak semua tindak pidana yang diatur Qanun Jinayah benar-benar baru. Ada varian tertentu dalam KUHP. Misalnya liwath, bisa dibandingkan dengan Pasal 292-293 KUHP. Pasal 292 KUHP mengancam orang dewasa yang berbuat cabul kepada orang yang belum dewasa sesama jenis. Pasal 293 mengancam orang yang menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan keadaan untuk melakukan perbuatan cabul. Bedanya, Qanun Jinayah spesifik menyebut adanya penetrasi, sedangkan KUHP lebih menekankan pada perbuatan cabul. Perbedaan lainnya, dalam Qanun disyaratkan unsur kerelaan kedua belah pihak.
Pilihan-pilihan terhadap jenis tindak pidana yang diatur dalam Qanun sangat bergantung pada pembentuk undang-undang di Aceh. Itu sebabnya muncul sejumlah pertanyaan, antara lain, mengapa korupsi tak diatur. Dosen UIN Ciputat, Nurul Irfan, memberi contoh lain: ganja.
Dalam pengertian luas, syaribul khamr bisa mencakup ganja dan zat adiktif yang memabukkan. Faktanya, seringkali polisi menemukan ganja yang berasal dari Aceh. Menjadi krusial, kata Irfan, kalau syariat Islam digunakan tapi ganja sering ditemukan. Padahal hukum nasional justru menjadikan ganja (narkotika) sebagai musuh bersama. Tetapi rekan Irfan di UIN, Khamami Zada, lebih melihat tindak pidana yang diatur Qanun Jinayah lebih fokus pada aspek-aspek moralitas. “Kecenderungannya, syariat Islam di Aceh lebih kepada moral saja, atau kesusilaan,” ujarnya.
Eks Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Prof. Al Yasa Abubakar menyatakan korupsi, misalnya, tak diatur dalam qanun karena sudah tegas dan jelas diatur negara. Kalau sudah lengkap diatur negara, tak perlu diatur qanun. “Iya, sudah diatur negara. Jadi, sementara ini, begitu.”
(sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54d8f15079d34/ini-ragam-delik-dalam-qanun-jinayah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar