Alamat

Jalan Balige-Laguboti Km. 5 Tambunan Lumban Pea Timur Telp. (0632)21165 email : ikahi.pabalige@gmail.com

Senin, 16 Maret 2015

Sejak 1999, Perjuangan Status Hakim Belum Ada Perubahan

Sejak 1999, Perjuangan Status Hakim Belum Ada Perubahan

Suparman Marzuki. Foto: SGP
Bagi kalangan hakim kehadiran UU Jabatan Hakim adalah hal yang penting. Nantinya, kehadiran UU ini diharapkan dapat mempejelas kedudukan hakim sebagai pejabat negara. Hal ini dikatakan Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki, dalam Seminar Nasional “Urgensi UU Jabatan Hakim Bagi Pembaharuan Kekuasaan Kehakiman” di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (FH UGM), Yogyakarta, Sabtu, (14/3).

Menurut Suparman, hingga saat ini kedudukan hakim memang belum jelas. Dia mengingatkan, pada 2012, sejumlah hakim mempersoalkan hal itu dengan ancaman mogok. Pada September 2014, sekitar 400 hakim menandatangani petisi hakim Indonesia yang menuntut dibentuknya UU Jabatan Hakim.

Suparman mengatakan, perjuangan status hakim sebagai pejabat negara telah berlangsung sejak tahun 1999. Namun, hingga sekarang belum ada perubahan yang signifikan. “Paham pemerintah dan sebagian elite MA bahwa pejabat negara identik dengan protokoler, hak dan fasilitas merupakan pandangan yang salah,” katanya.

Menurutnya, menetapkan hakim sebagai pejabat negara tidak saja sebagai konsekuensi dari semangat reformasi untuk menandaskan pemisahan kekuasaan yang tegas dan jelas antara kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Dia menegaskan, hakim memang seharusnya pejabat negara dan bukan aparatur pemerintah.

“Dengan menjadikan dan menempatkan hakim sebagai pejabat negara, maka martabat dan harga diri hakim dinaikkan sejalan dengan kedudukan hakim,” ujarnya.

Sementara itu, advokat Kamal Firdaus mengatakan, bila ditelaah pasal demi pasal RUU Jabatan Hakim, sebetulnya sejumlah rancangan pasal di dalam RUU itu sudah tedapat di dalam beberapa peraturan perundang-undangan terdahulu, meskipun kebanyakan memang secara implisit. Menurutnya, ada beberapa hal yang memang penting untuk diperhatikan dalam RUU Jabatan hakim.

“Antara lain tentang rekruitmen hakim, hak keuangan hakim, fasilitas yang disediakan untuk hakim dan mutasi serta promosi hakim,” tuturnya.

Kamal sempat mempertanyakan apakah RUU Jabatan Hakim dibentuk demi kepentingan hakim, demi kepentingan pencari keadilan atau kedua-duanya. Menurutnya, tidak ada jaminan bahwa dengan disahkannya UU Jabatan Hakim membuat penyakit yang diderita dunia pengadilan selama ini serta merta sembuh.

“Akan tetapi paling tidak UU tersebut merupakan salah satu terapi yang kemungkinan besar efektif,” katanya.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengaku MA tengah menyusun naskah akademis RUU Jabatan Hakim dan RUU Contempt of Court dengan membentuk Tim Naskah Akademik yang diketuai Hakim Agung, Supandi dan Agung Sumanantha.

“Tim penyusunan RUU Jabatan Hakim diketuai Pak Supandi dengan anggota beberapa hakim dari sejumlah pengadilan,” kata Ridwan di Gedung MA.

Dia mengatakan tim ini sudah dibentuk seminggu yang lalu dan sudah mulai bekerja. “Kita berharap Tim ini dapat segera menyelesaikan penyusunan RUU Jabatan Hakim ini agar status para hakim berada pada posisi yang semestinya (pejabat negara) dan bisa mendapat jaminan perlindungan sekaligus hak-haknya,” kata Ridwan.

Menurutnya, keberadaan UU Jabatan Hakim ke depan sangat penting sebagai bentuk perlindungan bagi para hakim termasuk menjamin hak-haknya. Dalam beberapa kasus, perkara belum diputuskan hakim sudah dikejar-kejar dan dicaci maki pihak berperkara.

“Padahal Sarpin mengadili dengan tenang, Presiden Jokowi belum tentu bisa menyelesaiakan persoalan ini. Kita berharap mudah-mudahan putusan itu ada manfaatnya,” kata dia.
(sumber:http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5506ba98ef884/sejak-1999--perjuangan-status-hakim-belum-ada-perubahan)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar